Rare Bali Anak Bali Belog Ngiring Ngajegang Bali dengan berbahasa Bali sane becik, senang ring Tembang Bali tur sekancan sastra lan Budaya Bali sane sampun kaloktah ring jagate mangda sumingkin jangkep tur paripurna #Bahasabali #AjegBudayaBali #RareBali

Breaking

Translate

Sabtu, 11 Oktober 2014

Sastra Jawa Kuno : Tutur Bhuwana Mareka

TUTUR BHUWANA MAREKA 

dupa
Bunga Dupa dan Tirtha
Tutur Bhuwana Mareka adalah lontar yang memuat ajaran tentang Siwa. Bahasa yang digunakan adalah bahasa campuran antara Bahasa Jawa Kuno dan Bahasa Sansekerta yang disajikan dalam bentuk sloka. Adapun materi pokok yang diajarkan dalam Lontar Bhuwana Mareka ini adalah pengetahuan tentang “ilmu kadyatmikan” yang dapat dijadikan oleh para yogi atau para jnanin untuk mencapai kalepasan/kamoksan. 


Sang Hyang Mareka sesungguhnya adalah awal dan akhir segala yang ada. Ia adalah Sunya, pokok ajaran Bhuwana Mareka. Ia adalah Sang Hyang Utama yang sesungguhnya tidak diketahui oleh siapapun. Rahasia diantara yang rahasia. Ia yang misteri ini selalu dirindukan oleh orang-orang suci, maka selalu direnungkan dalam sanubari. Ialah tujuan dan hakekat ajaran kamoksan. 



Artikel Terkait :

Sesungguhnya Ia esa dan suci, ada di mana-mana, ada pada segala, inti alam semesta. Ialah yang disebut dengan berbagai nama menurut kedudukan, fungsi dan harapan pemuja-Nya. Dalam rangka kamoksan dan kadyatmikan, Ia yang dimohon hadir berwujud Istadewata dalam meditasi penghayatnya. Untuk mencapai penghayatan sebagai yang diharapkan, ada sadana yang harus ditaati oleh si penghayat, sebagai yang tertuang dalam berbagai Kaputusan sebagai yang diajarkan dalam teks ini. 

TUTUR BRAHMOKTA WIDHISASTRA 

Brahmokta Widhisastra adalah sebuah lontar yang cukup tua. Uraian di dalam lontar ini ditulis dalam bentuk sloka dengan menggunakan bahasa Sansekerta, sedangkan penjelasannya menggunakan bahasa Jawa Kuna. Lontar ini menguraikan ajaran Kalepasan yang bersifat Siwaistik, diantaranya menjelaskan tentang hakekat Sanghyang Pranawa (Om). 

Semesta alam dan badan (manusia) adalah perwujudannya yang sekaligus pula sebagai jiwanya. Ia adalah obyek tertinggi kalepasan. Menjelaskan manfaat pranayama. Pranayama yang benar akan dapat membakar habis semua pennyakit, termasuk pula papa, dosa-dosa, triguna, dasendriya, sadripu, sehingga orang terbebas dari penyakit. Orang yang bebas dari penyakit akan panjang umur. Selain itu, lontar ini juga menjelaskan tentang Catur Dasaksara (empat belas aksara).

Keempat belas aksara itu memiliki kadar kesucian yang sama dan pahala sorga dan kamoksan yang sama pula, karena keempat belas aksara itu adalah merupakan badan Tuhan atau perwujudan Siwa yang disebut Catur Dasa Siwa (empat belas Siwa), yang merupakan obyek kalepasan dalam arti untuk mencapai kalepasan, maka keempat belas tempat Siwa itu bisa dituju sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. 

Om adalah kalepasan tertinggi. Aksara mana yang dapat dipusatkan dalam pikiran kala kematian menjelang, maka ke sanalah ia menuju ke salah satu tempat Siwa. Orang yang telah mencapai tempat Siwa akan menikmati kesenangan dan tidak akan kembali duka karena itu disebut Siwa atau Sadasiwa. Ia juga disebut Iswara karena ia adalah pemilik keempat belas istana itu. Lontar ini juga berisi himbauan kepada guru agar di dalam mengajarkan mutiara ajaran Siwasiddhanta tertinggi ini tidak pada sembarang siswa, dan lain-lain. 

TUTUR MEDANG KEMULAN 

Medang Kemulan merupakan salah satu dari sekian banyak lontar tutur yang memuat tentang ajaran Siwa. Secara garis besarnya, lontar ini menguraikan tentang percakapan Sang Hyang Dharma Siddhi dengan Sang Hyang Siddhi Mantra, tentang asal muasal aksara semua, tentang Catur Dasa Manu dan pemerintahannya, tentang keberadaan kitab-kitab sastra serta pengarangnya, begitu juga tentang Catur Wariga yang dikaitkan dengan kelahiran Sang Watugunung. 

• Tentang asal mula aksara berkaitan dengan pemerintahan Sang Hyang Catur Dasa Manu di Negeri Giridwipa Aikalaya. Dalam melaksanakan pemerintahannya, Beliau didampingi oleh dua orang pendeta utama yaitu Dang Hyang Romaharsana dan Bhagawan Baradwaja. Dari kedua orang suci inilah Sang Catur Dasa Manu mendapatkan berbagai pengetahuan, terutama pengetahuan mengenai silsilah para manu yang jumlahnya 14 dan pusat pemerintahannya. 

• Mengenai kitab-kitab sastra dan pengarangnya; Kitab Brahmanda Purana, menguraikan tentang asal mula para Brahmana yang diciptakan oleh Bhatara Siwa; Kitab Rajaniti yang berisi tentang ilmu pemerintahan; Aksara, Samuscayakreti, Adigama, Tretagama, yang memuat tentang ajaran susila disusun oleh Bhagawan Romaharsana. Tatwajnana menguraikan tentang ajaran filasafat untuk menuju kalepasan diciptakan oleh Bhatara Brahma. Kitab Asta Dasa Parwa yang dimulai dari Adi Parwa sampai dengan Aswameda Parwa, serta segala kitab yang berbentuk sloka dan sruti diciptakan oleh Bhagawan Biasa.

• Mengenai terciptanya Wariga dengan Catur Wariganya sebagai penentuan hari baik dan buruk diciptakan oleh Bhatara Gana. Penciptaan Wariga ini merupakan perintah dari bhatara Siwa kepada Bhatara Gana, setelah Beliau mengutuk Watugunung agar dikalahkan oleh Sang Hyang Hari Bhuwana. 

Artikel Terkait :

 

Sumber : http://baliculturegov.com/2009-10-06-09-01-33/konsep-konsep-budaya.html

Cari Blog Ini

Pengikut

Blog Archive