Selasa, 29 Oktober 2013

6 Cara Mudah Menjaga Kesehatan Blog Anda

broken link
FREE Broken Link Checker
Untuk pertama kalinya Rare Angon posting sesuatu yang berhubungan dengan dunia blog. Selama ini Rare Angon 'sibuk' dengan artikel keagamaan, budaya, sosial, masyarakat Bali, dan tentang Bali lainnya. He he ... tidak apalah namanya juga nge-blog berbagi sesuai dengan hobby kita masing-masing.


Tentunya bagi Blogger yang sangat senang dengan SEO, posting tentang Search Engine Optimization pasti pula telah mengetahui berbagai teknik untuk meningkatkan SEO tersebut adalah : Ada yang 
  1. Blogwalking, 
  2. Update Artikel, 
  3. Metatag, 
  4. Submit Link,  
  5. Tukar LINK 
  6. Broken LInk Checker


dan lain sebagainya. Selama ini Rare Angon telah pula mengikuti semua 'arahan' dari artikel-artikel SEO tersebut. Menjaga Kesehatan Blog sangat penting dalam dunia blogger, agar SEO dalam blog semakin bagus, harapan kita nge-blog semakin menjadi kenyataan. Salah satu yang dapat menyebabkan SEO kita tidak bagus karena adanya Broken LINK atau LINK MATI dalam artikel atau dalam konten blog kita. Untuk mengetahui adanya LINK MATI dalam blog dapat menggunakan layanan gratis dari Broken LINK Checker.

Dengan Free Broken Link Checker ini kita dapat mengetahui Broken Link atau LINK MATI pada blog kita, selain itu program ini juga menunjukan lokasi letak link tersebut. Misalnya LINK MATI ada pada komentar-komentar. Broken LINK checker ini sangat mudah dipergunakan oleh Blogger, hanya menuliskan URL blog kita, setelah itu akan di scan dan secara otomatis ditunjukkan kerusakan, kesalahan, ataupun Link yang tidak bagus atau LINK MATI dalam blog kita. Sangat mudah. Namun membutuhkan kesabaran untuk menunggu hingga scan selesai. Setelah itu LINK MATI atau broken link dalam blog harus segera kita hapus.

Banyak link yang menjadi LINK MATI dalam blog kita disebabkan karena blog yang bersangkutan telah ditutup, atau blogger tersebut tidak aktif (berhenti), atau sengaja memasang LINK MATI ... wah kalo yang ini kebangetan ...

Inilah hal yang Rare Angon kerjakan untuk menjaga kesehatan Blog selain hal-hal diatas, yaitu mengetahui Broken Link dalam blog kita. Tidak harus setiap hari atau setiap minggu, namun cukup secara periodik dengan waktu diserahkan ke masing-masing admin Blog. 

Dengan program online dari Free Broken Link Checker atau Online URL Validator.  
Silakan Klik disini.

Sabtu, 26 Oktober 2013

Brahmana Ksatrya Wesya Sudra : Catur Warna

Rumah Bali lantai di beton
Tiang Nak Jaba "Kawula"
Masyarakat Bali, berdasarkan strukturnya dapat dibedakan menjadi empat golongan, yaitu Wangsa Brahmana, Ksatrya, Wesya dan Sudra. Dalam hal ini masyarakat Bali yang dimaksud adalah yang menganut agama Hindu, bagaimana dengan masyarakat Bali yang beragama lain ? Bukankah masyarakat Bali sejak dahulu telah menganut agama Islam, Kristen, Katolik ataupun Budha ? Walaupun dengan prosentase yang kecil dibandingkan dengan umat Hindu yang mayoritas. 

Sistem pelapisan sosial masyarakat Bali didasarkan atas keturunan ini dapat dilihat dari keempat golongan di atas status-nya akan turun menurun kepada anak cucunya. Keempat penggolongan sering disebut dengan istilah catur kasta, catur warna, catur janma atau catur wangsa. Semua istilah tersebut mengacu kepada pengertian keturunan atau kelahiran yang berasal dari satu keturunan.

Dari petikan Bhagawadgita pembagian catur warna itu didasarkan atas sifat dan pekerjaan. Pembagian warna hanyalah didasarkan atas kewajiban dan pembawaannya di dunia ini. Jika hal tersebut dapat dikatakan sebagai sumber adanya catur warna atau catur kasta, tidaklah sesuai dengan keadaan di Bali. Keempat wangsa yang ada di Bali tersusun berdasarkan jenjang yang bertingkat-tingkat, dimana wangsa Brahmana dipandang sebagai yang tertinggi diikuti Ksatrya, Wesya dan Sudra dibawahnya. Ini disebabkan, karena masing-masing golongan merasa berasal dari golongan tertentu yang pada zaman dulu memiliki pengaruh dalam tata pemerintahan. 




Golongan Brahmana adalah golongan yang dianggap paling mengetahui isi kitab-kitab suci. Merekalah yang disebut para alim ulama yang memberikan penjelasan-penjelasan kepada raja. Golongan Brahmana ini dipercaya mengurusi soal pengadilan sipil, kriminal, dan soal-soal yang menyangkut rohaniah. Brahmana dibagi-bagi menjadi dua golongan, yaitu Brahmana Siwa dan Brahmana Boda. Brahmana Siwa dibagi lagi kedalam keturunan Brahmana Kemenuh, Brahmana Manuaba, Brahmana Mas, Brahmana Antapan, dan Brahmana Keniten
Baca juga tentang Klasifikasi Pendeta Brahmana. Klik disini.

Brahmana Siwa disebut sebagai keturunan Pendeta Nirartha yang menurunkan kelima cikal bakal Brahmana di Bali. Sedangkan Brahmana Boda dikatakan sebagai keturunan dari Danghyang Astapaka yang tinggal di Budakeling, Karangasem. Gelar-gelar yang digunakan bagi klen-klen Brahmana adalah Ida Bagus, untuk anak laki-laki dan Ida Ayu untuk anak perempuan. Bagi mereka yang berasal dari keturunan Brahmana dengan ibu yang berasal dari kasta lain (rendahan), maka gelar yang digunakan Ida Wayan, Ida Made, Ida Nyoman dan lain-lain.


Golongan Ksatrya dibagi menjadi tiga golongan yang lebih kecil, yaitu Ksatrya Utama (dalem), Ksatrya Madya (predewa), Ksatrya Nista (prengakan), prebagus, (presangyang). Yang termasuk golongan  Ksatrya Dalem adalah golongan raja-raja dan keturunannya. Mereka ini dianggap sebagai keturunan dari Sri Kresna Kepakisan, seorang bupati yang diangkat oleh Maha Patih Gaja Mada untuk memerintah Bali sekitar tahun 1343. 
Ksatrya Dalem yang lama tidak menjalankan pemerintahan, maka tingkatannya akan turun menjadi predewa, prengakan atau prebagus. Gelar untuk wangsa Ksatrya ini diantaranya Cokorda untuk raja-raja. Gelar untuk predewa, prebagus dan presangyang untuk laki-laki adalah Dewa Bagus, Ngakan, atau pungakan bagus, atau Sang. Pihak perempuan dipanggil Dewa Ayu, Desak dan Sang Ayu.

Golongan Wesya disebut sebagai keturunan dari tiga orang laskar Majapahit, yaitu, Tan Kober, Tan Kawur, Tan Mundur. Keturunan mereka bergelar Gusti, Gusi, Si, Sang, Sayu.

Golongan kasta Sudra sering disebut juga kaum jaba yang artinya golongan yang berada di luar puri (pemerintahan). Ada juga yang menyebut golongan ini dengan sebutan "Kawula" yang berarti abdi atau rakyat kebanyakan. Kasta Sudra dibagi menjadi tiga golongan yaitu, utama, madya dan nista. Sudra utama terdiri dari Kula Wisuda yaitu untuk mereka yang mendapat anugerah dari raja, karena mereka diberi kekuatan atas kelompok kerja kerajaan. Golongan Kula Wisuda ini sering disebut dengan wargi atau wesya yang diturunkan kastanya. Kemungkinan besar mereka terdiri dari bekas bangsawan Bali Kuno yang terdesak oleh kekuasaan Majapahit. Termasuk ke dalam warga wargi atau prebali ini diantaranya Pasek, Bendesa, Kabayan, Pertinggi, dan Gaduh. Gelar bagi golongan ini adalah Gusi, Si, Putu, Jro, Gede, Nengah dan lain-lain.

Ada lagi kelompok pendeta rakyat yang terdiri dari tiga grup yaitu para Sengguhu, Pande dan Dukuh. Menurut usana Jawa para Sengguhu itu dulunya adalah Brahmana asli yang diturunkan derajatnya. Sedangkan para Pande menganggap kelompoknya sebagai jenis manusia mulia, oleh karena mereka mengerti bekerjanya api yang mereka percayai yang berpusat di Gunung Batur. Lantaran kesaktiannya itu mereka mengerjakan senjata dan alat-alat perang. Sebagai gelarnya, lantas di muka namanya memakai I Pande, sedangkan pemimpinnya yang telah ditasbihkan menyebut dirinya Mpu.

Kunjungi Website Ida Pandita Mpu Jaya Prema Ananda, Wartawan Jadi Pendeta. Klik disini

Mengenai para Dukuh tidak diketahui benar asal-usulnya. Mereka disebut Sudra membersih (sudra yang ditasbihkan atau disucikan). Di daerah Karangasem Sengguhu atau Dukuh ini dianggap sama, sejenis pertapa yang sering disebut topodara. Mereka banyak terdapat di pegunungan Seraya, Karangasem. Gelar para Dukuh yang ditasbihkan adalah Jero.

Golongan Sudra Madya dibentuk oleh kelas masyarakat Sudra dengan gelar gede, dan orang-orang ini juga dinyatakan sebagai wargi. Sedangkan golongan Sudra Nista disebut juga tani kelen atau penegen. Gelar mereka adalah I untuk laki-laki dan Ni untuk perempuan.

Sumber bacaan Buku Babad Bali Baru oleh N.Putrawan. (RANBB)
Insert foto : Rumah Tiang di Gianyar

Rabu, 23 Oktober 2013

Tri Hita Karana : Alam Adalah Universitas Abadi

Batang kayu ajaib
Cintailah Alam
HUKUM ALAM. Alam adalah Universitas Abadi. Untuk sehat dinasehatkan agar kembali ke alam. Dengan kemajuan teknologi banyak cara hidup dan makanan yang sudah tidak alami lagi. Penggunaan pestisida yang berlebihan, menyebabkan zat-zat alami pada makanan berubah. Apa yang sudah dicapai oleh peradaban modern sungguh luar biasa. Bersamaan dengan itu, kehidupan manusia menjadi tidak seimbang lagi.

Artikel Terkait Alam Universitas Abadi :


Polusi, kehidupan yang berlangsung cepat, pekerjaan yang sangat padat, persaingan hidup yang sangat ketat, kekurangan olah fisik, makanan tak bergizi, terlalu banyak makan, pengaruh negatif dari infomedia, mengitari manusia dan semuanya merusak kesehatan dan keseimbangan pikiran. Dengan mencoba kembali ke alam, manusia dapat belajar untuk menyeimbangkan kembali kehidupan agar menjadi lebih wajar, memiliki kesehatan fisik, pikiran, dan jiwa yang tentram.



Apa pun yang terjadi pada alam ini adalah disebabkan oleh hukum sebab akibat. Setiap akibat tentu ada penyebabnya. Setiap penyebab akan membawa akibat. Hukum sebab akibat ini biasanya desebut sebagai hukum karma.

Pengertian umum tentang hukum karma adalah hukum sebab akibat, "apa yang disebar, itu pula yang dipungut ". Nampaknya mudah difahami dan mudah dimengerti orang, tetapi penerapannya pada kehidupan sehari-hari secara terperinci, metode tentang pola kerjanya dan akibat-akibat yang dicapai, sangat sulit. Mudah dalam teorinya, sulit dalam praktiknya.

Pada dasarnya karma ini adalah hukum, hukum yang kekal, tidak berubah, tidak dapat dirusak, hukum yang tak akan pernah lekang. Seringkali orang yang tidak begitu mengerti mengatakan."Engkau tidak boleh mencampuri karmanya !". Padalah ketika hukum alam bekerja, manusia dapat mencampurinya. Anda tentu tidak pernah mendengar, "Jangan campuri hukum gravitasi !". Manusia bisa mencampuri hukum gravitasi, dengan kekuatan dan pengetahuannya. 

Bila suatu hukum alam tidak menyenangkan, manusia dapat memakai kemauan dan kecerdasannya untuk mengatasinya. Manusia bisa mencampuri hukum alam hanya bila mempunyai pengetahuan, karena ia tidak dapat melenyapkan kekuatan alam mana pun, juga tidak dapat mencegah suatu keadaan apa pun. Manusia dapat menetralkan, dapat membelokkan perilakunya bila ia mempunyai kekuatan. Karma tidak lebih suci daripada hukum-hukum alam lainnya. Semua hukum alam bersifat wajar dan alami, dan manusia bergerak di dalamnya. Manusia dapat memanfaatkan hukum apabila ia dapat memahaminya. Kecerdasan manusia berkembang sehingga ia akan menjadi majikan dari hukum itu sendiri.

Hukum buatan manusia selalu beribah, mereka yang membuat dapat mengganti atau membuangnya. Hukum alam tidak dapat berubah dan tidak dapat diganti atau dibuang. Hukum buatan bersifat lokal sedangkan hukum alam bersifat universal.

Hukum alam adalah kelanjutan suatu kondisi. Bila suatu kondisi ada, maka kondisi lainnya akan muncul. Bila suatu kondisi berubah maka kondisi lainnya pun berubah. Hukum alam bukanlah suatu perintah. Ini perlu ditekankan kuat-kuat, alam tidak memerintahkan ini atau itu. Alam berkata, "Inilah keadaannya, bila ini terjadi pasti akan diikuti oleh suatu kondisi yang lainya ". Hukum alam adalah perubahan yang tidak pernah berubah. Bila manusia tidak ingin hasilnya, ubahlah kondisi yang mendahuluinya. Bila manusia tidak mengetahuinya, ia hidup tanpa daya, menjadi korban dan dibanting-banting oleh daya-daya alam. Bila ia bijaksana, ia menjadi majikan, dan daya-daya lama akan mematuhinya dengan patuh. Setiap hukum alam itu daya yang memudahkan, tidak memaksa, tetapi perlu pengetahuan untuk memanfaatkannya.

Bila setiap orang mengerti hukum alam ini dengan baik, dan mengikutinya, tentu dia akan terhindar dari penyakit yang disebabkan oelh hukum alam. Orang bijak dapat menghindar dari penyakit dan dapat menjaga kesehatannya dengan mengikuti hukumnya.

Artikel Terkait Alam Universitas Abadi :


Buku Kesehatan & Meditasi Matahari Terbit oleh Gede Arsa Dana. (RANBB)

Jumat, 18 Oktober 2013

Sudahkah Dharma Mengalahkan Adharma

GAPURA PURA DESA/PUSEH ABIANBASE
Gapura Bali
Hari Raya Galungan
Sebentar lagi hari raya Galungan, hari raya umat Hindu di Bali maupun keturunan Hindu Bali di pelosok tanah air. Hari raya Galungan erat kaitannya dengan perang, perang raksasa Maya Danawa. Tidaklah keliru sikap pesimistik kedua pujangga yang sangat kita kagumi, Maharsi Vyasa dan Maharsi Valmiki. Dengan sangat jujur maharsi-maharsi ini mengakui bahwa perang di alam ini akan tetap ada karena manusia sering tidak mampu memenangi perang di dalam dirinya. Tidak mampu mengendalikan dan mengontrol dorongan kodrati indrawi dan seks mereka berlebihan. 

Dorongan raksasa maya (di Jawa dan Bali dikenal sebagai Maya Danawa = raksasa besar yang tak nampak), musuh terbesar manusia yang ada pada diri mereka sendiri, yang berkisar di antara tiga terbesar, yaitu keinginan akan kekuasaan (pemerintahan); akan pemilikan harta kekayaan (ekonomi) dan dorongan seks, yang sering berlebihan.

Dalam episode Rajasuya (Kisah dalam Mahabharata) diceritakan adanya seorang raksasa satria mahasakti yang bernama Candraberawa yang tidak mampu ditaklukkan oleh bala tentaranya Indraprasta, termasuk oleh semua adik-adiknya Yudhistira, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa. Atas nasehat Kresna, Darmawangsa sendirilah yang harus menghadapi lawan mahasakti ini. Tanpa senjata perang, karena memang Darmawangsa tidak pernah dilatih berperang, dan juga tidak berniat dan tidak menyukai perang, beliau maju ke medang laga menemui Candraberawa.


"Hamba merasa sangat berbahagia dan sangat terhormat dapat berhadapan dengan baginda raja. Tetapi paduka raja yang datang tanpa senjata perang, bukanlah musuh hamba. Hamba tidak mungkin melawan paduka. Apalagi hamba tahu paduka juga tidak berniat membunuh hamba. Dari semula hamba tidak berniat melawan siapapun. Hamba juga tidak memusuhi siapapun. Perang yang terhormat adalah perang yang tidak mengorbankan nyawa rakyat dan prajurit yang tak berdaya hanya untuk kepentingan berkuasanya seorang raja atau seorang pemimpin. Dan sama seperti paduka, tiada satu senjatapun yang mampu membunuh hamba" , ujar Candraberawa.



"Paduka adalah titisan bhatara Dharma dan hamba adalah utusan beliau. Paduka dan hamba adalah satu sisi yang sama dari dharma, kebenaran, kejujuran. Kebenaran atau kejujuran tidak memerlukan pengusasaan dan penaklukan pada pihak lain. Hamba tidak menaklukkan siapapun dan juga tidak mau dikuasai oleh siapapun. Selamat tinggal paduka ".

Dialog imajiner Darmawangsa dengan Candraberawa dan kisah raksasa Maya Danawa di atas mengajarkan bahwa sebuah kekuasaan pemerintahan seharusnya tidak diperebutkan dalam sebuah perang. (Kalau seperti sekarang dapat dilihat dari Pilkada yang ujung-ujungnya selalu bentrok/perang-red). Sebuah kekuasaan pemerintahan hakekatnya juga bukan untuk menaklukkan, bukan untuk menguasai apalagi untuk menjajah. Kekuasaan dan atas kewenangan (bukan kesewenangan) adalah sebuah pengabdian untuk sebuah keinginan luhur, keinginan berbuat baik untuk kepentingan orang banyak.

Budaya perang masa depan adalah perang yang terhormat, perang yang bermartabat, perang diplomasi, perang beradu idea, perang beradu pemikiran, perang beradu konsep, visi, misi  dalam menyelesaikan berbagai perselisihan, menyelesaikan berbagai masalah kehidupan. Perang modern masa depan adalah perang melawan kemiskinan, perang melawan kemelaratan, perang melawan kebodohan, perang melawan penyakit, perang melawan keserakahan, perang melawan ketidak adilan, perang melawan kesewenang-wenangan. Dan sama sekali bukan perang dengan membunuh dan atau menghilangkan nyawa manusia lainnya.

Sekali lagi, andai saja manusia mampu memenangi perang dalam diri mereka, mampu mengendalikan Maya Danawa, dorongan indrawi mereka yang berlebihan, maka perang yang saling membunuh antar manusia tidak akan terjadi di bumi manusia, bumi yang hanya satu-satunya itu. Melalui hari raya Galungan kita merayakan kemenangan Dharma atas Adharma, kemenangan perang manusia dalam memerangi dirinya. Manusia menjadi hero yang berhasil memerangi kebodohan, mereka berhasil memerangi kemiskinan, mereka berhasil membangun kedamaian, kesejukan, kemakmuran, dan keadilan.

Selamat hari raya Galungan dan Kuningan buat umat Hindu Dharma. Tancapkan Dharma dimana anda saat ini berada, agar memancarkan air kedamaian bagi lingkungan sekitarnya.  Sumber inspirasi buku  Merajut Ulang Budaya Luhur Bangsa I Gde Samba (RANBB)

Rabu, 16 Oktober 2013

Yayurveda : Kerja Keras dan Ketekunan

Weda dalam dunia kerja
Penjual Tararahu Monas
Kerja keras dan tidak malas merupakan kewajiban dan kebajikan yang patut dilakukan. Tuhan Yang Maha Esa hanya menyayangi mereka yang suka bekerja keras dan memiliki ketekunan, bukan mereka yang malas, gampangan dan menyepelekan segala sesuatu.

Orang yang suka bekerja keras dan memiliki ketekunan akan mencapai keberhasilan. Hal ini sangat relevan dengan perkembangan dunia modern. Siapa saja yang tekun bekerja, tekun belajar, berdesiplin dan memiliki kualitas Sraddha yang mantap akan sukses dalam berbagai aspek kehidupan. Demikian pula orang yang tidak mengenal lelah, tidak cepat putus asa akan memperoleh kekayaan lahir dan bathin. Tuhan Yang Maha Esa selalu menolong orang yang suka bekerja keras.


" Orang seharusnya suka hidup di dunia ini dengan melakukan kerja keras selama seratus tahun. Tidak ada cara yang lain bagi keselamatan seseorang. Suatu tindakan yang tidak mementingkan diri sendiri dan tidak memihak, menjauhkan pelaku dari keterikatan " Yayurveda XL.2

" Para dewa menyukai orang-orang yang bekerja keras. Para dewa tidak menyukai orang-orang yang gampang-gampangan dan bermalas-malas. Orang-orang yang selalu waspada mencapai kebahagiaan yang agung " Atharvaveda XX.18.3

" Ketekunan semoga ada di tangan kanan dan kejayaan ada di tangan kiri. Semoga kami mendapatkan sapi-betina, kuda, kekayaan dan emas " Atharvaveda VII.50.8

" Ya para sahabat, dunia yang penuh dosa dan kesedihan sedang lewat bagaikan sebuah sungai, alirannya yang dihalangi oleh batu-batu besar yang berat. Tekunlah, bangkit dan seberangilah, tinggalkanlah pengikut yang tak berbudi. Seberangilah sungai kehidupan itu untuk pencapaian kesejahteraan dan kemakmuran " Rgveda X.53.8

" Ya, Tuhan Yang Maha Esa, Sang Hyang Widhi, semoga kami menyebrangi kemiskinan yang tidak bisa diatasi itu dengan memperoleh sapi-sapi betina itu. Semoga kami mengatasi lapar kami dengan memiliki makanan padi-padian seperti gandum, semoga kami memperoleh kekayaan dari para raja dan mencapai keberhasilan dengan usaha-usaha kami " Rgveda X.42.10

Tuhan Yang Maha Esa tidak pernah menolong orang yang bermalas-malas.

Nasusver apir na sakha na jamih. Rgveda IV 4. 25.6

" Tuhan Yang Maha Esa, Sang Hyang Widhi, bukanlah sahabat, kerabat dan sanak-saudara dari orang yang malas "



sumber buku Veda Sabda Suci Pedoman Praktis Kehidupan oleh I Made Titib (RANBB)

Senin, 14 Oktober 2013

Catur Weda : Benarkah Veda itu Rahasia

Penyapu Jalanan
Benarkah Veda itu rahasia dan jika dipelajari kejiwaan seseorang terganggu ? 
Di jaman pengetahuan dan modern masih membudayanya pola pikir kolot atau primitif seperti orang yang rutin sembahyang atau mengamalkan ajaran agama dicurigai mencari ilmu yang bermacam-macam. Orang yang tekun membaca buku keagamaan diledek dengan kepingin jadi pemangku. Dan lebih seram lagi orang yang ingin memperdalam Kitab Suci Veda ditakut-takuti nanti bisa menjadi gila dan masih banyak suara menyesatkan lainnya.

Pendapat-pendapat kolot yang menyesatkan ini harus dihentikan dengan kesadaran rohani dan semangat membangun mental (iman) karena Tuhan telah memberikan wahyu kepada kita dan memberikan saran lewat Veda itu sendiri, seperti :


" Hendaknya disampaikan sabda suci kepada seluruh Umat manusia; Cendekiawan Rohaniawan, Raja / pemerintahan, Pedagang, Petani, Nelayan, Guru kepada penyembahKu dan orang asing sekalipun "

Yathemam vacam kalyanim avadani janebyah, 
brahma rajanyabhyam sudraya caryaya ca svaya caranaya ca.

Yayurveda XXVI.2


Dengan wahyu Tuhan dalam Yayur Veda diatas sangat jelas kita tidak akan terganggu jika belajar Veda, orang yang melarang belajar Veda adalah orang yang mentalnya rapuh. Apakah kita menuruti orang bermental rapuh atau menuruti Sabda Tuhan (Veda) ?

Marilah membaca Kitab-kitab Veda dengan membangun semangat Jiwa seperti :
  • Tempuhlah Jalan Menuju pencerahan. Pencerahan adalah kondisi pikiran atau kesadaran di tengah-tengah kekacauan kehidupan, untuk dijadikan keteduhan di dalam diri kita.
  • Bacalah buku-buku yang baik. Membaca buku-buku yang baik sangatlah membantu dalam menempuh jalan rohani, memberikan ketajaman kecerdasan, nasehat ahli dan bimbingan untuk perjalanan hidup ini.
  • Ikutilah hati nurani. Carilah kasih serta jawaban-jawaban dihati kita sendiri. Kalau kita belajar mempercayai diri sendiri, akan kita temukan kedamaian serta Tuhan.
  • Bermeditasilah atau kuatkan sembahyang sesuai Veda. Doa yang dipanjatkan kepada Tuhan dari Meditasi sangat luar biasa Kuasanya.
  • Dan masih banyak cara mengamalkan ajaran agama Hindu dengan dengan Tuhan.

Veda tak perlu diragukan lagi, karena Veda itu mutlak Wahyu Tuhan Yang Maha Esa yang merupakan sumber ajaran tertinggi. Baca lahirnya agama besar dunia, klik disini
Dari Vedalah semua tentang agama mengalir dan memberikan vitalitas kehidupan manusia dan alam sekitarnya bukan dari cerita atau gugon tuwon. Dengan memahami Veda kita akan lebih mudah melihat perkembangan agama Hindu selanjutnya. Ajaran Veda sesuai dengan sifatnya Anadi Ananta dan Sanatana yakni tiada berawal, tiada berakhir dan kekal abadi, maka ajaran Veda relevan dengan sepanjang jaman kuno, kini dan akan datang.

Sumber buku Kebangkitan Hindu oleh Sargede. (RANBB)

Rabu, 09 Oktober 2013

8 Pendeta Brahmana Hindu

PENDETA HINDU
Pendeta Brahmana
Dr. Goris (secten op Bali) menunjukkan jejak-jejak sekte terdahulu yang pada saatnya diserap atau menjadi usang dan hilang. Semua pendeta Brahmana diluar bodda termasuk sekte siva dan semua pengetahuan mengenai pembagian yang terdahulu sekarang hilang. Klasifikasi Dr. Goris adalah sebagai berikut :
(miguel C. hal 355)
Civa Siddhanta, kelompok yang paling penting, kepada kelompok inilah kebanyakan pendeta termasuk. Ciri kelompok ini adalah penggunaan rumus-rumus. Pendeta siwa berdoa dengan menggunakan genta dan bunga, dan menggunakan songkok merah dan emas yang atasnya ada bola kristalnya. Tempat air sucinya disebut siwamba. Suatu teks khusus dari sekte ini adalah naskah Bhuwana Kosa, salah satu tutur dari mana banyak naskah sesudahnya diambil.

1. Pacupata, sekarang seluruhnya lenyap, hanya dengan jejaknya di dalam tempat pemujaan berupa lingga yang merupakan simbol siwa.

2. Bhairawa, sebuah sekte yang diberikan pada ilmu gaib dari kaum kiri dan pemujaan dewa-dewa kematian. Sekarang hilang sebagai kelompok terpisah dan penting diungkapkan di dalam tempat pemujaan dukun, dengan leyak, rangda dan barongnya. Banyak peristilahan ritualnya berasal dari naskah Tantri pada naskah mana ilmu hitam Hinduisme termasuk.

3. Wesnawa, jejak-jejak pemujaan Wisnu dan Sri, dewa pertanian, kesuburan dan keberhasilan dengan kekhasan bahwa Wisnu muncul sebagai penguasa dunia bawah.


4. Bodda (atau Sogata). Pendeta bodda menyelenggarakan dengan kepalanya tidak menggunakan apa-apa, berdoa dengan menggunakan genta dan senjata khusus (bajara) dan bukannya bunga dan tempat airnya sucinya disebut pamandiyanga. Dia menggunakan mantra khusus, kedudukan tangannya berbeda saat berdoa, dan dia punya buku sastranya sendiri.

5. Brahmana, sekarang sepenuhnya berbaur dengan kaum Siwa, tetapi Brahmana yang khas adalah pemikirannya mengenai suku kata suci Ong, yang adalah Om di India.

6. Rsi (resi), kaum Satria yang karena studi dan meditasi menjadi pendeta tinggi, pedanda, yang bagaimanapun, bukan Brahmana, tetapi pangeran yang melalui sebuah contoh kehidupan dan penolakan terhadap hak-hak keduniawian, memperoleh kesucian.Mereka mungkin melantunkan mantra-mantra Brahmana seperti pasucian, rumus pensucian, tetapi dilarang menggunakan Weda. 

7. Sora, pemuja matahari yang tua, sekarang berbaur dengan kaum Siwa. Pemujaan Surya, dewa matahai, menurut Goris, adalah sebuah cara pemujaan kuno yang berhubungan dengan pemujaan matahari India yang berasal dari Persia. Pedanda Siwa dianggap sebagai Pendeta Matahari, Pelayan Matahari dan Putera Matahari.

8. Ganeca, pemuja Gana, "Pengganggu Gangguan" sebuah pemujaan Hindu kuno dari masa pra-Majapahit dan sekarang hilang. Jejak satu-satunya darinya adalah adanya patung-patung Ganeca kuno, dewa gajah, dan patung-patung dari dewa ini yang muncul di dalam azimat.

Sumber buku Pulau Bali Temuan yang Menakjubkan oleh Miguel Covarrubias. (RANBB)

Rabu, 02 Oktober 2013

Cenkblonk Suara Rakyat yang Menggugat

Dalang Nardayana cenkblonk
CenkBlonk

Cenkblonk Suara Rakyat yang Menggugat

Kita sudah tiba pada suatu masa di mana rakyat tak mudah percaya. Rakyat ingin ada pemimpin yang dianggap mampu menjadi wakil mereka dan kemudian berjalan bersama menghadapi setiap kesulitan. Siapa yang bisa mempresentasikan diri sebagai pemimpin yang merakyat, dialah yang akan diterima ..... 
(Putu Fajar Arcana)


Nardayana, dalang wayang kulit yang populer disebut dalang Cenkblonk, Nang Klenceng dan Nang Ceblong. Tokoh Nang Klenceng, kemudian disingkat Cenk, punya wujud lucu; mulutnya panjang seperti buaya, berambut cepak, dan kalau bicara kakinya selalu bergerak. Ia berbicara dengan sangat cepat, tetapi kata-katanya selalu tajam. Sementara tokoh Nang Ceblong, disingkat Blonk, tak kalah lucunya. Kepalanya botak, mulut lebar, perut besar, bicaranya pelan, tetapi menyakitkan. Pasangan rakyat inilah yang jadi asal mula kata "cenkblonk"

Dua tokoh ini bebas dari intervensi penguasa. Kalau empat punakawan; Tualen-Merdah dan Sangut-Delem, kan selalu mewakili rajanya. Bahkan, mereka menjadi penerjemah. Keempatnya tak bisa bebas dari kepentingan penguasa, raja-raja.




Nang Klenceng dan Nang Ceblong, keduanya mewakili suara rakyat. Mereka selalu menggugat kebijakan raja, penguasa. Ini tidak mungkin dilakukan oleh empat punakawan yang jadi abdi raja. Tokoh ini merupakan warisan leluhur pencipta wayang Bali yang karakternya disesuaikan dengan kondisi Zaman.
Kebetulan di Bali wayang hidup karena didukung yadnya (ritual agama). Jadi, selama ritual itu ada, wayang akan tetap diterima. Kita sudah diberi lahan oleh leluhur, di mana agama bergandeng dengan budaya. Sekarang tinggal kejelian kita bagaimana agar wayang bisa menjadi tontonan dan tuntunan. Hal terberatnya bagaimana membuat wayang masih jadi tuntunan bertingkah laku. Artinya, setelah menonton ada sesuatu yang bisa dipetik, dijadikan cermin kehidupan.


Secara struktur, Nardayana tidak melakukan pembaruan pada bentuk pertunjukan wayang. Namun, ia memberikan sentuhan baru agar wayang hadir sebagai pertunjukan yang kolosal. Kelir wayang yang biasanya tak lebih dari 2 meter, ia perbesar sampai 6 meter. Musik pengiring yang biasanya cuma empat gender diperbanyak dengan batelan kendang, bahkan menambahnya dengan 3 gerong (sinden) dan seorang tandak (sinden lelaki).
 

Biografi Dalang Nardayana:

Nama Lahir : I Wayan Nardayana, Lahir; Tabanan, 5 Juli 1965, Keluarga; Sagung Putri Puspadi (Istri), Ni Putu Ayu Bintang Sruthi (anak) dan Ni Made Ayu Damar Sari Dewi (anak), Pendidikan; SD 1 Batan Nyuh, SMP Dharmakti Belayu, SMA Dwitunggal Tabanan, S-1 Pedalangan ISI Denpasar, S-2 Institut Hindu Dharma Denpasar, Kandidat Doktor Institut Hindu Dharma Denpasar. Penghargaan; Pengembang Seni Wayang dari Direktorat Seni, Budaya dan Film Depdikbud tahun 2007.

Disarikan (semoga tidak mengubah esensi) dari harian Kompas, Minggu 22 September 2013 oleh Putu Fajar Arcana. (RANBB)

Penggemar Wayang Bali (Parwa, Tantri, Genjek, D. Karbit, Joblar)  silakan klik Aneka Seni Budaya Bali  ( tanpa streaming )