Rabu, 26 November 2014

Lontar Tantu Pagelaran

Pan Brayut lan Men Brayut
 Diceritakan di Pulau Jawa pada jaman dahulu belum ada manusia. Kemudian Bhatara Jagatkarana menyuruh Sang Hyang Brahma dan Sang Wisnu untuk menciptakan manusia. 

Tanah dikepal-kepal dijadikan manusia yang tampan, sempurna seperti wajah dewata. Manusia laki adalah hasil karya Sang Hyang Brahma, sedangkan yang perempuan hasil karya Sang Hyang Wisnu. Itulah sebabnya di Pulau Jawa ada Gunung Pawinihan, tempat Sang Hyang Brahma dan Sang Hyang Wisnu menciptakan manusia. Baca tentang Penciptaan Dunia.


Dipertemukanlah hasil ciptaan Sang Hyang Brahma dengan Sang Hyang Wisnu. Sangat serasi, saling berkasih-kasihan. Beranakcuculah mereka. Berkembanglah hasil karya manusia itu. Mereka itu tanpa rumah, telanjang tinggal di hutan. Tidak ada yang membentuk tingkah lakunya, tidak ada yang ditirunya. Mereka tidak mengerti akan kata-katanya waktu berucap, tidak mengerti pula maksudnya. 




Oleh karena itu, Bhatara Jagatnatha memerintahkan para dewata membuat tertib hidup di Pulau Jawa. Sang Hyang Brahma turun sebagai seorang pande besi. Empu Sujiwana namanya ketika menjadi seorang pande besi. Itulah sebabnya ada Gunung Brahma, tempat Sang Hyang Brahma menjadi pande besi. Sang Hyang Wiswakarma menjadi seorang undagi, dan itulah sebabnya ada Desa Medang Kemulan, awal manusia membuat rumah dahulu. Baca Tutur Medang Kemulan

Sang Hyang Iswara menjadi seorang Guru Desa, yang mengajar manusia berkata, tahu bahasa, dan lain-lain. Sang Hyang Wisnu turun sebagai gurunya manusia dan memegang negara. 

Bhatara Wisnu turun bersama Bhatari Sri raja dari awang-awang. Bhatara Wisnu bernama Rahyang Kandyawan, sedangkan Bhatari Sri bernama Sang Kanyawan di Negara MÄ›dang Gana. Itulah awal adanya negara dahulu, menurut ceritera. Sang Hyang Mahadewa turun sebagai pande mas, yang membuat perhiasan manusia. Bhagawan Ciptagupta menjadi seorang pelukis dengan nama Empu Ciptangkara. 


Tersebutlah yang mulia Bhatara Mahakarana telah membuat tertib hidup di Pulau Jawa. Diceritakan bahwa Pulau Jawa goyang dan selalu bergerak berayun-ayun. Karena itu Bhatara guru memerintahkan para dewa untuk memenggal Gunung Mahameru yang berada di Jambudwipa untuk dibawa ke Pulau Jawa sebagai pemberat. Dengan demikian Pulau Jawa pun menjadi stabil. 


Naskah Lontar Tantu Pagelaran ini, pada intinya berisi tentang asal-usul manusia di Pulau Jawa, dan juga tentang asal-usul nama-nama tempat/gunung yang mulanya tempat Mpu atau Raja melakukan aktifitas tertentu.

Sumber : http://baliculturegov.com/2009-10-06-09-01-33/konsep-konsep-budaya.html

Kamis, 13 November 2014

Wasista Tattwa Lontar Etika Agama Hindu

rare bali
Bhiksuka Asrama
Lontar ini berisi teks etika agama Hindu. Di bagian akhir teks terdapat penjelasan bahwa teks ini (juga) bernama Sang Hyang Bhuwana Purana. Teks tersusun atas dua bentuk; berbentuk sloka menggunakan bahasa Sansekerta, dan penjelasan/terjemahannya berbentuk uraian menggunakan bahasa Kawi

Bhagawan Wasista memuja Bhatara Parameswara yang berstana di atas tahta padma-Nya di puncak Gunung Kailasa. Tujuannya menghadap Bhatara tiada lain adalah untuk menimba ajaran (etika agama) demi kerahayuan masyarakat. Baca Tentang Bhagawan-Manggala-Pinandita-Pemangku

Atas permohonan Bhagawan Wasista itulah, maka Bhatara Parameswara menjabarkan ajaran. Pertama-tama diajarkan tentang Catur Asrama, yaitu empat tahapan hidup untuk mencapai tujuan hidup. 



Keempat Catur Asrama (Brahmacari, Grehasta, Wanaprasta, Bhiksuka) tersebut tidak dibenarkan untuk mencampuradukkan kewajiban masing-masing. 

Ada upacara yadnya yang sepatutnya dilaksanakan di zaman Kali: uma yadnya, dewa yadnya, pitra yadnya, bhuta yadnya, pandita yadnya, dan manusa yadnya. Ada juga yang disebut catur jadma (brahmana, ksatriya, waisya, dan sudra). Ada pula manusia yang dikelompokkan di luar kelompok itu disebut kelompok pancakarma, astadasa candela, mleca, dan sadyatuca. 

Lontar ini juga menguraikan tentang makanan yang boleh dan tidak boleh dimakan oleh seorang raja. Dalam melakukan hubungan asmara pun, seorang raja hendaknya hati-hati, memilih waktu yang tepat dan menjaga kestabilan emosi. Baca Ampas Kehidupan

Tidak materialistis, mengangkat pejabat yang bertugas mengatur keuangan kerajaan. Raja dan para pembesar kerajaan hendaknya menghormati dan belajar dari pendeta yang disebut pandita widhipati, yaitu pandita yang tahu ajaran hakikat. Pekerjaannya mengembara, tidak memakai perhiasan, tidak melaksanakan politik praktis. (RANBB)

Sumber : http://baliculturegov.com/2009-10-06-09-01-33/konsep-konsep-budaya.html