Selasa, 31 Oktober 2017

Memahami Tattwa Susila Upacara

Tattwa Susila Upacara


umat hindu di serang banten
CanangSari Yadnya
Tattwa merupakan salah satu kata dalam bahasa Sanskerta. Secara harfiah kata ini berarti "kebenaran status, kebenaran alam, penting, pikiran dan suatu unsur". Dalam ajaran Hindu kata tattwa dijadikan sebagai ikon utama dalam pemahaman tentang ketuhanan, kemanusaan dan kesemestaan. Oleh karena itu tattwa dimaknai sebagai "sraddha" yang berarti "kepercayaan, keyakinan, rasa hormat, kuat, hasrat".

Sebagai dasar dari sraddha, maka tattwa Hindu harus mampu memberikan kekuatan dan keyakinan yang mantap kepada umat Hindu agar mereka betul-betul mempercayai agama yang dianutnya atas dasar tutur (kesadaran pengetahuan) bukan atas dasar keyakinan yang membabi buta karena kebodohannya (gugon tuwon). Dengan dasar tutur ini maka mereka menjadi gugon tuhon. atau -kalau boleh meminjam istilah Filsuf Yunani Kuno- disebut sebagai "corgito ergo sum (saya berpikir maka saya ada)". Konsep gugon tuhon ini akan menjauhkan mereka pengetahuan yang semu (maya) dan mendekatkan mereka pada pengetahuan yang sejati (sat).



Susila. Kata "susila" berasal dari kata Sanskerta "su" yang berarti "baik,mulia" dan "sila" yang artinya "watak, adab". Senada dengan Sharma, Zoetmulder mengartikan kata "sila" sebagai "tingkah laku, moralitas atau kebajikan". Sedangkan menurut Wojowasito kata "sila" dapat diterjemahkan sebagai tingkah laku yang didasarkan pada pertimbangan moral dan telah menjadi kebiasaan, adat serta peradaban yang baik atau mulia.

Kata susila sering kali dipersamakan dengan kata etika. Secara etimologis, kata "etika' berasal dari kata Yunani "ethos" yang berarti "watak atau adat". Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata ini juga disamakan dengan akhlak atau moral. Sementara itu kata "moral" berasal dari kata Latin "mos" (jamaknya "mores") yang juga berarti "adat atau cara hidup".

Baca Juga : Wasista Tattwa Lontar Etika Agama Hindu

Dalam agama Hindu memandang susila  sebagai sendi-sendi yang membangun (kerangka dasar) agama itu sendiri. Sebagai yang diamanatkan dalam Lontar Vrhaspati Tattwa yang berbunyi :

sila ngaraning mangraksacara rahayu .......nahan pratkeyaning dharma ngaranya.

Artinya :
Sila artinya melakukan perbuatan baik ...... itulah beberapa macam ciri dari dharma.

Upacara. Secara etimologis kata "upacara" berasal dari gabungan kata Sanskerta "upa" dan "cara". Kata "upa" berasal dari akar kata "up" yang dapat diartikan sebagai "arah ke-, terhadap, dekat, dengan, di bawah, malang, roboh, hampir, tambahan pula, lebih-lebih". Kata "upa" juga bisa diartikan "kesini, tentang, dekat/mendekat, menurut, terhadap, selanjutnya". Sementara itu kata "cara" berasal dari urat kata "car" yang berarti "pergi, berjalan, memelihara, menghidupkan, tinggal, praktek, menggembalakan, mengetam". Di lain kata "cara" juga dapat diartikan "bergerak, mengembara, menjelajah".

Jadi upacara dapat diartikan "pergi atau bergerak mendekat baik ke atas (vertikal ke atas), ke bawah (vertikal ke bawah) maupun ke samping kiri dan kanan yang ada disekitarnya (horizontal)" Di samping itu kata "upacara" sendiri dapat diartikan sebagai "pelayanan, kehormatan, ramah, syair pemujaan, hadir, permohonan, permintaan".

Baca Juga : Tutur Bhuwana Mareka

Dengan menyimak pengertian etimologis tersebut, upacara dapat diartikan sebagai aktivitas pelayanan, pemujaan atau penghormatan yang bertujuan untuk mendekatkan manusia dengan Tuhan, sesama manusia dan lingkungannya beserta atribut-atribut yang ada di dalamnya.

Sebagai sebiah aktivitas atau gerakan, upacara tentu akan menghasilkan energi dan sinergi yang terjalin sedemikian rupa sehingga membentuk suatu kesatuan yang utuh dan biasanya merupakan suatu integritas antar unsur-unsur baik itu yang nampak maupun yang tidak nampak. Bagi masyarakat Hindu, hal ini dinamakan sebagai sekala-niskala atau wahyadyatmika. Mengingat upacara sebagai sebuah konkretisasi dari sesuatu yang abstrak maka dalam upacara terjalin rangkaian acara yang urut, sistematik dan formalistik. Dalam pada itu upacara ini sering disamakan dengan ritual atau ritus.

Upacara juga dapat dipandang sebagai realitas emosi keagamaan yang nampak atau konkret dan juga sebagai manifestasi rasa bhakti yang tulus dari para bhakta kepada Sang Pujaan. Oleh karena itu upacara ini merupakan wujud nyata dari aktivitas religius yang kesemuanya didasarkan atas tuntunan atau pedoman tertentu dengan tujuan memantapkan perasaan batin dalam upaya menuju atau mendekatkan diri dengan sumbernya, yaitu Tuhan Yang Maha Kuasa.