Dharma Wacana Hari Raya Saraswati
Hari Raya Saraswati
Om
Swastiastu;
Om Anobhadrah krtavoyanthu visvatah ;
semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru
Pinandita
Lanang Istri yang sudah disucikan yang saya hormati
Yang
saya hormati; Sesepuh dan Penasehat Banjar
Yang
saya hormati; Ketua dan Pengurus Banjar Ciledug
Yang
saya hormati; ketua dan Pengurus Tempek se Banjar Ciledug
Dan
Umat Sedharma yang berbahagia.
Pada
hari ini saya ……………….. akan membawakan Dharma Wacana yang berjudul Hari Raya Saraswati
Pertama-tama
saya menghaturkan rasa puja dan puji syukur kehadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa,
Sesuhunan Yang Melinggih di Pura
Dharma Sidhi karena atas asung kerta waranugraha-Nya lah saya dan kita semua
dapat hadir dalam persembahyangan ini dalam keadaan sehat walafiat.
Bapak-Ibu
Umat Sedharma yang berbahagia;
Setiap
manusia pada kelahirannya ke dunia selalu ditakdirkan dalam keadaan bodoh/tidak
tahu (Avidya). Namun dengan kebesaran Sang Hyang Widhi, Beliau menganugerahkan
ilmu pengetahuan kepada umat manusia untuk merubah, melenyapkan ke-Avidya-an/
kebodohan manusia karena kelahirannya itu menjadi Vidya (Tahu).
Dengan
ilmu pengetahuan itu manusia menjadi cerdas. Dan kecerdasan itulah yang membuat
manusia menjadi bisa mengetahui dan membedakan mana/apa yang baik dan mana/apa
yang buruk atau yang di dalam ajaran Hindu dikenal dengan istilah Wiweka.
Dengan
kemampuan Wiweka yang dimilikinya itu, hendaknya manusia dapat mengaplikasikan
ilmu pengetahuannya dalam tingkah laku dan perbuatan/sikap yang bersusila
tinggi untuk menghindarkannya dari penderitaan dan kesengsaraan dalam
kehidupannya.
Umat
Sedharma yang berbahagia;
Namun
kenyataan yang terjadi tidaklah sepenuhnya demikian. Berbagai kasus dapat kita
jumpai dalam kehidupan kita sehari-hari bahwa tidak semua orang mampu
mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang dimilikinya sesuai fungsi dan porsinya.
Penggunaan
pestisida yang berlebihan, penyalahgunaan narkoba, seks bebas, kriminalitas,
sampai korupsi merupakan segelintir contoh nyata bagaimana ilmu pengetahuan itu
tidak digunakan dan diaplikasikan dalam tindakan nyata yang tepat, sesuai
fungsinya. Padahal sesungguhnya ilmu pengetahuan itu murni, suci dan tidak
tercela.
Umat
Sedharma yang berbahagia;
Penyelewengan
dan penyalahgunaan seperti itulah yang dapat menimbulkan kesengsaraan dan
penderitaan dalam kehidupan manusia. Untuk menghindari hal seperti itu,
diperlukan pemahaman mendalam terhadap makna dari adanya pengetahuan itu
sendiri. Dimana pengetahuan dalam agama Hindu disimbolkan sebagai Saraswati.
Hari
Raya Saraswati jatuh pada setiap Saniscara Umanis Watugunung.
Personifikasi
Sang Hyang Widhi dalam manifestasinya sebagai Saraswati yang menguasai ilmu
pengetahuan dan kebijaksanaan mengandung makna turunnya ilmu pengetahuan
kedunia.
Ilmu
pengetahuan dianugerahkan oleh Sang Hyang Widhi kepada seluruh umat manusia di
dunia untuk melenyapkan ke-Avidya-an.
Dengan
lenyapnya kebodohan atau ke-Avidya-an, manusia menjadi cerdas dan bijaksana.
Dengan kecerdasan dan kebijaksanaannya itu, keangkuhan seseorang ditekan atau
dikendalikan sehingga menjadi lembut dan pemurah.
Jika
masing-masing individu dapat menekan egonya, maka akan terciptalah keharmonisan
dan keserasian hubungan dalam kehidupan bersama yang pada hakekatnya
mengantarkan manusia pada kedamaian dan kebahagiaan.
Lalu
apa relevansi Saraswati dalam kehidupan bermasyarakat agar tidak terjadi penyimpangan
dari pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang?
Umat
Sedharma yang berbahagia;
Pemanfaatn
Pengetahuan Secara Bijaksana seperti diamanatkan dalam kitab suci Weda bahwa
setiap orang hendaknya mencari pengetahuan setinggi mungkin untuk kesejahteraan
dan kebahagiaan umat manusia.
Ilmu
pengetahuan itu ibarat pisau bermata dua, dapat berfungsi positif atau negatif
tergantung orang yang memanfaatkan. Jika digunakan sesuai dengan fungsi dan
kegunaan juga porsinya, ilmu pengetahuan akan mengantarkan kita pada
kebahagiaan dan kesejahteraan hidup.
Namun
jika disalahgunakan, ilmu pengetahuan akan mengantarkan kita pada kesengsaraan
dan penderitaan baik di dunia maupun di akhirat.
Ilmu
pengetahuan yang menjerumuskan nilai-nilai kemanusiaan bukanlah ilmu
pengetahuan yang sejati sebab ilmu pengetahuan yang sejati adalah karuniaNya,
yang menyadarkan missi penjelmaan manusia didunia ini yaitu untuk mengemban
kebenaran, kebaikan, kasih dan kemanusiaan yang secara sederhana disebut
Dharma.
Umat
Sedharma yang berbahagia;
Ilmu
pengetahuan sejati bukanlah sesuatu yang dapat menimbulkan penderitaan dan
kesengsaraan. Sesungguhnya penderitaan dan kesengsaraan itu timbul dari
penyalahgunaan ilmu pengetahuan oleh orang yang menggunakannya. Sejatinya ilmu
pengetahuan itu adalah murni dan tak ternodai.
Selama
umat manusia menyadari bahwa ilmu pengetahuan adalah untuk meningkatkan
kualitas hidup dan kehidupan umat manusia, selama itu pula umat manusia
mempergunakan ilmu pengetahuan itu secara benar dan sesuai dengan fungsinya.
Dan
selama itu pula umat manusia tidak akan tiada hentinya memuja Saraswati sebagai
sumber ilmu pengetahuan dengan penuh kesadaran. Sehingga niscaya berbagai kasus
yang timbul sebagai bukti adanya penyalahgunaan dan penyelewengan ilmu
pengetahuan dapat diminimalisir atau ditekan.
Umat
Sedharma yang berbahagia;
“Tan artha tan kama pidonya tan yasa”
Demikian
penggalan wirama mengajarkan kita; bahwasanya untuk mendapatkan semua jenis
harta dan kesenangan, mesti didasari oleh YASA (Dharma). Tanpa dilandasi oleh
Dharma maka harta, dan kesenangan yang kita nikmati tidak akan pernah
mendatangkan kedamaian.
Mari
kita gunakan “pengetahuan” yang telah dianugerahkan kepada kita untuk
memperoleh semua jenis kekayaan dengan jalan dharma, dan menggunakannya pula di
jalan dan demi dharma. “Dharma arta kama moksa sariram sadhanam:
Gunakanlah
Hidup (Jiwa-Raga) ini semata-mata untuk melaksanakan Dharma, karena
daripadanyalah kita akan mendapatkan Harta, terpenuhinya keinganan/Kama, dan
mencapai Moksa” (Brahmana Purana).
Bapak-Ibu
Umat Sedharma yang berbahagia;
Harapan
saya dari apa yang telah saya sampaikan dapat bermanfaat
bagi kita semua, Jika ada kekurangan dalam penyampaian dharma wacana
ini saya mohon maaf. Karena tidak ada manusia yang sempurna, tiada gading yang
tak retak. Akhir kata saya tutup dengan paramasantih.
Om Santih, Santih, Santih Om...