Wija Kasawur 2 Ki Nirdon |
Seorang Kawi-wiku Dang Hyang Nirartha dalam karyanya Kakawin Nirartha Prakreta menyusun kalimat yang memikat perhatian kita : ri heneng ikanang ambek tibralit mahening aho / lengit atisaya sunya jnanaanasraya wekasan / swayeng umibeki tan ring rat mwang deha tuduhana / ri pangawakira sang hyang tattwadhyatmika ketemu // " Ketika hati telah tenang (heneng) menjadi halus, suci (hening) dan cemerlang / sunyi dan sunya, akhirnya tercapailah alam kesadaran dan kebebasan rohani / lalu terasa meliputi seluruh jagat, tidak diketahui dari mana asal perasaan itu / alhirnya ditemuilah Dia yang disebut Sang Hyang Tattwa-dhyatmika, Sang Realitas Tertinggi //
Heneng dan Hening, tenang dan suci, kata-kata sarat makna bagi para pendamba alam Sunya, alam sunyi, sepi. Namun sepi disini tidak berkmakna kosong, tetapi "sempurna". Itulah sebabnya simbol purna adalah O, bulan purnama adalah bulan sempurna di langit.
Ketika bulan purnama di langit, ketika hati suci nirmala, kita memuja Sang Hyang Tattwadhyatmika, Jiwa Sarwa Sekalian Alam : " Bayangan bulan ada dalam tempayan yang berisi air / pada setiap air yang suci nirmala berisi bayangan bulan / demikian Engkau pada setiap mahluk / pada setiap yang melaksanakan yoga Engkau menampakkan diri //" Demikian pernyataan sang pertapa Arjuna lewat sembah yang ditujukannya kepada Hyang Siwa. Dan yoga adalah jalan untuk "bersatu" dengan -Nya, sekaligus jalan kesucian dan kecemerlangan.
Pada air yang heneng dan hening terdapat bayangan bulan, tetapi juga cahaya yang bersinar cemerlang. Kakawin Nirartha Prakreta lebih lanjut menjelaskan, yang diumpamakan sebagai air itu tiada lain adalah alam fikiran manusia, perasaan dan fikiran manusia sendiri. " Tri mala malilang ing cittangde suddha sada / lara pati puteking twas ndin sandehan ika kabeh / gesengi manahirapan rudratma sakala wibhuh // Tri-mala (tiga kekotoran) menjadi tersucikan, sehingga pikiran senantiasa suci / sakit dan derita karena fikiran kotor menjadi hilang semuanya / terbakar oleh kekuatan "indra" yang ada dalam dirinya "
Puteking hati, hati yang kotor penyebab terjadinya derita, telah hilang, lalu tercapailah "keheningan", sesuatu yang dicita-citakan oleh mereka yang mengetahui bahwa hakikat yang ada ini adalah "kesucian" (Suddha).
Mpu Yogiswara dalam karyanya Kakawin Ramayana malah menyatakan bahwa memang ada "ilmu rokhani" yang disebut "Aji ning hening". Setelah secara simbolik beliau menceritakan tentang berbagai "aliran kerokhanian" lewat tokoh-tokoh burung, beliau menulis : Kimutang mahatma tapa-tapa cutul / suci cetta-cetta ucapan ring aji / aji ning hening hana heneng ginego / apawarga margga mapageh gineneng / Terlebih lagi bagi mereka yang berjiwa besar dan sudah berusia lanjut sengaja menyiapkan diri untuk bertapa / berhati suci dan menghayati ajaran agama / melaksanakan ilmu kesucian (aji ning hening) dan berjiwa tenang (heneng) / dengan tetap hati melaksanakan ajaran menuju alam kesucian itu / "
Demikianlah heneng dan hening, kata yang sangat berkesan di hati kita, kata yang memiliki makna yang mengalir dari ajaran kerokhanian. Heneng dan Hening bagi para kawi bukan sekedar "permainan" kata (alamkara), tetapi benar-benar mengandung nilai-nilai yang padu : ketika hati telah heneng dan hening, maka terpancarlah kecemerlangan. Dia yang memiliki hati yang heneng dan hening, adalah juga memiliki pandangan yang jelas dan jernih ke masa lalu dan masa datang. Sumber bacaan buku Wija Kasawur 2 Ki Nirdon.
Selamat hari Raya Nyepi Saka 1936, mari heneng dan hening selalu umat Hindu di seluruh Indonesia. (RANBB)