Rare Bali Anak Bali Belog Ngiring Ngajegang Bali dengan berbahasa Bali sane becik, senang ring Tembang Bali tur sekancan sastra lan Budaya Bali sane sampun kaloktah ring jagate mangda sumingkin jangkep tur paripurna #Bahasabali #AjegBudayaBali #RareBali

Breaking

Translate

Sabtu, 26 Juli 2025

Jengah itu “bukannya marah”.

 JENGAH

 

Dalam konteks budaya Bali, "jengah" memiliki makna lebih dalam, terkait dengan nilai-nilai agama Hindu dan etos kerja keras untuk menghindari rasa malu. "Jengah" menjadi dorongan untuk bekerja keras, bangkit dari keterpurukan, dan menjaga harga diri. Sikap jengah diyakini sebagai sikap yang mampu memperkuat diri untuk tampil berkualitas.

 


Jengah itu “bukannya marah”. Begitu banyak nilai-nilai atau ajaran agama Hindu terekspresi dan menjadi nilai-nilai budaya Bali, salah satunya adalah jengah, yang dalam bahasa sansekertanya disebut Hrih yang diartikan sebagai ‘memiliki rasa malu’. Rasa malu itu berkaitan dengan sloka dalam Bhagavadgitha, ketika Arjuna menolak untuk berperang melawan Kurawa. Ketika itu Khresna menasehati Arjuna, agar tidak melakukan perbuatan yang memalukan atau hina, sebagai ksyatria yang menolak berperang. Perang yang akan dilakukan adalah perang melawan adharma (kebatilan) dalam rangka menegakkan dharma (kebenaran).

 

Melakukan jengah analoginya bagaikan melaksanakan perang, (urip sekadi perang). Keberhasilan dari jengah adalah diraihnya kesuksesan, direbutnya kemenangan dan diperolehnya jalan dharma serta berujung pada pemuliaan Tuhan. Dalam konteks budaya, perkataan jengah memiliki konotasi sebagai semangat guna menumbuhkan inovasi untuk bangkit dari keterpurukan. Jengah merupakan dasar sifat-sifat dinamik yang menjadi pangkal segala perubahan dalam kehidupan masyarakat. Salah satu perang dalam diri sendiri adalah melawan rasa malas untuk berkegiatan sosial di masyarakat (Ngayah). Rahayu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Buku Tamu

Cari Blog Ini

Pengikut

Blog Archive