TEKS DAN TERJEMAHAN (2000)
Diceritakan setelah kalahnya Raja Bedahulu di Bali, akhirnya
keadaan Bali pada saat itu menjadi tenang, sedangkan Patih Nirada Mada menjadi
tidak senang. Disebutkan ada seorang pendeta yang sangat sempurna bernama Dang
Hyang Kepakisan. Beliau berputra tiga orang laki-laki dan seorang wanita. Salah
satunya dimohon menjadi raja oleh Gajah Mada di Bangsul (Bali) bernama SriDalem Kresna Kepakisan. Baginda beristana di Samprangan, dan setelah beberapa
generasi terakhir digantikan oleh Dalem Sagening. Diceritakan pula Arya
Kepakisan menjadi mahapatih di daerah Bali. Beliau berputra dua orang yaitu
Arya Nyuh Aya dan Arya Asak.
Diceritakan Si Luh Pasek Panji dari desa Panji, ia mengabdi kepada Sri Aji Dalem Sagening. Setelah ia menginjak dewasa, suatu ketika Sri Aji Dalem Sagening secara tidak sengaja menginjak tanah bekas air kencing Si Luh Pasek yang terasa panas. Demikianlah akhirnya Si Luh Pasek berhasil digauli oleh Sri Aji Dalem Sagening, dan tak berapa lama maka hamillah Si Luh Pasek.
Suatu ketika, Sri Aji Dalem Sagening ingin menghadiahkan
sesuatu kepada Ki Gusti Ngurah Jarantik atas pengabdiannya, maka diserahkanlah
Si Luh Pasek Panji. Tidak diceritakan maka lahirlah seorang anak laki-laki yang
diberi nama Ki Gusti Barak Panji. Setelah dewasa, berdasarkan pertimbangan
keamanan, Ki Gusti Barak Panji meninggalkan istana disertai oleh ibunya Si Luh
Pasek Panji diiringi oleh Ki Dumpyung, Ki Dosot, beserta sejumlah pengiring
abdinya berjumlah tiga puluh orang. Akhirnya tibalah Beliau di desa Panji. Saat
itu desa Panji dikuasai oleh Ki Pungakan Gendis. Berkat kesaktian keris Ki
Semang akhirnya Ki Pungakan Gendis tewas tanpa diketahui siapa pembunuhnya.
Diceritakan ada perahu milik Ki Empung Awang yang terdampar
di pesisir desa Panimbangan. Perahu itu sarat dengan barang bawaan. Barang
siapa yang dapat mendorong perahu tersebut akan dihadiahkan semua isi perahu.
Dengan bantuan keris Ki Semang akhirnya Ki Gusti Panji berhasil menyelamatkan
perahu itu. Begitulah Ki Gusti Ngurah Panji dengan bantuan keris Ki Semang
serta didukung oleh pribadinya yang welas asih akhirnya berhasil memimpin
masyarakat desa Gendis. Selanjutnya beliau dinobatkan dan bergelar Ki Gusti
Ngurah Panji Sakti, karena kesaktiannya yang luar biasa, dan Beliau menetap di
Istana Sukasada.
Setelah beberapa lama pemerintahan Sri Panji Sakti, tidak
ada yang berani menentang perintah Beliau dan tetap tinggal di Istana Sukasada.
Akhirnya Beliau menurunkan beberapa keturunan. Setelah Beliau wafat digantikan
oleh putranya yang tertua yang bernama Ki Gusti Ngurah Panji Gede. Demikianlah
putra-putra Beliau yang lain, semua berada di Singaraja.
Diceritakan Bali telah menjadi kekuasaan Majapahit. Walaupun
demikian, di belahan Bali Timur terus terjadi gejolak penentangan. Untuk
meredam gejolak tersebut, diutuslah Sirarya Gajah Para dan Sirarya Getas.
Akhirnya kedua arya tersebut tinggal di Sukangeneb, Toya Anyar, dan menurunkan
beberapa keturunan. Selanjutnya Sirarya Getas diutus untuk mengadakan
penyerangan ke Selaparang, dan Beliau pun akhirnya menetap di sana (Praya).
Diceritakan Sirarya Gajah Para telah wafat. Setelah wafatnya
Sirarya Gajah Para, maka terjadilah pertikaian antara cucu-cucunya yang
berakibat cukup fatal. Dua bersaudara meninggal dalam perkelahian. Dua orang
janda beserta putranya masing-masing meninggalkan Toya Anyar, ada ke
Tanggawisia, dan ada yang ke Gelgel. Setelah peristiwa itu, keturunan Arya
Gajah Para tersebar di desa-desa di Bali serta mengembangkan keturunannya
masing-masing.
Ki Tambyak adalah putra dari Begawan Maya Cakru. Semenjak lahir ia ditinggal oleh orang tuanya dan akhirnya ia dijadikan anak angkat oleh Kebayan Panarajon. Ia kemudian tumbuh menjadi pemuda yang gagah dan berilmu sehingga disegani masyarakat lingkungannya, bahkan raja Bedahulu pun mengangkatnya sebagai seorang patih.
Pada suatu saat diceritakan Ki Tambyak bertemu dengan Arya
Notor Waringin. Dalam pertemuan tersebut mereka berdua sepakat untuk bersemedi.
Dengan ketekunan semadinya akhirnya mereka dianugrahi daerah kekuasaan, yang
mana daerah tersebut pada akhirnya disebut daerah Badung. Di daerah inilah
mereka menjalankan roda pemerintahan. Lama- kelamaan Ki Tambyak ingkar dengan
kepercayaan yang telah dibangunnya sehingga ia diusir ke daerah Pecatu.
Demikian seterusnya ia beserta keluarganya berpindah-pindah dari satu tempat ke
tempat yang lain.