Kesepakatan Bersama Umat Hindu |
Rare Angon Nak Bali Belog dalam rangka penyusunan buku sejarah pura Dharma Sidhi Ciledug tentunya membutuhkan data-data primer dan sekunder. Data primer berasal dari pendiri, sesepuh atau warga dengan wawancara langsung dan dari laporan kegiatan, laporan pertanggungjawaban, proposal serta dari dokumen-dokumen yang berhubungan dengan kegiatan pura.
Sedangkan data sekunder berasal dari buku-buku yang berkaitan dengan agama Hindu, media online dan internet. Salah satu hal yang dijumpai saat mengumpulkan data primer adalah sebuah piagam atau dokumen mengenai kesepakatan bersama antar umat Hindu.
Berikut petikan dokumen tersebut :
Sedangkan data sekunder berasal dari buku-buku yang berkaitan dengan agama Hindu, media online dan internet. Salah satu hal yang dijumpai saat mengumpulkan data primer adalah sebuah piagam atau dokumen mengenai kesepakatan bersama antar umat Hindu.
Berikut petikan dokumen tersebut :
Om Swastiastu,
Om Ano Badrah Kratavo Yantu Visvatah,
Dengan dilandasi keyakinan akan kebenaran kitab suci Bhagawadgita, yang menyebutkan :
Ye yatha mam prapadyanteTams tathaiva bhajamy ahamMama vartmannuvartanteManusyah partha sarvasah.Bagaimanapun (jalan) manusia mendekatiKu, Aku terima, Wahai Arjuna. Manusia mengikuti pada segala jalan.
(Bhagavadgita, IV:11)
Dalam pertemuan kekeluargaan yang diprakarsai oleh Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Hindu dan Budha bersama Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat pada hari Senin, 5 Nopember 2001 di ruang rapat Ditjen Bimas Hindu dan Budha, kami yang hadir sepakat dengan kebijaksanaan Parisada Hindu Dharma Indonesia selaku Majelis Tertinggi Umat Hindu serta Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Hindu dan Budha maupun komponen umat Hindu lainnya, untuk senantiasa mempertahankan persatuan dan kesatuan umat Hindu dengan menjaga hubungan yang harmonis satu dengan yang lain, menghormati dan melaksanakan Keputusan Maha Sabha VIII Parisada Hindu Dharma Indonesia yang dilaksanakan tanggal 20 s/d 24 September di Denpasar Bali, khususnya bidang Agama sebagai berikut :
- Sepakat untuk saling menghormati tata cara kegiatan kerohanian dan keagamaan masing-masing sampradaya;
- Sepakat untuk melaksanakan kegiatan kerohanian dan keagamaan sesuai dengan tata cara yang diyakini masing-masing serta dilaksanakan dalam lingkungan/tempat kegiatannya masing-masing;
- Sepakat untuk tidak mencampuri tata cara kegiatan kerohanian dan keagamaan yang dilaksanakan di tempat masing-masing serta menghormati aturan yang berlaku;
- Masing-masing menyadari bahwa ajaran agama Hindu merupakan ajaran suci dan sarat makna, karena itu wajib menghargai perbedaan persepsi dan tafsir yang dilaksanakan oleh masing-masing kelompok/sampradaya dengan tidak saling mencela satu dengan yang lain.
Dengan dilandasi ketulusan dan kesucian hati serta semangat kekeluargaan untuk bersama-sama mempertahankan persatuan dan kesatuan sesama umat Hindu, semoga kesepakatan ini dapat disosialisasikan dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Om Santih, Santih, Santih.
Jakarta, 5 Nopember 2001. (ditandatangani oleh) Ketua Yayasan Sri Satya Sai Baba Indonesia; Lachman Vaswani, Ketua Dewi Mandir; Kishoo M.S, Acharya Yayasan Keluarga Besar Chinmaya Jakarta; Brahmacari Bhargava Chaitania, Sekretaris Yayasan Radhan Govinda; I Wayan Taler Wardika, SH, Ketua Guru Dwara Sikh Temple; Mohinder Singh, Ketua Paguyuban Majapahid; Pardiyo, Ketua Umum Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat, I Nyoman Suwandha, SH dan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu dan Budha; Drs. Wayan Suarjaya, M.Si./NIP:150177471
Ajaran agama Hindu merupakan ajaran suci dan sarat makna, sesuai sloka Bhagavadgita diatas, namun menurut Rare Angon Nak Bali Belog banyak umat Hindu yang berbeda penafsiran sehingga "loncat pagar atau ganti bendera" dikarenakan penafsiran bahwa "jalan" yang dimaksud bisa berarti agama lain.
Sudah jelas hanya kitab suci agama Hindu Bhagavadgita-lah yang menyatakan hal ini, sehingga tidak dapat digunakan untuk agama lain. Hal lain yang dapat menyebabkan "loncat tembok, ganti bendera, paid bangkung" adalah kesamenisme. silakan lihat disini.
Sebagai umat beragama tentunya sumber kitab suci kita merupakan keyakinan kita secara mendalam dan tidak dapat dikaitkan dengan agama lain. Sudah pasti agama Hindu di Indonesia memang sangat beragam dengan berbagai dasar budaya daerah. INILAH HINDU INDONESIA .Seperti kesepakatan di atas, apapun jalan, cara, budaya, adat istiadat yang melatar-belakangi umat Hindu dalam melaksanakan kegiatan kerohanian adalah sah dihadapan Tuhan.
Sudah jelas hanya kitab suci agama Hindu Bhagavadgita-lah yang menyatakan hal ini, sehingga tidak dapat digunakan untuk agama lain. Hal lain yang dapat menyebabkan "loncat tembok, ganti bendera, paid bangkung" adalah kesamenisme. silakan lihat disini.
Sebagai umat beragama tentunya sumber kitab suci kita merupakan keyakinan kita secara mendalam dan tidak dapat dikaitkan dengan agama lain. Sudah pasti agama Hindu di Indonesia memang sangat beragam dengan berbagai dasar budaya daerah. INILAH HINDU INDONESIA .Seperti kesepakatan di atas, apapun jalan, cara, budaya, adat istiadat yang melatar-belakangi umat Hindu dalam melaksanakan kegiatan kerohanian adalah sah dihadapan Tuhan.
Om Swastiastu!
BalasHapusKebelakangan ini isu mengenai loncat pagar itu sangatlah membimbangkan kita. Saya menyaksikan perkara ini sendiri dan betapa lemahnya pendidikan dharma dalam kalangan penganut Hindu-Buddha kesan daripada tekanan sosial dan kehidupan.
Semoga berjaya penulisan ilmiah ini. Saya berharap ia dapat diterbitkan segera dan disebarkan tanpa halangan walaupun saya pasti ia tidak akan tersebar di negara saya. Kita dalam kalangan penganut ajaran Buddha-Brahmana tradisi Selatan bersama-sama menyokong pihak tuan.
Om gan ganapataye namo namahah!