TEDUNG JAGAT |
Sri Aji Dalem Kramas yang berkuasa di wilayah Kramas adalah keturunan Sri Dalem Wira Kesari, ksatria dari Kediri. Beliau berputra I Dewa Kramas yang kemudian pindah dan menetap di desa Taro. Beristrikan putri Pangeran Bandesa Taro, yang kemudian melahirkan tiga orang putra dan putri. Yang sulung bernama Pangeran Gading Warni, menjadi pemuka desa di desa Gading Wani, adiknya bernama Pangeran Bandesa Mas menjadi penguasa di desa Mas, dan si bungsu bernama Ni Luh Ayu Rukmi yang diperistri oleh Ki Gusti Pasek Pasar Badung dan berputrakan Ki Pangeran Bandesa Manikan dan I Gusti Pasek Manik Mas.
Diceritakan desa Gading Wani tertimpa wabah penyakit, kemudian ditolong oleh seorang pendeta dari Jawa yang bernama Dang Hyang Dwijendra dengan kunyahan sirih dan percikan tirtha. Akhirnya seluruh masyarakat Gading Wani yang tertimpa wabah menjadi waras, sehat seperti sedia kala. Selanjutnya Ki Bandesa Gading Wani mohon ditasbihkan menjadi seorang pendeta. Berita ini kemudian tersebar sampai ke desa Mas. Lalu Sang Pendeta diundang ke Desa Mas oleh Pangeran Bandesa Mas.
Setelah Sang Pendeta berada di desa Mas, lalu Beliau membangun sebuah permandian yang bernama Taman Pule.
Setelah lama Beliau berada di desa Mas, kemudian Pangeran Bandesa Mas mohon agar disucikan menjadi seorang pendeta. Permohonan Pangeran Bandesa Mas dikabulkan dan selanjutnya disucikan dan diberikan wejangan-wejangan dan anugrah. Membalas kebaikan Sang Pendeta, Pangeran bandesa Mas lalu mempersembahkan putrinya yang bernama Ni Gusti Luh Ayu Kencana, dan selanjutnya diperistri oleh Sang Pendeta dengan upacara widi widana.
Selanjutnya mereka melahirkan putra yang tampan dan pintar, setelah disucikan bernama Mpu Kidul atau Batara Sakti Buk Cabe, yang juga disebut Brahmana Mas.
Juga ada anugrah Dang Hyang Dwijendra kepada Pangeran Bandesa Mas, diperkenankan maprawerti, mengumandangkan weda, diantaranya Weda Sulambang Geni, Weda Pasupati Racana, serta Canting Mas. Pada saat melaksanakan Pitra Yadnya dibenarkan memakai beberapa hiasan.
Diceritakan setelah keturunan Pangeran Bandesa Mas menjadi banyak, mengabdi pada Batara Sakti Buk Cabe di desa Mas.
Suatu hari, ladang Batara Sakti Buk Cabe dirusak oleh seekor kuda milik Anglurah Mambal. Kuda tersebut lalu dilempari batu hingga mati. Itulah yang menyebabkan terjadinya pertempuran antara Batara Sakti Buk Cabe dengan Anglurah Mambal. Pada saat terjadinya pertempuran, Batara Sakti buk Cabe ditinggal oleh sanak saudara Bandesa Mas dan Bandesa Pamajengan, sehingga Beliau bertempur sendirian. Bandesa Mas dan Bandesa Pamajengan lalu dikutuk oleh Beliau supaya tidak ada Bandesa Mas dan Bandesa Pamajengan di desa Mas.
Sri Dalem Wijaya Tanu yang berkuasa di Sukawati mendengar berita bahwa Ki Pangeran Mas mempunyai hiasan kepala berisi permata Nawaratna yang didapat pada seekor ikan nyalian. Beliau berkeinginan untuk melihat permata tersebut. Karena kutukan dari Batara Sakti Buk Cabe, maka diserbulah desa Mas oleh Sri Wijaya Tanu, yang menyebabkan keturunan Bandesa Mas dan Bandesa Pamajengan mengungsi ke desa-desa seluruh Bali. Yang masih tinggal di desa Mas berganti nama menjadi Bandesa Besang, Bandesa Kliki, dan bandesa Poh Gading.
Sumber : http://baliculturegov.com/2009-10-06-09-01-33/konsep-konsep-budaya.html