Senin, 26 Mei 2014

Wija Kasawur : Indu dan Windhu

windhu
Matahari diatas Kepala
INDU dan WINDHU

Pada tanggal 20 Maret 1996, bertepatan dengan Tilem Caitra (tilem kesanga) Karya Agung Eka Bhuwana digelar di kaki Gunung Agung. Ada peristiwa penting yang patut kita catat yang terjadi pada saat itu.
Pada saat itu sesungguhnya terjadi peristiwa alam yang jarang terjadi, yaitu bhumi, bulan (Indu) dan matahari (Windhu) dalam satu garis lurus tegak di atas khatulistiwa, garis tengah bhumi. Sebagaimana diketahui pada tanggal 20 Maret pada tahun Kabisat (angka tahun habis dibagi empat) Matahari tepat berada di atas garis Khatulistiwa, dimana waktu siang dan malam menjadi sama 12 jam (pada tahun biasa matahari tegak di atas Khatulistiwa pada tanggal 21 Maret).

Peristiwa alam seperti ini menjadi sangat penting bagi penentuan Subhadiwasa, hari baik penyelenggaraan sebuah karya agung yang didasarkan atas wawasan kesemestaan. Peristiwa alam seperti itu, dimana bhumi, bulan (Indu) dan matahari (Windhu) dalam posisi lurus dan tegak, adalah bagaikan Omkara ngadeg (aksara suci OM yang tegak berdiri).


Omkara disuratkan sebagai aksara suci yang menyimbulkan bhumi (Okara), bhulan / candra / Indu, matahari / Windhu dan bintang-bintang, naksatra atau nada. Oleh karena itu OM sebagai pranawa mantra disebut juga sebagai lagu Brahma (nada Brahma) atau lagu alam semesta. Baca artikel Om, is the most inportant symbol in Hinduism
Alam Semesta yang terdiri atas benda-benda bersinar di langit, disebut sebagai Brahmanda (Brahma-anda) atau "Telor Brahma". Benda-benda bersinar tersebut adalah telor-telor atau bulatan-bulatan yang memancarkan sinar, dan sinarnya berasal dari sinar Surya. Oleg karena itu Surya / Aditya disebut-sebut sebagai sumber kehidupan, sumber cahaya.


Indu atau bulan yang berputar mengelilingi Surya, dilukiskan sebagai seorang Dewi yang begitu lembut dan cantik. Sinar Surya yang dipancarkannya ke bhumi begitu lembut. Oleh karenanya Indu mendapat perhatian khusus para pujangga yang mendambakan "kelembutan" , "keindahan" tetapi juga "kesucian".

Mpu Kanwa pernah menulis :  

sasi wimbha haneng gatha mesi banu / ndan asing suci nirmala mesi wulan / iwa mangkana rakwa kiteng kaladin / ring angambeki yoga kiteng sakala // 

Bayangan bulan terdapat dalam tempayan yang berisi air / pada setiap yang beris air yang suci hebing terdapat bayangan bulan / demikianlah Hyang Siwa pada setiap mahluk hidup / pada ia yang melaksanakan  yoga Hyang siwa menampakkan diri //.

Mpu Kanwa pasti tidak sembarang memilih bulan sebagai contoh dalam karya sastranya. Bulan yang lembut dan air yang heneng hening dan suci adalah pertemuan yang harmoni yang sangat didambakan oleh para rokhaniawan.
Dan surya sebagai sumber cahaya adalah seorang "Bapa" yang memberi cahaya kepada siapapun juga. Dan manusia yang pada hakikatnya adalah "Cahaya" itu, sesungguhnya ingin manunggal dengan Sang Maha Cahaya.

Benda-benda bersinar dilangit, Windhu, Indu dan yang lain adalah pusat orientasi dan konsentrasi kita. Kemuliaan kita tuangkan ke dalam aksara OM, bijaksana eka-akasara, aksara suci yang menggambarkan tentang alam semesta, hukum alam semesta (Rt (baca; Reta), Dharma), lagu alam semesta, lagu Tuhan (nada Brahma).

Cahaya dan kenirmalam, keheningan dan kecemerlangan adalah satu kemangunggalan, satu keharmonisan. Oleh karena itu segala aktivitas keagamaan yang dilakukan berdasarkan kesucian, untuk mendapatkan kesucian yang memancarkan cahaya Hyang Widhi. Tamaso ma jyotir gamaya ; Dari kegelapan semoga kita dituntun ke jalan yang disinari-Nya. Sumber bacaan buku Wija Kasawur (2) Ki Nirdon. (RANBB)

Selasa, 20 Mei 2014

Selamat Hari Raya Kemenangan Dharma

Kuningan hindu bali
Galungan Day
DHARMA tidak mempunyai prasangka atau sikap berat sebelah; ia sarat dengan kebenaran dan keadilan. Karena itu, manusia harus taat mengikuti Dharma; ia harus waspada agar  jangan sampai berjalan bertentangan dengannya. Salahlah bila manusia menyimpang dari Dharma. Jalan Dharma menghendaki agar manusia melenyapkan rasa benci kepada sesamanya dan memupuk kerukunan serrta hubungan yang bersahabat. Melalui kerukunan dan persahabatan, dunia akan tumbuh dari hari ke hari menjadi tempat yang diliputi kebahagiaan. Bila hal ini tetap mantap, dunia akan bebas dari kemelut, kekacauan, ketidakterikatan dan ketidakadilan.

Apa pun juga yang kau kerjakan, terlebih dahulu engkau harus memahami makna yang sebenarnya. Kemudian, usahakanlah setiap hari demi kebaikanmu. Dengan cara ini, kebijaksanaan akan tumbuh dan engkau akan memperoleh sukacita dan karma. Orang yang bijaksana, yang tidak berat sebelah dan tidak berprasangka, yang berpegang teguh kepada Dharma, menempuh jalan kebenaran sebagaimana diperintahkan oleh Weda. Itulah jalan bagi umat manusia sekarang ini.
 Baca Artikel Sudahkah Dharma Mengalahkan Adharma?

Pengetahuan Dharma diperoleh melalui tiga tahap sebagai berikut :

Minggu, 11 Mei 2014

Nama-nama Tuhan : Kunci Menuju Keabadian

hindu banten
Ishvara Sarva Bhuutanam
NAMASMARANA. Dalam jaman spiritual ini, mengulang-ulang nama Tuhan merupakan sebuah latihan yang cukup untuk memberkati kita dengan kebebasan spiritual. Walaupun jaman sekarang ditandai dengan kemerosotan spiritual, namun jaman sekarang adalah jaman yang paling mudah untuk bisa lepas dan bebas dari lingkaran kelahiran dan kematian. Naskah-naskah Hindu menjelaskan ada empat jaman atau yuga yang mana setiap yuga berlangsung selama ribuan tahun. Jaman sekarang disebut dengan nama jaman kali yang ditandai dengan kurang adanya kebajikan di dalam masyarakat dan kehidupan perseorangan. Bagaimanapun juga, karena begitu luasnya penyebaran kejahatan diantara orang-orang sehingga sedikit orang dari kita yang mendapatkan rahmat Tuhan.

Jaman sekarang yang dijelaskan oleh naskah-naskah suci merupakan jaman yang mendukung untuk mendapatkan kebebasan, sedangkan pada jaman sebelumnya adalah dengan melakukan olah tapa yang keras, sedangkan di jaman kali dimana kalian berada sekarang hanya dengan Namasmarana (mengingat nama Tuhan) adalah sarana untuk mendapatkan kekebasan !
 

Senin, 05 Mei 2014

Upakara untuk Hari Raya Galungan

kuningan
Ngaturang Bhakti
Umat Hindu Bali dimanapun berada dalam waktu dekat akan melaksanakan hari Raya Galungan yang menurut Kalender Bali jatuh pada Budha Kliwon Dunggulan. Upacara pada hari ini bertujuan untuk memohon kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, Ida Bhatara-Bhatari dan para Leluhur agar kita diberikan keselamatan jiwa, raga, murah sandang pangan, papan dan murah rejeki. Di Samping itu kita pula menghaturkan terima kasih atas anugerah yang telah kita terima yang berupa; makanan, minuman, pakaian, keselamatan dan sebagainya, untuk memelihara hidup kita. Lihat hari raya lain di Kalender Bali.

Adapun upakara-upakaranya :

  1. Untuk dipelinggih utama : Tumpeng Penyajan, tumpeng wewakulan (Jerimpen Dewa), Ajuman, Canang meraka, Pasucian, Canang burat-wangi atau yang lain. Upakara ini ditaruh pada suatu tempat pengayatan dan banyaknya tiga soroh, denganperlengkapannya berwarna tiga Merah, Putih dan Hitam.
  2. Pada pelinggih yang kecil seperti Ulun Sawah (ladang), Tugu dan sebagainya; Tumpeng Penyajan, Ajuman, Canang Meraka, Pesucian dan Canang Genten
  3. Untuk para gumatat-gumitit seperti rayap, semut, alat perlengkapan untuk bekerja sehari-hari (disawah, dirumah, dan sebagainya) ; Tumpeng Penyajan dan Canang Genten
  4. Untuk di peparuman; Sesayut, Pengambyan, Peras, Penyeneng, Dapetan, Jerimpen, Gebogan, Pajegan, Pesucian dan lain-lainnya, serta sedapat mungkin memakai daging babi (be celeng ;red)


Ucapan Mantra untuk menghaturkan banten tersebut :
Om pasang tabe pekulun (sang Kadali puspa) Ulun angaturaken sarining Sang Hyang Siwa Raditya, sarining Sang Kadali puspa, sarining ngamanah, angastuti Bhatara Siwa Tata-Gata, mwang Bhatara Dharma, Mwang Budha sarwa Dewa-Dewi sama daya, kajenengan dening Sang Hyang Tri Purusa awas sajinira telung warna kabeh, winugrahan purnaning jadma, menadi sarwa tinandur murah kang sarwa tinuku, dirgayurastu tatastu astu ya namah.

 
Upakara di tempat pengayatan adalah banten Pengadangan/Pekoleman dan upakara banten seperti sub. 1. dan sub. 2. masing-masing 3 tanding.


Ucapan Mantra untuk menghaturkan banten tersebut :
Pekulun Bhatara sarinin Galungan, manusan nira kina weruhaken sarining Galungan, ingsun weruh sarining Galungan, angisep sari rahina wengi angisep sarining Bhuwana kabeh dadi ya ngulun Bujangga luih akas dang ratu suka sugih sariran ingulun, kedep anak-anak aputu buyut tumus tekeng anak putu buyut ning ngulun Sang Hyang Tri Oda Dasa Saksi anyaksi ngulun.
 

Banten pada Penjor. Diaturkan kehadapan Bhatara di Gunung Agung. Ajuman putih kuning, upakara seperti sub.1. dilengkapi dengan tadah Pawitra. Hendaknya upacara dilaksanakan pada waktu sebelum tajeg Surya (jam.12.00) siang. Baca Artikel Penjor Pering Selonjor

Nanceb Penjor pada hari Selasa Wage sore, perlengkapan yang ada pada penjor adalah segala jenis jajan yang dibuat untuk upakara segala jenis sawah ladang seperti Ketela, Jagung, Kelapa, Padi, Pisang, uang sebelas kepeng, dan lainnya. Di Puncaknya diisi sampian Penjor lengkap dengan pelawa, porosan, bunga selembar kain putih kuning, hitam.
Pada waktu bersamaan pendirian Penjor, dipasang pula pen-cenigaan, lamak-lamak dan gegantungan lainnya baru diturunkan pada waktu Budha Keliwon Pegat Uwakan.
 

Upakara hari Raya Galungan 

  • Tumpeng Penyajan ; sebagai alasnya adalah sebuah ceper diatasnya diisi 2 buah tumpeng kecil, lauk-pauk, jajang, buah-buahan dan sampian tangkih.
  • Tumpeng Wewakulan (Jerimpen Dewa) ; sebuah wakul kecil yang diisi sebuah tumpeng, lauk-pauk, jajan, buah-buahan dan sampian jaet.
  • Banten Pakolemen (Pengadangan) ; sebuah taledan yang berisi dua buah ceper kecil dan masing-masing berisi nasi serta lauk-pauk. Pada taledan itu juga diisi dua buah tumpeng, lauk-pauk yang dialasi dengan tangkih/ ceper, jajan, buah-buahan, tebu, sampian, kepet-kepetan (sampian soda) dan canang burat wangi. Kemudian sebuah taledan yang lain berisi dua buah tumpeng, lauk-pauk, jajan, buah-buahan, sampian tangga.
  • Sesayut ; alasnya disebut "kulit sesayut", diatasnya diisi nasi/penek, dilengkapi dengan laukpauk, jajan, buah-buahan, tebu dan sampiannya disebut sampian Nagasari.
  • Pengambyan ; sebuah taledan yang berisi dua buah tumpeng, tulung pengambyan, tipat pengambyan dan perlengkapan seperti Sesayut dengan sampian Tangga.
  • Dapetan ; sebuah taledan yang isinya seperti Pengambyan  tetapi tumpengnya sebuah dan sampiannya sampian Jaet.
  • Penyeneng ; sebuah jejahitan yang terbagi menjadi tiga petak, pada petak-petak itu diisi Wija, Tepung Tawar dan Nasi Segau (nasi yang dicampur dengan abu) dilengkapi dengan porosan dan bunga. Untuk tetebusannya dapat ditaruh pada Wija atau pada puncaknya.
  • Jerimpen ; sebuah keranjang yang panjang (khusus untuk alas Jerimpen) diisi beberapa jenis jajan, dialasi dengan bakul didalamnya diisi beras, base tampel, benang utih dan uang serta atasnya diisi sampian Jerimpen.
  • Pajegan ; Pangkonan yang lebih besar, dua atau tiga buah taledan yaitu satu diisi nasi dan yang lain diisi lauk-pauk dan tiap jenis dialasi dengan tangkih dan jajan serta buah-buahan.

Sumber buku Rare Angon dan Catur Yadnya kapupulang oleh Jro Mangku Pulasari. (RANBB)