Selasa, 26 Agustus 2025

Meningkatkan Spiritual Melalui Perjalanan Tirta Yatra

 Meningkatkan Spiritual Melalui Perjalanan Tirta Yatra

 

Tirtayatra dalam bahasa sehari-hari di Bali dipahami dengan tangkil ke pura-pura. Pura atau tempat suci di Bali sengaja dibangun oleh para pendahulu kita tempat-tempat yang mampu memberikan pancaran atau getaran spiritual. Atau tempat-tempat yang mampu membangkitkan aura dan vibrasi kesucian, serta ketenangan jiwa. Tempat yang mendukung konsentrasi untuk melakukan pemujaan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

 


Keutamaan Tirtayatra tertulis dalam kitab Sarasamuscaya sebagai berikut : “Keutamaan tirtayatra itu amat suci, lebih utama dari pensucian dengan yadnya. Jadi tirtayatra adalah perjalanan suci untuk mendapatkan atau memperoleh air suci. 

 

Dalam Lontar Peniti Agama Tirtha dikatakan bahwa “ Tirtha ngaran amretan “ artinya tirtha adalah hidup. Jadi demikian tirtayatra dipahami sebagai perjalanan ke tempat-tempat suci atau pura yang mana tujuannya bersembahyang untuk memperoleh air suci atau tirtha.

 

Melalui pengabdian kita memperoleh kesucian, dengan kesucian kita mendapatkan kemuliaan, dengan kemuliaan kita mendapatkan kehormatan, dengan kehormatan kita mendapatkan kebenaran, (Yayur Weda, XIX, 30).

 

Kegiatan Tirta Yatra ini memiliki banyak manfaat bagi diri sendiri yang diantaranya meningkatkan Sraddha, keyakinan atau keimanan, terjadinya proses penyegaran kembali terhadap mental dan fisik kita, yang sebelumnya mungkin jenuh akibat rutinitas, melakukan pekerjaan sehari-hari, memperluas cakrawala, kita mengagumi betapa besar maha Agung Sang Hyang Widhi sebagai maha pencipta.

Minggu, 17 Agustus 2025

Menyapu Halaman Pura | Makna Dibalik Kesederhanaan

Menyapu Halaman Pura

Menyapu halaman pura memiliki keutamaan spiritual dan sosial yang penting bagi umat Hindu. Selain menjaga kebersihan dan keindahan tempat suci, kegiatan ini juga merupakan bentuk ibadah dan pembersihan diri secara simbolis, serta memupuk rasa kebersamaan. 



Menyapu halaman pura juga dapat dimaknai sebagai membersihkan diri dari energi negatif dan pikiran buruk. Kebersihan pura merupakan bagian dari menjaga hubungan harmonis dengan alam (bhuta), sesama manusia (atma), dan Tuhan (dewa).

Di mata orang awam, menyapu halaman pura mungkin terlihat seperti tugas kebersihan biasa. Tapi bagi umat Hindu Bali, gerakan menyapu di tempat suci adalah ritual dalam diam, sebuah bentuk bakti yang halus namun penuh makna spiritual.

Secara lahiriah (sekala), menyapu halaman pura adalah bentuk persiapan menyambut kehadiran energi suci. Debu, daun kering, dan sampah kecil adalah elemen yang mengganggu kesan suci dan tenang. Maka, menyapu adalah cara untuk menjaga kesucian lingkungan pemujaan agar pantas menjadi tempat bersemayamnya Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasiNya.

Secara niskala, menyapu tempat suci diyakini dapat mengusir energi negatif (leteh), meredam pengaruh bhuta kala, dan mengembalikan harmoni antara manusia dan kekuatan alam. Oleh karena itu, sebelum menghaturkan banten atau memulai pujawali, halaman pura harus sudah bersih bukan hanya dari kotoran fisik, tapi juga dari getaran tidak selaras yang bisa mengganggu kekhusyukan pemujaan.

Dalam dunia spiritual, menyapu bisa dimaknai sebagai simbol membersihkan batin kita sendiri. Setiap helaian lidi mewakili niat untuk merapikan pikiran, menyapu iri, amarah, dan kelekatan duniawi yang bisa mengotori kesadaran kita.

Menyapu tempat suci adalah pelajaran hidup yang sederhana tapi mendalam. Ia mengingatkan kita bahwa kesucian tidak datang begitu saja, melainkan dijemput melalui tindakan nyata dengan tubuh, pikiran, dan hati.

Jadi saat kita memegang sapu dan membungkuk di halaman pura, kita sesungguhnya sedang berlatih yoga dalam bentuk paling sederhana: menyatukan gerak tubuh, kesadaran batin, dan niat suci dalam satu tarikan sapuan. Rahayu

 

Jumat, 15 Agustus 2025

Introspeksi Diri adalah Mulat Sarira

 Mulat Sarira

Dalam agama Hindu, introspeksi diri atau "mulat sarira" adalah praktik penting untuk mencapai kesadaran diri dan pemurnian spiritual. Ini melibatkan evaluasi diri, mengakui kesalahan, dan berupaya memperbaiki perilaku. "Mulat sarira" secara harfiah berarti melihat diri sendiri. Ini adalah proses refleksi diri untuk memahami kelemahan dan kekuatan, serta memperbaiki kesalahan.

 


Introspeksi diri “Mulat sarira“ penting karena membantu kita memahami diri sendiri lebih baik, mengenali kekuatan dan kelemahan, serta memperbaiki kualitas hidup. Dengan melakukan introspeksi, kita bisa belajar dari pengalaman, mengurangi stres, dan meningkatkan hubungan sosial. 

 

Berkegiatan spiritual dalam suatu kelompok, kita akan berinteraksi dengan berbagai karakter manusia. Interaksi positif dapat mempererat hubungan sosial, meningkatkan kerjasama, dan memberikan dukungan emosional. Sebaliknya, interaksi negatif dapat memicu konflik, kesenjangan sosial, dan perpecahan.

 Klik Link Dupa Gaharu

Interaksi dalam kegiatan spiritual dapat memberikan berbagai manfaat yang positif, seperti meningkatkan rasa damai, mengurangi stres, memperkuat hubungan sosial, dan memberikan makna yang lebih dalam dalam kehidupan. Setiap individu memiliki cara yang unik dalam berinteraksi dalam kegiatan spiritual, dan penting untuk menemukan aktivitas yang paling sesuai dengan dirinya sendiri.

 

Tak Jarang selama berkegiatan spiritual akan menemukan fenomena spiritual yang merujuk pada berbagai peristiwa, pengalaman, atau keyakinan yang terkait dengan dimensi non-fisik atau supranatural dalam kehidupan diri manusia yang mengalaminya.

 

Apa yang kita alami setelah berkegiatan spiritual dalam suatu kelompok ini adalah cerminan atas perilaku kita sendiri, untuk itulah perlu kita melakukan Mulat Sarira, agar kedepan dalam berkegiatan spiritual kita menjadi lebih baik. Rahayu.

 

Sabtu, 26 Juli 2025

Jengah itu “bukannya marah”.

 JENGAH

 

Dalam konteks budaya Bali, "jengah" memiliki makna lebih dalam, terkait dengan nilai-nilai agama Hindu dan etos kerja keras untuk menghindari rasa malu. "Jengah" menjadi dorongan untuk bekerja keras, bangkit dari keterpurukan, dan menjaga harga diri. Sikap jengah diyakini sebagai sikap yang mampu memperkuat diri untuk tampil berkualitas.

 


Jengah itu “bukannya marah”. Begitu banyak nilai-nilai atau ajaran agama Hindu terekspresi dan menjadi nilai-nilai budaya Bali, salah satunya adalah jengah, yang dalam bahasa sansekertanya disebut Hrih yang diartikan sebagai ‘memiliki rasa malu’. Rasa malu itu berkaitan dengan sloka dalam Bhagavadgitha, ketika Arjuna menolak untuk berperang melawan Kurawa. Ketika itu Khresna menasehati Arjuna, agar tidak melakukan perbuatan yang memalukan atau hina, sebagai ksyatria yang menolak berperang. Perang yang akan dilakukan adalah perang melawan adharma (kebatilan) dalam rangka menegakkan dharma (kebenaran).

 

Melakukan jengah analoginya bagaikan melaksanakan perang, (urip sekadi perang). Keberhasilan dari jengah adalah diraihnya kesuksesan, direbutnya kemenangan dan diperolehnya jalan dharma serta berujung pada pemuliaan Tuhan. Dalam konteks budaya, perkataan jengah memiliki konotasi sebagai semangat guna menumbuhkan inovasi untuk bangkit dari keterpurukan. Jengah merupakan dasar sifat-sifat dinamik yang menjadi pangkal segala perubahan dalam kehidupan masyarakat. Salah satu perang dalam diri sendiri adalah melawan rasa malas untuk berkegiatan sosial di masyarakat (Ngayah). Rahayu

Kamis, 24 Juli 2025

Ngayah Tradisi Umat Hindu Bali Warisan Leluhur | Sing Mragatang Empugan

 Sing Mragatang Empugan

Ngayah, semua orang sudah tahu, pekerjaan yang dilakukan dengan tulus ikhlas sering terkait dengan upacara keagamaan Hindu dalam masyarakat Bali dimanapun berada. Banyak sekali pekerjaan yang harus diselesaikan artinya dirubah dari bahan baku menjadi bahan jadi. Dari selembar busung dirubah menjadi sampian, aneka jejahitan yang indah. Dari sebatang bambu dirubah menjadi aneka bentuk uparengga, katik, klakat, dan banyak hal lain yang unik-unik. Ada bentuk-bentuk unik yang harus diwujudkan dari daging Babi, ada bentuk seni-seni yang indah yang harus dibentuk dari tepung beras, dan banyak hal lainnya bahkan yang sangat sulit, karena hanya orang-orang tertentu yang dapat mengerjakannya.



Proses Ngayah tidak semata-mata merubah dari bahan dasar menjadi bahan jadi, tetapi juga merupakan proses transfer ilmu, dari tidak terampil menjadi terampil, dari tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak mengerti menjadi mengerti. Bagaimana proses itu bisa terjadi, semata-mata karena ada ngayah yang dilakukan bersama-sama, guyub rukun saling interaksi satu sama lainnya. Untuk itulah kehadiran kita menjadi sangat penting dalam kegiatan Ngayah, agar bisa berinteraksi satu sama lainnya.



Hal-hal unik dalam sarana Upakara, Uparengga, Jejahiatan yang merupakan warisan leluhur kita ini, telah bertahan lama semata-mata karena terjadi transfer ilmu saat-saat Ngayah, saat-saat adanya piodalan. Memang dalam interaksi terkadang kita mendengar istilah Sing mragatang empugan dalam bahasa Bali berarti tidak menyelesaikan masalah atau tidak tuntas. "Sing" adalah kata untuk "tidak", "mragatang" berarti "menyelesaikan", dan "empugan" berarti "masalah" atau "persoalan". Jadi, frase ini secara harfiah berarti "tidak menyelesaikan masalah". 



Hal ini terjadi karena ‘macet’nya transfer ilmu saat-saat kegiatan Ngayah, atau adanya rasa malu saat kita tidak tahu apa yang harus dikerjakan, malu untuk bertanya, atau malu untuk berinteraksi dengan pengayah lainnya. Dalam nyanggra Pujawali 61 Pura Dharma Sidhi kegiatan Ngayah sangat sering dilaksanakan, dan akan menjadi tempat interaksi dan transfer ilmu antar generasi. Rahayu.

Senin, 21 Juli 2025

Sing Nawang Apa | Jadi Panak Bojog / Anak Kera dinamakan Apa.

 Sing Nawang Apa


Upacara ngunggahang Sunari, bertujuan untuk menyampaikan informasi tentang pelaksanaan upacara tersebut kesegala arah, dari sapta petala, sapta dewata sampai ke sapta sunia. Itulah sebabnya lubang yang terdapat dalam sunari itu berjumlah tujuh buah/sapta Brahman. 



Sunari/Sundari juga berarti indah, harmonis. Alunan suaranya yang indah itu akan mengundang perasaan yang damai, nyaman, tentram dalam melaksanakan ritual keagamaan. 


Dalam batang sunari tersebut terdapat pula hiasan Kera sebagai lambang Angin (Marut/maruti/Hanoman). Disisi lain Sunari juga bermakna “Sunar’/Sinar” dan I bermakna menuju, jadi dengan sunari kita diharapkan menuju pada kecerahan sinar. 


Anak kera juga juga bernama “Ape”, jadi karena “sing nawang ape” maka perlulah sinar pencerah agar dapat melaksanakan upacara dengan baik dan benar.


Seimbangkan antara upakara, susila dan tattwanya, karena itu merupakan yadnya, kalau menyimpang dari tattwanya disebut “buta”, kalau tidak memakai tatanan/susila yang benar disebut “tuli”, kalau tidak menggunakan upakara disebut “lumpuh”, kerjanya sia-sia, karena merupakan manipestasi dari tubuh kita. 


Maka dari itu marilah kita bersama belajar tentang hakekat upakara dan upacara, agar senantiasa kita memperoleh kedamaian dan kesejahteraan, karena dengan mengikuti tuntunan sastra kita berupacara akan memperoleh hasil yang maksimal.


Jadi Panak Bojog / Anak Kera dinamakan Apa.

Sabtu, 19 Juli 2025

Ngayah, Kalau Bukan Sekarang Kapan Lagi ?

 Ngayah, Kalau Bukan Sekarang Kapan Lagi ?


Ngayah ikhlas adalah tradisi gotong royong di Bali yang dilakukan dengan sukarela dan tanpa pamrih, terutama dalam konteks kegiatan sosial dan keagamaan. Ngayah ikhlas berlandaskan pada nilai-nilai keikhlasan, kebersamaan, dan pengabdian kepada masyarakat serta Tuhan. 



Ngayah merupakan warisan budaya Bali yang penting untuk dilestarikan, karena mengandung nilai-nilai luhur yang relevan dalam kehidupan bermasyarakat. 


Ngayah dilakukan tanpa adanya paksaan atau imbalan materi, murni karena kesadaran untuk membantu dan berkontribusi pada kegiatan bersama. Ngayah menekankan pada kerjasama dan saling membantu antar anggota masyarakat, memperkuat solidaritas dan keakraban. 


Ngayah dapat berupa berbagai kegiatan, seperti membersihkan tempat ibadah, membantu upacara keagamaan, menyediakan konsumsi untuk peserta upacara atau kegiatan sosial lainnya di lingkungan masyarakat. 


Ngayah sejalan dengan ajaran Karma Marga dalam agama Hindu, yang menekankan perbuatan baik sebagai jalan menuju Tuhan. Ngayah mengandung nilai-nilai luhur seperti keikhlasan, kebersamaan, solidaritas, dan pengabdian yang memperkuat tali persaudaraan dan harmoni dalam masyarakat. Melalui ngayah, seseorang juga dapat merasakan kedekatan dengan Tuhan melalui pengabdian dan perbuatan baik. 


Tradisi ngayah telah mengalami perubahan dengan nilai-nilai dan norma-norma masyarakat modern. Masyarakat modern sekarang memiliki gaya hidup yang efektif dan efisien. Masyarakat modern kini memiliki gaya hidup berdasarkan atas hal-hal yang bersifat efektif dan efisien. 


Walaupun tradisi ngayah dijalankan dengan cara yang lebih praktis dan efisien, nilai-nilai sosial masyarakat tetap terjaga seperti gotong royong, keikhlasan, dan toleransi antar sesama. Rahayu

Kamis, 17 Juli 2025

Beryadnya Banyak Godaannya | Panca Yadnya Agama Hindu

 Beryadnya Banyak Godaannya


Ungkapan "beryadnya banyak godaannya" dalam konteks agama Hindu mengacu pada tantangan dan godaan yang mungkin muncul saat melaksanakan yadnya (persembahan suci). Meskipun niatnya baik, godaan bisa datang dalam berbagai bentuk. Misalnya saat melakukan yadnya, seseorang mungkin mulai mengharapkan imbalan atau pujian atas perbuatannya, yang sebenarnya bertentangan dengan makna yadnya yang tulus ikhlas.



Terkadang, seseorang bisa terpengaruh oleh pelaksanaan yadnya orang lain, merasa kurang atau lebih, yang bisa mengurangi rasa syukur dan keikhlasan dalam beryadnya. Godaan untuk tidak fokus pada yadnya, seperti memikirkan hal-hal duniawi atau terbawa suasana, juga bisa menjadi tantangan tersendiri.


Melaksanakan yadnya secara rutin bisa menimbulkan rasa lelah dan bosan, sehingga mengurangi semangat dalam beryadnya. Terkadang, keterbatasan materi bisa menjadi godaan untuk tidak melaksanakan yadnya dengan baik atau bahkan meninggalkannya.


Oleh karena itu, penting untuk selalu ingat makna yadnya yang sebenarnya, yaitu persembahan suci yang tulus ikhlas kepada Tuhan dan sesama, serta berusaha untuk mengatasi godaan-godaan yang mungkin muncul. Dengan demikian, yadnya yang dilakukan akan memberikan manfaat spiritual yang lebih besar. 


Ada pula pernyataan "beryadnya banyak godaannya berasal dari bhuta kala" dalam konteks agama Hindu, khususnya dalam upacara Bhuta Yadnya, merujuk pada keyakinan bahwa godaan dan rintangan dalam melaksanakan yadnya (persembahan suci) berasal dari kekuatan negatif atau unsur-unsur alam yang tidak seimbang, yang disebut Bhuta Kala. 


Godaan dalam konteks ini bisa berupa berbagai macam, seperti gangguan dalam pelaksanaan upacara, kesulitan dalam mencapai tujuan yadnya, atau bahkan munculnya hal-hal negatif yang menghalangi kelancaran upacara. 


Bhuta Yadnya adalah upacara yang ditujukan untuk menyeimbangkan kekuatan negatif Bhuta Kala. Tujuannya adalah untuk memohon perlindungan dan menetralisir pengaruh buruk Bhuta Kala agar tidak mengganggu kehidupan manusia. 


Dapat kita lihat bersama, dalam setiap rangkaian Upacara yang kita laksanakan selalu melakukan Pecaruan. Rahayu

Selasa, 17 Juni 2025

Berantem waktu SD, ternyata banyak cerita lucu waktu kecil

 Cerita lucu lagi ; Berantem waktu SD, ternyata banyak cerita lucu waktu kecil


Berantem waktu SD, ternyata banyak cerita lucu waktu kecil. Aku kalo berangkat sekolah jalan kaki. Karena rumahku jauh dari desaku, maka sering kali berjalan sendirian, tidak seperti teman2 yg berangkat berame2 dari desa. Memang rumahku terpisah jauh dari desa.


Suatu hari, di sekolah belajar biasa, bermain biasa, jajan biasa, dan istirahat pun seperti biasa. Namum ada yg sedikit berbeda, hari itu sedikit apes, memang hari apes tidak ada di kalender 🤣.
Entah apa yg terjadi sehingga ada pertengkaran dengan teman kelas A, kebetulan aku kelas B. Temen yg biasanya baik berubah menjadi marah besar. Pertengkaran ini hanya dimulut, saling caci lah .. Naskleng ci... Bangsat ci.. Amah ndasne 🤣..
Ada satu ucapan yg ga masuk diakal .. Aku akan di cegat dan yuk berantem 😩
.. yen ci bani awas ci dimulihe " kalau kamu berani awas lu saat pulang ! . Begitu ancamannya .
Tentunya aku biasa saja , ach paling cuma gertakan saja.. aku pun pulang seperti biasa saat jam pulang . Entah kenapa di jalan yg sepi ada sesosok mahluk kecil terlihat ..
Wah ini beneran aku di cegat . Jalan aja seperti biasa sampai kita berhadap2an . Mai jani yen ci bani ! Ayo sekarang kalo berani tantangnya. Dan langsung mengerang ...
Bergelutlah aku sama dia hingga berguling2 ke pinggir jalan dan jatuh ke sawah 🤣🤣.. byurr basah berlumpur ...
Kebetulan ada yg lewat, di lerailah .. cenik2 be miyegan lakar dadi ape ci ... kecil2 dah berantem mau jadi apa nanti ??
Lucunya dimana ?

Sabtu, 07 Juni 2025

BANGSAT KUTU BUSUK TENGU DALAM SELIMUT

BANGSAT KUTU BUSUK TENGU DALAM SELIMUT 

Seperti pepatah mengatakan "Musuh dalam Selimut" kini ada juga "Bangsat dalam Selimut". Pepatah ini  adalah peribahasa Indonesia yang berarti orang yang dekat atau terdekat yang diam-diam berkhianat atau menjadi musuh. Musuh tersebut seolah-olah berada di samping kita, di dalam selimut yang sama, sehingga sulit untuk dikenali dan bahayanya tidak terasa. Peribahasa ini sering digunakan untuk menggambarkan situasi di mana seseorang dikhianati oleh orang yang seharusnya menjadi teman atau keluarga. 

Bagaimana arti "Bangsat dalam Selimut" sepertinya belum ada pepatah ini. Jika disimak secara pelan-pelan mungkin artinya akan sama. Sama-sama menyakiti kita dari dalam. Karena kita berselimut untuk menahan serangan dari luar, tetapi Bangsat itu sudah ada dalam selimut terlebih dahulu. 



Kamis, 05 Juni 2025

GUBERNUR BANTEN ANDRA SONI HADIRI DHARMA SANTHI UMAT HINDU PROVINSI BANTEN 2025

GUBERNUR BANTEN ANDRA SONI HADIRI DHARMA SANTHI UMAT HINDU PROVINSI BANTEN 2025, yang digelar di Hall QBIG BSD City . Sebanyak 1600 umat Hindu hadir dalam Dharma Santhi Terbesar Umat Hindu Provinsi Banten yang pernah dilaksanakan dalam rangka Merayakan Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1947.


 

DHARMA SANTHI BANTEN 2025


HINDU PROVINSI BANTEN


HARI RAYA NYEPI


TAHUN BARU SAKA 1947


MANAWA SEWA MADAWA SEWA


 

#dharmasanthibanten #hindubanten #harirayanyepi #tahunbarusaka #manawasewa #madawasewa


#sahabatbaliku #gargitaswara #balinesegamelan #balinesedance #balinesemusic #gamelanbali #sahabatgamelan #balineseculture #balinesetradition #balinesetrip #gamelandance #hindubanten #hindujawa #hindubali #bantenhindu #gongbalilawas

 

DHARMA SANTHI BANTEN 2025, HINDU PROVINSI BANTEN, HARI RAYA NYEPI, TAHUN BARU SAKA 1947, MANAWA SEWA MADAWA SEWA, ANDRA SONI, GUBERNUR BANTEN, Sahabat Baliku, Balinese gamelan, balinese dance, balinese music, gamelan bali, sahabat gamelan, balinese culture, balinese tradition, gamelan dance, hindu jawa, hindu bali, hindu banten, banten hindu, gong bali lawas,

Senin, 26 Mei 2025

NASKLENG Siapa Bilang Jam 5 Pagi !! | Sebuah Cerita Lucu

Sudah lama ga cerita2 lucu masa lalu. Nah ini ada lagi yang lucu waktu kecil, kelas 5 SD. Kita sering belajar kelompok, tempatnya di ruang belajar, SD Inpress. Jadi dulu kita belajar kelompok senja (sandikala) kembali bertemu di sekolah. Jaman itu blum ada hp, tapi yakin aja kalo temen2 pasti datang sesuai janji. Betul juga, kita selalu datang tepat waktu, tiba di sekolah senja hari. Selain membawa buku pelajaran juga membawa lampu minyak tanah, damar sentir.



Kalo diliat kegiatan belajarnya sih ga seberapa, tapi main nya yang lebih banyak J . Kadang bawa cemilan. Lebih banyak ‘nyatua’ atau ngobrolnya. Namanya juga anak2. Selain belajar, kita juga tidur nya di kelas itu, pulang biasanya pagi2 jam 4 tan, sampe rumah mandi dan berangkat lagi ke sekolah untuk belajar biasa. Sepulang sekolah janji lagi, tuk belajar kelompok pada senja hari di sekolah. Okey !!

Mana cerita lucunya ? Nah ini kelucuannya. Suatu hari kita belajar malam di sekolah seperti biasa. Feeling akan waktu memang sudah melekat pada jiwa kita, tahu jam tanpa jam tangan. Bermodalkan lonceng dari Denzipur yang selalu dipukul sebagai penanda jam, ini terdengar sangat jelas walau berjarak sekitar 1.5 km dari sekolah.

Lucunya begini, entah siapa yang salah, seorang teman bilang ‘ sudah jam 5 yuk kita pulang ‘! . mulailah kita bergegas untuk pulang. Keluarlah kita dari kelas, berjalan di jalan yang sepi, sunyi tak seperti biasanya yang kadang ada orang berolah raga, atau pedagang2 pasar membawa obor yang kita jumpai.

Sampai jauh belum juga ada tanda-tanda bahwa itu jam 5, nah … keluarlah seorang bapak-bapak dari salah satu rumah, dan berkata “anak-anak mau kemana ? “ . Lari pagi dan sekalian pulang pak ! . Bapak itu heran dan berkata “ ini masih jam 1 pagi …!! Sana pulang !!”

Ha hahaha ahaha .. Jadilah kita kabur berlarian kembali ke sekolah, dan pada marah2an sama temen J. Sapa yang bilang jam 5 !!! naskleng …

Maaf ga ada foto waktu SD

Rabu, 21 Mei 2025

TABUH SENDRATARI RAMAYANA

TABUH SENDRATARI RAMAYANA

Sahabat Baliku Gamelan Channel : Pecinta dan Dokumentator kegiatan seni musik tradisional bali yang terkenal dengan nama gamelan. Kelompok pemain Gamelan Bali disebut Sekeha Gong. Permainan gong Bali disebut Tabuh atau Tetabuhan.

Sebagai Pecinta Seni Gamelan saya juga memainkan Jublag atau Calung dan tergabung dalam Sekaha Gong Gargita Swara banjar Ciledug Tangerang Banten.

Sebagai Dokumentator Seni Gambelan, Saya mendokumentasikan kegiatan Upacara Panca Yadnya Hindu Banten dan Pura Dharma Sidhi Tangerang.

Sahabat Gamelan Bali Channel juga menampilkan kegiatan belajar tabuh, belajar gamelan bali, belajar pukulan jublag, Tabuh Kreasi Baru Terbaik, Tabuh Lawas Terbaik, Tabuh Angklung Kremasi, Tabuh Tari Bali, Seni Budaya Bali, Seni Budaya Banten, Seni Budaya Jawa, Gong Bali Lawas.

Jumat, 02 Mei 2025

Hindu Mengembangkan Hati Belas Kasih

Hindu Mengembangkan Hati Belas Kasih

Om Swastiastu;

Om Anobhadrah krtavoyanthu visvatah ; semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru

 

Pinandita Lanang Istri yang sudah disucikan yang saya hormati

Yang saya hormati; Sesepuh dan Penasehat Banjar

Yang saya hormati; Ketua dan Pengurus Banjar Ciledug

Yang saya hormati; ketua dan Pengurus Tempek se Banjar Ciledug

Dan Umat Sedharma yang berbahagia.

 


Pada hari ini saya ……………….. akan membawakan Dharma Wacana yang berjudul Hindu Mengembangkan Hati Belas Kasih

 

Pertama-tama saya menghaturkan rasa puja dan puji syukur kehadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa, Sesuhunan Yang Melinggih di Pura Dharma Sidhi karena atas asung kerta waranugraha-Nya lah saya dan kita semua dapat hadir dalam persembahyangan ini dalam keadaan sehat walafiat.

 

Bapak-Ibu Umat Sedharma yang berbahagia;

 

Manusia itu “dewa ya bhuta ya”, apapun bentuk-bentuk pikiran-perasaan yang muncul itu adalah manusiawi dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari diri kita sendiri. Guna dapat menemukan kesadaran diri perlu kita mengembangkan hati penuh belas kasih dan melakukan kebaikan.

Di dalam berbagai buku-buku suci Hindu, dipaparkan secara sangat jelas mengenai pentingnya mengembangkan hati penuh belas kasih dan banyak-banyak melakukan kebaikan.

Bentuk-bentuk belas kasih dan kebaikan yang bisa kita lakukan sangatlah banyak dan beragam. Bisa berupa pemberian material berupa uang, barang, pakaian, makanan, dsb-nya.

Atau dengan hanya tersenyum ramah kepada orang lain itu juga merupakan suatu bentuk kebaikan.

Umat Sedharma yang berbahagia;

 

Praktek agama, praktek spiritual, atau praktek religius manapun akan dangkal dan tidak pernah bisa dalam kalau tanpa dilandasi hati yang penuh belas kasih dan kebaikan kepada semua mahluk.

Dalam Atharva Veda XI.8.2 disebutkan :

Tapas caiva-astam karma ca

Antar mahati-arna ve

Artinya :

Keteguhan Tapa [pengendalian diri] dan ketekunan melaksanakan karma baik adalah satu-satunya sumber keselamatan di dunia yang mengerikan ini.

Atharva Veda menjelaskan bahwa dalam keberadaan kita sebagai mahluk, sumbe keselamatan kita sangat terbatas dan itupun sepenuhnya tergantung kepada diri kita sendiri.

Sangat penting dalam hidup ini untuk terus-menerus secara tekun banyak-banyak melakukan kebaikan, karena dampaknya yang sangat terang dan mulia.

Umat Sedharma yang berbahagia;

 

Dalam kisah tentang pesamuhan agung para mahluk, Brhadaranyaka Upanishad menyebutkan bahwa ada tiga landasan spiritual yang terpenting bagi para dewa, manusia dan ashura, yaitu :

·         DAYADHVAM : hati yang penuh belas kasih

·         DATTA : tekun dan banyak melakukan kebaikan] dan,

·         DAMYATA : menjaga jarak dengan seluruh kecenderungan yang muncul dari badan, pikiran dan perasaan, atau dalam bahasa sederhana dan mudah dimengerti yaitu melakukan pengendalian diri.

 

Umat Sedharma yang berbahagia;

 

Dalam Rig Veda I.33.6 disebutkan

Rtasya nah patha naya

Ati visvani durita

Artinya :

Semoga Engkau menuntun kami ke jalan hidup yang penuh perbuatan kebaikan-kebaikan, sehingga dengan demikian kami bisa meniadakan semua kekalutan pikiran.

Dalam sloka Rig Veda ini dijelaskan tentang pentingnya mengembangkan hati belas kasih dan perilaku penuh kebaikan. Karena itu secara pasti akan dapat meniadakan berbagai bentuk kegelapan pikiran.

 

Umat Sedharma yang berbahagia;

 

Dalam Yoga Sutra 1.33 disebutkan :

Maitri karuna muditopeksanam

Sukha duhkha punyapunya visayanam

Bhavanatas citta prasadanam

Artinya :

Dalam kehidupan sehari-hari, pikiran dapat dimurnikan dengan keramahan dan kehangatan kepada orang yang sedang bahagia, dengan belas kasih dan kebaikan kepada orang yang sedang sengsara, dengan mendukung dan membantu orang yang baik hati, serta dengan tidak menghakimi dan menilai [bersikap netral]  kepada orang yang kita rasa jahat atau salah.

Dalam Yoga Sutra dipaparkan secara jelas tentang pentingnya mengembangkan hati yang penuh belas kasih dan perilaku penuh kebaikan. Karena hal itu akan memurnikan samskara [kesankesan pikiran], yang memberikan kita kedamaian pikiran dan jalan yang terang.

 

Belas kasih dan kebaikan tidak hanya berguna bagi mahluk lain, tapi terutama sekali sangat berguna untuk diri kita sendiri.

Apapun yang kita ucapkan dan lakukan sesungguhnya tidak saja menghasilkan karma, tapi sekaligus juga secara pasti akan memantul balik ke dalam kondisi pikiran kita sendiri.

 

Bapak-Ibu Umat Sedharma yang berbahagia;

 

Harapan saya dari apa yang telah  saya sampaikan dapat bermanfaat bagi kita semua, Jika ada kekurangan dalam penyampaian dharma wacana ini saya mohon maaf. Karena tidak ada manusia yang sempurna, tiada gading yang tak retak. Akhir kata saya tutup dengan paramasantih.

Om Santih, Santih, Santih Om...

 

Rabu, 30 April 2025

Sattvik, Rajasik dan Tamasik ; Keyakinan Tiga Kali Lipat

Keyakinan Tiga Kali Lipat

 

Om Swastiastu;

Om Anobhadrah krtavoyanthu visvatah ; semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru

 

Pinandita Lanang Istri yang sudah disucikan yang saya hormati

Yang saya hormati; Sesepuh dan Penasehat Banjar

Yang saya hormati; Ketua dan Pengurus Banjar Ciledug

Yang saya hormati; ketua dan Pengurus Tempek se Banjar Ciledug

Dan Umat Sedharma yang berbahagia.

 


Pada hari ini saya ……………….. akan membawakan Dharma Wacana yang berjudul Keyakinan Tiga Kali Lipat

 

Pertama-tama saya menghaturkan rasa puja dan puji syukur kehadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa, Sesuhunan Yang Melinggih di Pura Dharma Sidhi karena atas asung kerta waranugraha-Nya lah saya dan kita semua dapat hadir dalam persembahyangan ini dalam keadaan sehat walafiat.

 

Bapak-Ibu Umat Sedharma yang berbahagia;

 

Pada Dharma Wacana hari ini, saya akan menyampaikan hal-hal yang terkait dengan keyakinan kita sebagai umat Hindu yang disampaikan dalam Bhagawadgita.

 

Yang pertama ; Bagaimana kita tahu makanan apa yang baik untuk dimakan ?

 

Ada tiga jenis makanan, (Gita 17.07-10).

 

Makanan yang memberikan umur panjang, kebajikan, kekuatan, kebahagiaan, dan kegembiraan yang lezat, halus, sari pati yang penting, dan bergizi. Makanan sehat semacam ini yang terbaik. Makanan itu disebut Sattvik atau makanan sehat.

 

Makanan yang sangat pahit, asam, asin, pedas dan berminyak disebut makanan Rajasika atau makanan tidak berguna. Makanan seperti itu tidak sehat, menyebabkan penyakit, dan harus dihindari.

 

Makanan yang tidak dimasak dengan baik, basi, hambar, busuk, dibakar, sisa, dan tidak murni (seperti daging dan alkohol) disebut makanan Tamasik atau buruk. Seseorang tidak boleh makan makanan seperti itu.

 

Yang kedua ; Bagaiamana seharusnya kita berbicara kepada orang lain ?

 

Kamu tidak boleh berbohong. Kata-katamu tidak boleh kasar, pahit, keji, atau menghina. Kata-katamu harus manis, bermanfaat, dan jujur. (Gita 17.15). seseorang yang berbicara sopan memenangkan hati semua dan disukai oleh semua orang. Orang yang bijaksana seharusnya mengatakan kebenaran jika bermanfaat dan tetap diam jika menyakitkan. Membantu mereka yang membutuhkan adalah ajaran universal.

 

Bapak-Ibu Umat Sedharma yang berbahagia;

Yang ketiga ; Bagaimana seharusnya kita membantu orang lain ?

 

Adalah tugas kita untuk membantu mereka yang kurang beruntung dan tidak dapat menolong diri mereka sendiri. Bantu siapa saja yang membutuhkan bantuan, tetapi jangan mengharapkan imbalan apapun. Berdana punia tidak hanya hal yang terbaik, tetapi juga merupakan satu-satunya kegunaan dari kekayaan.

 

Kita semua harus membantu dengan tujuan baik. Memberi kembali apa yang menjadi milik dunia. Tapi ada tanggung jawab. Uang yang diberikan dalam derma harus diperoleh dengan benar. Dan kita harus pastikan bahwa penerima uang tidak  akan menggunakan bantuan itu untuk tujuan kejahatan. (Gita 17.20-22)

 

Yang keempat ; Apa Tuhan akan memberikan apa yang kita inginkan jika kita berdoa tulus untuk itu ?

 

Penuh keyakinan kepada Tuhan membuat sesuatu terjadi. Tidak ada yang mustahil bagi keyakinan. Keyakinan menimbulkan mukjizat. Kita harus memiliki keyakinan sebelum memulai pekerjaan.

 

Dikatakan dalam Gita bahwa kita dapat menjadi apa pun yang kita mau jika kita selalu berpikir tentang hal itu dan berdoa kepada Tuhan dengan keyakinan. (Gita 17.03). selalu pikirkan tentang apa yang kamu inginkan, dan impianmu menjadi kenyataan.

 

Ringkasan

Ada tiga jenis makanan  - Sattvik, Rajasik dan Tamasik – dan ketiganya mempengaruhi kesejahteraan kita. Katakan kebenaran dengan cara yang menyenangkan . Memberi derma kepada orang orang yang layak, dan memberikan dengan bijak untuk menghindari penyalahgunaan. Kita bisa menjadi apapun kita kehendaki jika kita bekerja keras kearah tujuan kita.

 

Demikian kami sampaikan, Dharma Wacana, Keyakinan Tiga Kali Lipat  ini, atas segala perhatiannya diucapkan terimakasih, Semoga apa yang kami sampaikan, dapat bermanfaat.

Akhir kata, kami sampaikan Parama Shanti,

Om Santih, Santih, Samtih, Om

Selasa, 29 April 2025

Brahma, Vishnu, Shiva : Yang Maha Agung

 Brahma, Vishnu, Shiva : Yang Maha Agung

Yang Maha Agung

 

Om Swastiastu;

Om Anobhadrah krtavoyanthu visvatah ; semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru

 

Pinandita Lanang Istri yang sudah disucikan yang saya hormati

Yang saya hormati; Sesepuh dan Penasehat Banjar

Yang saya hormati; Ketua dan Pengurus Banjar Ciledug

Yang saya hormati; ketua dan Pengurus Tempek se Banjar Ciledug

Dan Umat Sedharma yang berbahagia.

 

Pada hari ini saya ……………….. akan membawakan Dharma Wacana yang berjudul Yang Maha Agung

 


Pertama-tama saya menghaturkan rasa puja dan puji syukur kehadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa, Sesuhunan Yang Melinggih di Pura Dharma Sidhi karena atas asung kerta waranugraha-Nya lah saya dan kita semua dapat hadir dalam persembahyangan ini dalam keadaan sehat walafiat.

 

Bapak-Ibu Umat Sedharma yang berbahagia;

 

Jiwa Agung juga disebut Dia Yang Maha Tinggi, Yang Mutlak, Bapa, Ibu, Tuhan, Ishvara, dan banyak nama lain. Jiwa Agung disebut ParaBrahma, Paramatma, ParamaShiva, atau Krishna dalam bahasa Sansekerta.

 

Jiwa Agung adalah sumber atau akar dari segalanya. Tidak ada yang lebih tinggi dari Jiwa Agung.

 

Jiwa adalah bagian dari Jiwa Agung yang menyebar dan mendukung seluruh kosmos.

 

Sedangkan Dewata (Deva, Devi), seperti Brahma, Shiva dan Vishnu, dan yang lainnya, adalah manifestasi dari Brahman.

 

Masing-masing jiva, seperti semua mahluk hidup, adalah perluasan Dewata.

 

Umat Sedharma yang berbahagia;

 

Jika tertinggi tidak berubah dan ada selamanya. Dewata keluar dari Brahman dan memiliki rentang hidup yang sangat panjang. Sedangkan individu atau mahluk hidup memiliki hidup sangat terbatas.

 

Jika diumpamakan penciptaan dengan pohon, maka Brahman adalah akar dan batang pohon. Kosmos adalah cabang-cabang pohon, dan kitab suci, seperti Veda, Upanisad, dan Gita, adalah daunnya. Masing-masing jiva, seperti mahluk hidup, adalah buah-buah dan bunga-bunga dari pohon.

 

Umat Sedharma yang berbahagia;

 

Seluruh dunia yang kelihatan, seperti matahari, bulan, bumi, planet-planet lain, dan galaksi diciptakan oleh Deva Brahma dan dipelihara oleh Deva Vishnu dan dilebur oleh Deva Shiva.

 

Ingatlah bahwa, Brahma, Vishnu, Shiva adalah manifestasi dari Jiwa Mahatinggi (Paramatma) atau Brahman. Energi cahaya matahari juga datang dari Brahman.

 

Para bijak mengatakan kepada kita bahwa segala sesuatu tidak lain hanyalah bentuk lain Brahman Yang Mahatinggi. Brahman ada di dalam dan di luar segalanya. Dia menjadi segalanya. Yang Satu telah menjadi semua.

 

Dia juga turun ke dunia dalam bentuk manusia untuk menegakkan kebenaran dan moral (Dharma) bila diperlakukan. (Gita 4.07-08).

 

Berikut adalah satu cerita ketika Tuhan Agung sendiri menjelma sebagai Krishna sekitar 5.100 tahun yang lalu.

 

Umat Sedharma yang berbahagia;

 

Cerita tentang Krishna Kecil

 

          Krishna Kecil mempunyai kakak angkat laki-laki bernama Balarama. Keduanya biasa bermain bersama-sama di desa Gokul. Krishna dilahirkan oleh Ibu Devaki. Nama ayahnya adalah Vasudeva.

 

Krishna juga disebut Vasudeva. Krishna menghabiskan masa kecil-Nya di bawah asuhan Yashoda. Ketika baru lahir di penjara, Krishna diseludupkan ke luar penjara dan dititip pada Yasoda dan suaminya Nanda, karena Kamsa, Raja Yadava, pamannya, kakak dari ibunya bersumpah akan membunuh setiap anak lelaki Devaki yang diramalkan akan membunuhnya.

 

Kamsa telah membunuh 6 anak lelaki Dewaki sebelumnya, dan memenjarakan pasangan ini. Balarama dan Krishna adalah anak-anak kesayangan para pemerah susu di desa itu.

 

Ibu mereka sangat mencintai mereka. Yashoda dan Rohini (Ibu Balaram) memberikan pakaian berwarna-warni pada mereka. Krishna dengan pakaian kuning dengan Mahkota bulu merak pada rambut-Nya, dan Balarama dengan warna biru.

 

Kedua anak laki-laki ini pergi dari satu tempat ke tempat yang lain, mempunyai teman kemanapun mereka pergi. Kemanapun mereka pergi selalu membuat masalah!

 

Suatu hari, mereka bermain di luar dengan beberapa anak laki-laki lainnya, menggali tanah, membuat kue lumpur sehingga menjadi sangat kotor. Setelah beberapa saat, salah seorang anak laki-laki yang lebih tua berlari ke ibu Yashoda dan berkata, “Krishna sangat nakal, Dia makan tanah liat!” Yashoda kesal pada kelakuan putranya. Dia juga pernah mendengar keluh dari warga desa lain bahwa krishna telah mencuri mentega dari rumah mereka.

 

Dia keluar dari rumahnya dan bertanya dengan marah kepada Krishna, “Apakah kamu benar-benar memakan tanah liat, Krishna? Berapa kali aku bilang jangan makan sembarangan!”

 

Krishna tidak mau dihukum, sehingga ia menggoda ibu Yashoda. Dia membuka mulut-Nya lebar dan berkata, “Lihat, Ibu, aku belum makan apa-apa, Anak-anak ini hanya berbohong agar aku kena hukuman.”

 

Yashoda melihat ke dalam mulut Krishna. Di sana, di mulut anak kecil itu, ia melihat seluruh alam semesta – Bumi dan bintang-bintang, ruang kosong yang lebar, dan seluruh galaksi Bima Sakti, lautan dan gunung-gunung, matahari dan bulan.

 

Semua ada di dalam mulut-Nya. Ia sadar bahwa Krishna adalah jelmaan Deva Vishnu, dan ia segera menjatuhkan diri di hadapan-Nya dan menyembah-Nya.

 

Umat Sedharma yang berbahagia;

 

Tetapi Krishna tidak ingin disembah oleh ibu-nya. Dia hanya ingin ibunya mencintai-Nya sama seperti seorang ibu mencintai anak-anak mereka. Dia bisa saja turun ke dunia dalam bentuk apapun untuk melawan kejahatan, tetapi Dia suka menjadi seorang anak kecil bagi seorang ibu dan seorang ayah yang telah melakukan banyak praktek spiritual yang sulit untuk memliki Tuhan sebagai anak mereka. Krishna kecil menyadari bahwa triknya merupakan kesalahan besar!

 

Dengan cepat, Dia menyebarkan kekuatan Maya-Nya. Menit berikutnya Yashoda memangku anaknya seperti biasa, tanpa ingat sekali apa saja yang baru saja dilihatnya di mulut Krishna.

 

Umat Sedharma yang berbahagia;

 

Tuhan juga datang sebagai orang suci atau guru untuk mengejar kita dari waktu ke waktu. Berikut adalah kisah tentang seorang suci:

 

Cerita Tentang Shri Ramakrishna

Tuhan turun ke dunia ini sebagai Ramakrishna, lahir pada 18 Februari 1836, di desa Kamarpukur di Bengala Barat. Sebagian besar kisah-kisah yang saya ceritakan kepadamu berasal dari “Kisah dan Perumpamaan Shri Ramakrishna.”

 

Swami Vicekananda adalah seorang muridnya yang paling terkenal. Swami Vivekananda adalah Yogi  Hindu pertama yang datang ke Amerika Serikat pada tahun 1893. Ia mendirikan Vedanta Society (Masyarakat Vedanta) di New York.

 

Ramakrishna menjalani kehidupan yang sangat sederhana, tergantung pada Tuhan untuk makanan dan kebutuhan hidup lainnya sehari-hari. Ia tidak mau menerima uang. Ia menikah dengan Sarada Ma, yan ia pelakukan seperti ibunya dan tidak punya anak.

 

Sarada Ma biasa memberitahu muridnya: “Jika kamu ingin ketenangan pikiran, jangan melihat kesalahan orang lain, melainkan lihat ke diri sendiri. Tidak ada orang asing; seluruh dunia adalah dirimu sendiri. “

 

Umat Sedharma yang berbahagia;

 

Ciptaan bisa berubah dan tidak bertahan selamanya. Ciptaan memiliki jangka hidup terbatas. Brahman atau Atma tidak berubah dan abadi. Ia adalah penyebab dari segala sebab. Krishna juga biasa disebut Brahman atau Yang Mahatinggi.

 

Dia juga disebut mutlak karena Dia tidak memiliki asal-usul. Segala sesuatu di alam semesta berasal dari Brahman. Seluruh dunia dan semua mahluk diciptakan oleh Brahma, sang pencipta; dipelihara oleh Vishnu dan dihancurkan oleh Shiva.

 

Bapak-Ibu Umat Sedharma yang berbahagia;

 

Harapan saya dari apa yang telah  saya sampaikan dapat bermanfaat bagi kita semua, Jika ada kekurangan dalam penyampaian dharma wacana ini saya mohon maaf. Karena tidak ada manusia yang sempurna, tiada gading yang tak retak. Akhir kata saya tutup dengan paramasantih.

Om Santih, Santih, Santih Om...