Senin, 30 September 2013

Tentang I Gusti Ngurah Rai

Kisah Nyata I Gusti Ngurah Rai
I Gusti Ngurah Rai
Tentang Pak Rai, I Gusti Ngurah Rai lahir pada tanggal 9 Januari 1917 di Carangsari, Bali. Ia bersekolah do HIS (sekolah dasar zaman Belanda) dan meneruskan di MULO (sekolah menengah pertama zaman Belanda) di Malang. Setelah mengikuti pendidikan militer pada Sekolah Kadet Militer di Gianyar dan lulus dengan pangkat tweede leutenant (letnan dua) dengan nilai terbaik, ia lalu menempuh pendidikan militer pada Corps Opleiding voor Reserve Officieren di Magelang.


Setelah Proklamasi Kemerdekaan, Pak Rai menjadi Komandan TKR Sunda Kecil yang dibentuknya sendiri. Ia kemudian berangkat ke Markas Besar TKR di Yogjakarta. Sekembalinya dari Yogja, pasukan Belanda telah berada di Bali. Pasukan TKR Sunda Kecil waktu itu terpencar menjadi pasukan besar dan kecil tanpa kesatuan komando. 

Dalam keadaan demikian, Pak Rai segera berikhtiar untuk mempersatukan kembali pasukannya. Dengan pasukan yang sudah kompak dan bulat, Pak Rai melancarkan serangan gerilya terhadap pasukan Belanda di seluruh Bali, sekaligus membangun semangat rakyat untuk turut mempertahankan Tanah Air.

Setelah melakukan pertempuran secara intensif selama 8 bulan, pasukan Pak Rai kehabisan peluru. Maka, diambillah kebijakan memecah pasukannya menjadi pasukan-pasukan kecil untuk sementara waktu sampai mendapat perlengkapan perang lagi, terutama peluru. Akhirnya, usaha untuk mendapatkan perlengkapan perang berhasil dengan menyerbu tangsi polisi di Tabanan. Namun, dua hari kemudian, NICA sudah mengurung pasukan Pak Rai di Desa Marga. Tapi, Pak Rai pantang menyerah. Pasukan NICA yang unggul dalam segalanya berhasil menghancurkan Pak Rai beserta seluruh anak buahnya. Mereka bertempur hungga titik darah yang terakhir. 

Orang-orang awam mengenang perang heroik tersebut dengan sebutan Puputan Margarana.
Pada tahun 1975, menjelang peringatan Kemerdekaan RI yang ketiga puluh, Brigjen (Anumerta) I Gusti Ngurah Rai diangkat dan ditetapkan sebagai pahlawan nasional melalui Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No.063/TK/1975, tanggal 9 Agustus 1975.

Buku PERANG BALI Sebuah Kisah Nyata oleh I Gusti Ngurah Pindha. (RANBB)

Kamis, 26 September 2013

Sabtu Keliwon Wariga

Sang Primadona Kamboja Bali
Tumpek Panguduh disebut juga dengan Tumpek Uduh; Pengatag; Pengarah; Bubuh. Hari ini Saniscara (sabtu) Keliwon wuku Wariga merupakan hari peringatan "Kemakmuran". Upacara pada hari ini ditujukan kehadapan Sang Hyang Sangkara (Dewa Siwa), sebab Beliau sebagai Dewa yang mengembangkan atau memperbanyak segala tumbuh-tumbuhan. Tujuannya adalah untuk memohon agar tumbuh-tumbuhan hidup dengan subur, berbuah serta berbunga yang banyak.



Tumpek Panguduh merupakan alarm bagi umat Hindu di Bali dan Indonesia. Bahwa 25 hari mendatang akan dirayakan hari besar keagamaan yaitu Hari Kemenangan Dharma, yang dinamakan Hari Raya Galungan. Sebelum ada kalender Masehi, umat Hindu telah menggunakan alarm ini secara turun-temurun, untuk memohon kemakmuran, nunas waranugraha ring Ida Hyang Widhi Wasa kepada Tuhan agar dilimpahkan aneka hasil panen, buah-buahan, bunga yang secara keseluruhan berasal dari tumbuh-tumbuhan. 

Betapa mulianya ajaran agama Hindu, sangat menghargai dan mencintai alam lingkungannya secara nyata, bukan hanya teori, ceramah, dialog, diskusi dan lain sebagainya. Agama Hindu dan umat Hindu tidak hanya meminta dan meminta, memohon apalagi memaksa, tetapi dengan nyata memelihara, menjaga, melestarikan alam lingkungan. Melalui ajaran yang berasal dari dalam hati dan ketulusan tanpa pamrih, tanpa kemunafikan serta dengan ketaatan-ketaatan pada budaya leluhur, budaya kita sendiri.

Upakara-upakaranya adalah Tumpeng Agung, dengan ikannya guling itik atau guling babi, Sesayut, Pengambeyan, Peras, Penyeneng, Pengiring dan kelengkapan lain. Pada pohon kayu atau tanaman diberi kain, caniga, gantung-gantungan dan sasap dari janur.

Pada tumpek Bubuh (Uduh) ini beberatan (larangan) nya adalah tidak boleh metik-memetik, dan tidak boleh tebang-menebang kecuali untuk Yadnya.

Minggu, 22 September 2013

Dewi Gangga, Wanita yang Melahirkan Anak Manusia

GUBERNUR RATU ATUT CHOSIYAH
Gubernur Banten
Saudara-saudara kita umat Muslim meyakini manusia pertama yang diciptakan oleh Tuhan adalah Adam. Adam diciptakan dari tanah. Dari sebuah tulang iga Adam, kemudian diciptakan seorang wanita, Hawa. Dari Adam dan Hawa kemudian lahir manusia-manusia berikutnya. Manusia berkembang biak. Karena diciptakan hanya dari iganya Adam, sebagian umat Muslim beranggapan wanita tidak pantas menjadi pemimpinnya laki-laki. Anggapan seperti itu kini masih banyak diyakini oleh kaum Adam. Di Indonesia pernah ada perlawanan dan penolakan berbagai kelompok masyarakat Muslim terhadap pencalonan Megawati sebagai presisden. Walau akhirnya Megawati sempat menjadi presisden RI yang kelima. Bagaimana Megawati pada Pemilu Presiden 2014 mendatang ? (insert Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah )

Artinya, sebagian masyarakat Muslim kini memilih seorang pemimpin masih ada yang mempertimbangkan adanya faktor gender.

Melalui sebuah episode dalam karya sastranya, Maharsi Vyasa bercerita tentang kelahiran Dewi Gangga, yang oleh Hyang Pramesti diwajibkan mesti lahir ke dunia sebagai seorang wanita untuk sebuah tugas. Kalau ini dapat diselesaikan dengan baik, Dewi Gangga boleh kembali lagi ke kahyangan. Pada saat yang bersamaan ada tujuh Wasu yang dikutuk oleh seorang Brahmana karena sebuah kesalahan dan harus lahir dahulu sebagai manusia ke dunia sebelum mereka segera boleh kembali ke kahyangan.

Mereka mencari siapa wanita yang berkenan mengandung dan melahirkan mereka. Mereka akhirnya bertemu dengan Dewi Gangga, yang menyatakan kesulitannya dan memohon kesediaan sang Dewi melalui rahimnya melahirkan mereka, hanya melahirkan dan tidak lebih. Dewi Gangga bersepakat menyediakan rahimnya untuk melahirkan ke tujuh Wasu tadi.

Singkat cerita, ke tujuh anak yang terlahirkan dari rahimnya begitu lahir dibuang ke sungai Gangga. Roh ke tujuh Wasu tadi kembali ke kahyangan. Ternyata tugas kelahiran tujuh Wasu tadi  hanya untuk menjadikan seorang wanita, seorang Dewi Gangga sebagai wanita mulia yang mampu melahirkan anak.
Dengan melahirkan tujuh Wasu tadi tugas kewajiban Dewi Gangga dalam kelahirannya ke dunia oleh Hyang Pramesti sudah dianggap cukup. Dan Dewi Gangga pun diperbolehkan kembali ke kahyangan.

Pesan ajaran Maharsi ini mengingatkan manusia, akan peran mulia utama yang harus dimiliki oleh seorng wanita adalah peran biologis/kodratnya seorang wanita, yaitu melahirkan anak manusia. Laki-laki tidak memiliki peran biologis kodrati ini. Sebuah kelebihan wanita dibandingkan dengan laki-laki, yang sangat patut disyukuri oleh wanita, semua wanita.

"Berhati-hatilah kamu hal wanita, jaga dan peliharalah kewanitaan dan rahim kamu, karena hanya dengan melewati rahim kamu wanita, seorang anak manusia akan terlahirkan sebagai manusia. Dan dengan itu kamu telah membukakan sebuah pintu gerbang sorga untuk seorang anak manusia.

Dan, berbahagialah kamu yang terlahirkan sebagai manusia, karena hanya dengan kelahiranmu sebagai manusia kamu memiliki kesempatan kembali ke sorga, melalui perbuatan dan amal baik, selama hidupmu ".

Konon mereka yang terlahirkan sebagai hewan dan tumbuhan tidak memiliki kesempatan masuk sorga. Melalui Yadnya yang dilakukan manusia, hewan kurban dan tumbuhan dapat meningkatkan amal baiknya di dunia.

Cerita kelahiran Dewi Gangga di atas, mengilhami ungkapan, "Sorga ada ditelapak kaki wanita ", telapak kaki ibu kamu, wanita yang melahirkan kamu, yang menjadikan kamu terlahir sebagai manusia.
Berdosa besarlah kamu yang berbuat jahat kepada wanita, berkhianat kepada ibu kandung, wanita yang melahirkan kamu.
Dan berdosa besarlah kamu hai wanita, yang menyia-nyiakan dan tidak merawat kewanitaan dan rahim kamu dengan sebaik-baiknya.

"Terima kasih Maharsi atas ajaran luhurmu ".
Merajut Ulang Budaya Luhur Bangsa I Gde Samba (RANBB)

Rabu, 18 September 2013

Wayang Festival International


The International Wayang Festival 2013
Festival Wayang Internasional akan dihelat di Kabupaten Gianyar, Bali, pada 22-27 September 2013. Sejumlah dalang internasional akan turut meramaikan festival budaya yang akan digelar di Rumah Topeng di Banjar Tengkulak Tengah, Desa Kemenuh. Festival ini akan diikuti delapan negara seperti dari Jepang (wayang Bunkaru), Iran (wayang Kheimed Shad), Malaysia (wayang Trengganu Cendayu), dan Filipina (wayang Usbon Baclajon). Dalang dari China, India, dan Thailand juga akan ikut andil. Sementara itu, dalang dari Amerika Serikat, Jennifer Woodcander akan membawakan wayang kulit khas Bali.
Kota Gianyar kebanggaanku
Wayang Festival 2013

Selain pertunjukan wayang, festival juga akan diisi dengan seminar budaya. Beberapa pembicara yang akan hadir adalah Sujiwo Tedjo, Prof. I Nyoman Sedana, dan Wayan Nardaya (wayang Cenk Blonk). Dalam festival ini, akan tampil pula sejumlah pertunjukan wayang tradisional, seperti Wayang Golek (Sunda), Wayang Beber (Wonosari), Wayang Potehi (Semarang), Wayang Kancil (Jawa Tengah), Wayang Kampung Sebelah (Ki Jeliteng), dan Wayang Sasak (Lombok). Festival ini diharapkan menjadi ajang temu budaya, pendidikan, dan hiburan sekaligus kian mengukuhkan daya tarik Gianyar sebagai destinasi wisata berwawasan seni budaya.

Dapatkan Diskon langsung IDR 50.000 dengan hanya memasukkan Kode Promo: DISKON50K dan Berlaku di Seluruh Hotel-Hotel Terbaik Tiket.com

Pada posting sebelumnya; merujuk isi Lontar Siwagama Para Dewa, Sang Hyang Trisemaya mengawali kesenian Purwaning Kalangwan untuk menetralisir huru-hara dan prahara yang sedang mengancam keselematan dunia yang, konon disebabkan oleh tergelincirnya sifat kedewataan Sugra Pakulun Ida Betara Sakti Siwa Parwatiswara, yang terjerat atau terpleset ke dalam kubangan atau belenggu sifat-sifat kegelapan.


“Untuk mengembalikan kemuliaan dari belenggu kegelapan, hanya bisa diruwat dengan nilai atau unsur keindahan seni sehingga beliau (Sugra Pakulun Ida Betara Sakti Siwa Parwatiswara), bisa kembali pada kemulyaan sifat kedewataan. 


Jangan lupa membawa  camera and video  dokumentasikan liburan Anda dengan menyenangkan. 

(RANBB)

Jumat, 13 September 2013

Pengetahuan Catur Weda untuk Anak Hindu

GAPURA DAN RARE BALI
Rare Bali
Pengetahuan Kitab Suci Weda untuk Anak Hindu

Pengetahuan Weda untuk anak Hindu, rare Bali, alit Hindu, cenik Bali, Taman Kanak-kanak Hindu, PAUD Hindu, anak alit-alit Bali, cening putri ayu, putra-putri Hindu, Hindu's Children, panak Hindu, Pasraman-pasraman Hindu, agar mereka memiliki pemahaman tentang Weda sejak dini, mampu berdiskusi dengan teman sebayanya, serta mengamalkan ajaran Dharma (kebaikan, kebenaran, kesucian hati) dalam kehidupan sehari-hari.

Apa nama kitab suci Agama Hindu ?
Kita suci agama Hindu disebut Weda. Weda adalah sabda suci wahyu Tuhan Yang Maha Esa yang diterima para Maharsi. Bahasa yang dipergunakan dalam Weda adalah bahasa Sanskerta Weda.
Tulisan Weda yang umum dikenal oleh masyarakat Hindu di Indonesia aslinya adalah Veda. Kata Veda berasal dari akat kata Vid, yang berarti mengetahui, sehingga kata Weda artinya; pengetahuan apabila diterapkan pada naskah suci; artinya sebuah buku tentang pengetahuan. Kitab Weda merupakan naskah suci pokok dari agama Hindu.


Weda diwahyukan oleh Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa) melalui beberapa Maharsi yang disebut Sapta Rsi, yaitu Maharsi Grtsamada, Wiswamitra, Wamadewa, Atri, Bharadwaja, Wasistha, dan Maharsi Kanwa.
Maharsi yang banya jasanya melakukan pengelompokan kitab suci Weda adalah Maharsi Wyasa.

Kapan kitab suci Weda diwahyukan ?
Kitab suci Weda diwahyukan sejak berabad-abad sebelum masehi.

Kitab suci Weda disusun oleh para Maharsi di daerah mana saja ?

Melihat nama-nama tempat yang disebutkan dalam Rg Weda, kita suci Weda disusun di daerah Punyab (India). Nama-nama itu antara lain : Kubha (Kabul), Studri (Stutley), Suvastu (Svat), Kumu (Kurram), Yamuna (Jumna), Suryannawar (Srinagar), Samudra (hilir sungai Sindhu). Ketiga Weda yang lain disusun di daerah Doab (daerah dua sungai, yaitu lembah sungai Gangga dan Yamuna)

Kitab suci Weda terdiri dari 4 kitab yang disebut ?

Rg Weda, terdiri dari 10552 mantra, isinya berupa nyanyian pujaan.
Sama Weda, terdiri dari 1875 mantra, isinya nyanyian pujaan yang dinyanyikan pada waktu pelaksanaan upacara.
Yayur Weda, terdiri dari 1975 mantra, isinya tuntunan hidup sehari-hari.
Atharwa Weda, terdiri dari 5987 mantra, isinya juga tuntunan hidup sehari-hari.

Sumber bacaan buku Doa-Doa Anak Hindu olih Jendra Pura. (RANBB)

Sabtu, 07 September 2013

Membangun Kesucian Jiwa, Alam dan Masyarakat

UMAT HINDU
Umat Hindu Indonesia
Desa Pakraman sebagai lembaga umat Hindu menjadikan falsafah hidup Tri Hita Karana sebagai landasan menata kehidupan umat Hindu di Desa Pakraman. Tri Hita Karana sebagai filosofinya dan Desa Pakraman sebagai lembaganya yang akan mewujudkan filosofi itu sehingga menjadi kenyataan dalam kehidupan umat di Desa Pakraman.
Tri Hita Karana sebagai filosofi hidup bersama lebih dikongkritkan menjadi Sad Kerti sebagai landasan konsepsional pembangunan Bali pada jaman dahulu, sekarang dan mungkin sampai sepanjang jaman.  Sad Kerti ini disebutkan dalam Lontar Purana Bali yaitu terdiri dari Atma Kerti, Samudra Kerti, Wana Kerti, Danu kerti, Jagat Kerti dan Jana Kerti. Sad Kerti dapat dikelompokkan menjadi tiga tahap dalam perwujudannya.

Membangun Kesucian Jiwa
Dalam Sad Kerti pembangunan jiwa disebut Atma Kerti atau "Ngertiang Sang Hyang Atma" artinya menyucikan Atman. Bagi orang yang telah meninggal Atma Kerti ini dilakukan dengan Upacara Pitra Yajna dari Upacara Sawa Wedana sampai Upacara Atma Wedana diteruskan dengan Upacara Ngalinggihang Dewa Pitara. Upacara itu diharapkan Atman dapat terlepas dari belenggu badan wadag (Sthula Sarira) dan badan halus (Suksma Sarira). Bagi orang yang masih hidup Ngertiang Sang Hyang Atma dengan membangun tegaknya hati nurani dari belenggu kegelapan hawa nafsu sehingga suara Sang Hyang Atmalah yang bergema dalam jiwa mengendalikan hidup ini. Kalau Sang Hyang Atma yang berkuasa dalam diri perilaku akan selalu ada pada garis kebenaran untuk berbhakti pada Hyang Widhi dan mengabdi pada sesama. Hal ini yang menyebabkan banyak ada Pura dan upacara Agama agar jiwa dapat diarahkan oleh kesucian Sang Hyang Atma. Pembangunan untuk menegakkan hati nurani inilah yang selalu diutamakan terlebih dahulu baik Sekala maupun dengan cara Niskala.


Membangun Alam Lingkungan
Dalam Sad Kerti disebutkan Samudra Kerti, Wana Kerti dan Danu Kerti. Pembangunan alam ini diawali dengan memahami arti dan fungsi semua alam itu dalam kehidupan. Selanjutnya dengan selalu mengupayakan menjaga kelestarian alam tersebut. Dengan memahami arti dan fungsi seumber-sumber alam tersebut kita akan mengetahui batas-batas sejauh mana kita boleh memanfaatkan sumber alam tersebut agar jangan sampai rusak kelestariannya. Kalau sampai rusak kelestariannya maka tibalah gilirannya kita akan rusak juga karena kehilangan sumber-sumber alam sebagai sumber penghidupan. Secara Niskala pada sumber-sumber alam tersebut dilangsungkan upacara keagamaan seperti Upacara Mapakelem ke Samudra, ke Danau, ke Gunung dan hutan. Secara Sakala harus diprogramkan secara nyata untuk melindungi semua sumber-sumber alam dari pengrusakan.
Tolak Reklamasi Teluk Benoa !!!!!

Membangun Masyarakat dan Manusia
Dalam Sad Kerti disebutkan Jagat Kerti dan Jana Kerti atau Ngertiang Jagat dan Ngertiang Manusa. Masyarakat harus ditata sebagai wadah kehidupan yang harmonis dan dinamis untuk mengembangkan sifat-sifat mulia sesuai dengan tahapan-tahapan hidup menurut Catur Asrama. Demikian juga Masyarakat ditata agar setiap minat dan bakat dapat dikembangkan menjadi profsei agar dapat berfungsi sesuai dengan "Varnanya" masing-masing (Guna dan Karma). Jagat Hita artinya masyarakat yang bahagia. Masyarakat akan menjadi maju apabila setiap orang (Jana) dapat melaksanakan Asrama Dharma dan Varna Dharma dengan baik.
Sumber bacaan buku Mengapa Bali Disebut Bali, Drs. K. Wiana. (RANBB)

Selasa, 03 September 2013

Budaya Rendah Hati Bukan Rendah Diri

BECAK MALIOBORO
Abang Tukang Becak
  Tat twam asi. 

Dia, itu, adalah AKU juga. Karena di dalam dia, di dalam masing-masing mereka, di dalam setiap ciptaanku ada AKU.
Karena itu, semua kamu, semua manusia adalah bersaudara. Semua mahluk manusia adalah bersaudara, satu dalam kemanusiaan, satu dalam berbumi dan satu dalam alam semesta. Hormat kepada diri sama artinya dengan hormat kepada orang lain. 
Perlakukanlah orang lain seperti kamu ingin diperlakukan. Ini adalah pesan-pesan arif dari para pendahulu-pendahulu kemanusiaan, dari para arif bijak zaman dahulu. Para tetua-tetua kita, para leluhur bangsa ini.

Budaya luhur dari para leluhur bangsa kita seperti itu hingga kini masih terpelihara dengan baik. Nampak sampai kini masyarakat kita sangat hormat menerima tamu, saat menerima wisatawan. Mereka penuh senyum, welcome, dengan hangat menerima mereka, walau belum kenal sekalipun sebelum-sebelumnya.


Sayang, budaya luhur seperti itu mudah dan sering dimanipulasi oleh masyarakat yang licik yang kurang bertanggungjawab. Budaya rendah hati kadang dianggap sebagai budaya bodoh.

Mengapa bangsa-bangsa Eropa (Belanda, Inggris, Portugis) dan juga kemudian bangsa-bangsa Arab yang semula hanya ingin berdagang (mencari rempah-rempah) sangat nyaman tinggal di bumi Nusantara ini belasan abad yang lalu. Bahkan sebagian dari mereka kemudian menjadi leluhur dari sebagian bangsa ini. Salah satunya sebab pasti karena leluhur bangsa ini menerima mereka dengan sangat ramah, dan dengan tangan terbuka. Karena leluhur bangsa ini, yang memiliki budaya luhur seperti itu menerima mereka dengan sangat baik. Tanpa penerimaan yang baik, niscaya mereka tidak betah. Bahwa penerimaan yang baik dengan keramah-tamahan para leluhur itu kemudian dimanipulasi, bangsa ini diperdaya, ditipu, dan kemudian bahkan dijajah untuk waktu yang sangat panjang.

Budaya empati pada mereka yang lagi kurang bernasib baik, budaya ramah, budaya senyum kepada sesama (tamu/wisatawan) adalah budaya Timur yang sangat baik. Budaya seperti itu tidak banyak dijumpai di belahan barat dunia ini. Identitas sebagai bangsa yang ramah adalah sebuah pujian yang tulus.

Hanya saja kita tidak ingin budaya ramah penuh senyum itu dimanipulasi sebagai budaya bodoh, sikap lemah, sikap rendah diri yang dapat diperolok, ditipu dan dieksploitasi. Sekali lagi perlu digarisbawahi bahwa budaya rendah hati jangan dimanipulasi menjadi budaya rendah diri. Budaya rendah diri, budaya tidak percaya dengan kemampuan diri bukanlah budaya luhur. Dan jika budaya itu pernah ada dan bahkan di sebagian dari bangsa ini ada yang menderita rasa rendah diri (harus diakui masih ada), hal demikian harus dinyatakan sebagai budaya keliru dan harus ditinggalkan.

Sumber bacaan buku Merajut Ulang Budaya Luhur Bangsa, I Gde Samba. (RANBB)