Rare Bali Anak Bali Belog Ngiring Ngajegang Bali dengan berbahasa Bali sane becik, senang ring Tembang Bali tur sekancan sastra lan Budaya Bali sane sampun kaloktah ring jagate mangda sumingkin jangkep tur paripurna #Bahasabali #AjegBudayaBali #RareBali

Breaking

Jumat, 29 November 2013

Epos Mahabharata : Kematian Jayadrata

Wayang Kulit Jayadrata
JAYADRATA
Kata Duryudana; "Karna, sekarang adalah saat-saat yang sangat menentukan. Jika malam tiba dan Jayadrata masih tetap hidup, Arjuna akan malu besar. Dia akan bunuh didi karena tidak bisa memenuhi sumpahnya. Kematian Arjuna sama saja dengan kehancuran Pandawa. Kerajaan ini mutalk akan menjadi milik kita. Dananjaya mengucapkan sumpah yang mustahil ketika pikirannya masih kalut. Takdir telah menentukan Arjuna hancur di tangannya sendiri. Rupanya hari ini bintangku sedang bersinar terang. 

Kita harus memanfaatkan kesempatan ini sebaik-baiknya. Segalanya sekarang ada di tanganmu. Buktikan kesanggupanmu hari ini. Lihatlah, matahari sudah condong ke barat. Tidak lama lagi malam akan turun menyelimuti bumi, aku yakin Partha tidak akan bisa mencapai Jayadrata. Kau, Aswatama, Salya, Kripa dan aku sendiri harus melindungi Jayadrata. Kita harus melakukan semua yang kita bisa untuk memastikan Jayadrata tidak jatuh ke tangan Arjuna selama beberaoa saat sebelum matahari terbenam"

Jawab Karna: "Tuanku Raja, sekujur badanku penuh luka karena Bima. Badanku sudah sangat kepayahan hingga sulit untuk bergerak. Meskipun demikian, aku akan kerahkan semua tenaga yang tersisa untuk menjalankan titahmu. Aku akan lakukan perintahmu"

Sementara Duryudana dan Karna merancang pertahanan Kurawa, Arjuna terus menyerang. Dia kerahkan semua kemampuan menjebol pertahanan pasukan Kurawa.


Krishna meniup Panchajanya untuk memanggil sais keretanya, Daruka. Ketika Daruka tiba, Satyaki langsung naik kereta dan langsung menyerang Karna. Memang, Satyaki ditugaskan untuk membuat perhatian Karna teralih dari Jayadrata.

Kemampuan Daruka mengendalikan kereta dan ketangkasan Satyaki menggunakan panah membuat para dewa turun dari kahyangan untuk menyaksikan jalannya pertarungan. Keempat kuda yang menarik kereta Karna berhasil dilumpuhkan, demikian pula dengan sais keretanya. Panji-panji dan kereta Karna dihancurkan. Terpaksa Karna melompat ke kereta Duryudana. Sanjaya yang mengisahkan pertarungan itu kepada Destarata mengatakan demikian: "Hanya Partha dan Krishna yang bisa mengimbangi ketangkasan memanah Satyaki!"


Arjuna menerjang pasukan Kurawa dan berhasil mendekati Jayadrata. Pikirannya penuh dengan bayangan kematian Abimanyu dan kejahatan-kejahatan yang dilakukan para Kurawa. Arjuna terus menerjang maju. Seperti Sawyasasin, dia lepaskan hujan anak panah ke arah pasukan Kurawa. Pasukan Kurawa kacau balau melihat keganasan Arjuna yang seperti dewa kematian turun ke medan perang.

Hanya pengarang Mahabharata sendiri yang bisa menggambarkan kedahsyatan pertarungan antara Arjuna dengan Aswatama dan para kesatria besar lain yang melindungi raja Sindhu. Mereka berusaha keras menahan Arjuna tapi akhirnya mereka terpukul mundur.

Maka, dimulaikan serangan pada Jayadrata. Pertarungan seru itu berlangsung lama. Mereka yang bertempur sebentar-bentar melihat ke arah barat, karena saat itu hari sudah hampir berakhir. Saindhawa bukanlah lawan sembarangan. Arjuna harus mengerahkan seluruh kemampuan. Matahari mulai tenggelam di balik cakrawala. Langit menjadi merah. Meskipun demikian pertempuran terus berlangsung.

Kata Duryudana dengan gembira: "Sebentar lagi hari akan menjadi gelap. Tampaknya Jayadrata selamat dan Arjuna gagal memenuhi sumpahnya. Arjuna pasti malu besar."

Tiba-tiba langit menjadi gelap. Terdengar seruan dari sana-sini : "Matahari sudah terbenam. Jayadrata masih hidup. Arjuna gagal memenuhi sumpahnya!" Para Pandawa menunduk sedih. Sementara itu, pasukan Kurawa bersorak-sorai.


Jayadrata melihat ke cakrawala barat dan pikirnya" "Aku selamat!" Ia tidak melihat bahwa matahari belum terbenam. Pikirnya batasan wakttu yang ditetapkan Arjuna telah lewat.

Namun demikian, saat itu Krishna berkata kepada Arjuna: "Dananjaya, Raja Sindhu sedang melihat ke cakrawala. Akulah yang menyebabkan kegelapan ini. Matahari masih di atas sana. Lakukan apa yang harus kau lakukan. Sekaranglah saatnya. Mumpung Jayadrata tidak ada yang menjaga."

Sebatang anak panah melesat dari Gandewa dan menyambar kepala Jayadrata seperti burung elang menyambut anak ayam.
Seru Krishna: "Arjuna, lepaskan anak panahmu secara berurutan sehingga kepala Jayadrata tidak jatuh ke tanah dan jatuh di pangkuan Wridakshastra."
Dan Arjuna melontarkan panah-panahnya sehingga kepala itu tidak jatuh ke tanah. Lontaran panah Arjuna sambung menyambung membawa kepala itu.
Waktu itu, Wridakshastra sedang khusuk bersemadi. Raja tua itu selesai bermeditasi ketika kepala itu jatuh terguling didepannya. Dan, akibat kutukan yang dulu dia lontarkan, kepala raja tua itu sendiri yang meledak berkeping-keping. Jayadrata dan ayahnya tewas pada hari yang sama.

Kesawa, Dananjaya, Bima, Satyaki, Yudhamanyu, dan Uttamaujas meniup terompet kerang mereka. Dharmaraja yang mendengar suara terompet mereka tahu bahwa Arjuna berhasil memenuhi sumpahnya. Jayadrata telah tewas. Kemudian, Yudhistira memimpin pasukannya untuk menyerang Durna. Waktu itu hari sudah gelap, tapi pertempuran hari keempat belas terus berlanjut. Kedua belah pihak mengabaikan aturan bahwa perang mesti berakhir pada akhir hari. Seiring dengan menggelegaknya nafsu dan amarah, satu demi satu aturan yang mesti dihormati dilanggar.

Sumber buku Mahabharata dan Ramayana Kitab Epos Terbesar Sepanjang Masa oleh C. Rajagopalachari. (RANBB)


Cari Blog Ini

Pengikut

Blog Archive