Kamis, 28 Maret 2013

KEMATIAN KARENA USIA TUA

Prosesi Ngeseng Sawa
 KEMATIAN . Seperti satu kereta penuh muatan bergerak sambil merintih, demikianlah kereta dari badan manusia, yang di dalamnya hidup Jiwa, bergerak dengan merintih ketika seorang manusia menghentikan nafas kehidupannya.
Ketika badan menjadi lemah karena usia tua atau penyakit, seperti sebuah mangga, atau buah dari pohon ara suci, dilepaskan dari cabangnya, demikianlah Jiwa manusia dilepaskan dari badan manusia dan kembali dengan jalan yang sama kepada Kehidupan, dari mana dia datang.


Artikel Terkait Lainnya :



Seperti ketika seorang raja datang, para bangsawan dan pejabat, para kusir kereta dan kepala-kepala desa menyiapkan makanan dan minuman dan tempat penginapan baginya, berkata; "Sang raja akan datang, raja sedang dekat," dengan cara yang sama semua kekuatan-kekuatan hidup menunggu baginya yang mengetahui ini dan berkata: "Sang Jiwa datang, Sang Jiwa sedang mendekat."
 
Dan seperti ketika seorang raja akan berangkat, para bangsawan dan pejabat, para kusir kereta dan kepala-kepala desa berkumpul di sekelilingnya, demikianlah semua kekuatan-kekuatan hidup berkumpul di sekitar Jiwa ketika seorang manusia menghentikan nafas hidupnya.

Ketika Jiwa manusia menjadi lemah dan jatuh ke dalam ketidak sadaran, semua kekuatan-kekuatan hidup berkumpul disekitarnya. Jiwa mengumpulkan unsur-unsur dari api kehidupan ini dan masuk ke dalam hati. Dan ketika Jiwa yang hidup di mata telah kembali ke sumbernya sendiri, maka Jiwa tidak lagi mengetahui bentuk-bentuk.
Lalu kekuatan-kekuatan hidup seseorang menjadi satu dan orang-orang berkata:"dia tidak melihat lagi." Kekuatan-kekuatan hidup seseorang menjadi satu dan orang-orang berkata: "dia tidak merasa bau harum lagi." Kekuatan-kekuatan hidupnya menjadi satu dan orang-orang berkata: "dia tidak mengecap lagi." Kekuatan-kekuatan hidupnya menjadi satu dan orang-orang berkata : " dia tidak bicara lagi." Kekuatan-kekuatan hidupnya menjadi satu dan orang-orang berkata: "dia tidak mendengar lagi." Kekuatan-kekuatan hidupnya menjadi satu dan orang-orang berkata : "dia tidak berpikir lagi." Kekuatan-kekuatan hidupnya menjadi satu dan orang-orang berkata : "dia tidak menyentuh lagi." Kekuatan-kekuatan hidupnya menjadi satu dan orang-orang berkata; "dia tidak mengetahui lagi."
 
Lalu pada titik hati satu sinar bercahaya, dan sinar ini menerangi Jiwa dalam perjalanannya yang jauh. Ketika berangkat, melalui kepala, atau melalui mata atau bagian lain dari badan, hidup bangkit dan mengikuti Jiwa, dan kekuatan-kekuatan hidup mengikuti hidup, Jiwa menjadi sadar dan memasuki Kesadaran. Kebijaksanaan dan karya-karyanya mengambil dia oleh tangan, dan pengetahuan tidak mengenal usia tua.

Seperti seekor kaki seribu, ketika sampai pada akhir dari sehelai rumput, menjangkau helai rumput yang lain dan menarik dirinya ke arah itu, dalam cara yang sama Jiwa, meninggalkan badan dan ketidakbijaksanaan di belakang, menjangkau badan lain dan menarik dirinya ke arah itu.
Seperti perajin emas, mengambil satu perhiasan emas tua, membentuknya menjadi satu bentuk yang lebih baru dan lebih indah, demikianlah Jiwa, meninggalkan badan dan ketidakbijaksanaan dibelakang, masuk ke dalam satu bentuk yang lebih baru dan lebih indah; satu bentuk seperti para leluhur di sorga, atau seperti para apsara, atau Sang Pencipta Tertinggi, atau satu bentuk dati mahluk-mahluk (ada-ada) yang lain.

Jiwa itu adalah Brahman, yang Abadi.
Ia dibentuk dari kesadaran dan cinta: Ia dibentuk dari kehidupan dan visi: Ia dibentuk dari tanah dan air. Ia dibentuk dari udara dan ruang. Ia dibentuk dari cahaya dan kegelapan. Ia dibentuk dari keinginan dan kedamaian. Ia dibentuk dari kemarahan dan cinta. Ia dibentuk dari keutamaan dan kejahatan. Ia dibentuk dari segala yang dekat; Ia dibentuk dari semua yang jauh. Ia dibentuk dari semuanya.


Artikel Terkait Lainnya :


Sumber bacaan dari buku " Upanisad Himalaya Jiwa - Intisari Upanisad " oleh Juan Mascaro & Swami Harshananda, editor Ngakan Putu Putra, penerbit Media Hindu. Ditulis dalam blog rare-angon.blogspot.com oleh Rare Angon Nak Bali Belog.

Kamis, 07 Maret 2013

Gudha Artha adalah Mistik Hindu

 - Ongkara -
Gudha Artha berarti mistik. Tetapi jangan sampai terjebak oleh arti kata "mistik" yang selalu disalahartikan yaitu diberi arti negatif apalagi dikaitkan dengan Ilmu Pengeleakan. Mistik tidak sama artinya dengan klenik yang harus kita kutuk karena menyesatkan dan haram hukumnya. Agama manusia yang beradab tidak membenarkan klenik, karena tidak termasuk salah satu jalan yang diajarkan oleh kitab-kitab suci. Untuk mencari kebenaran sejati, jalan yang kita kenal adalah; jalan agama, jalan falsafah dan jalan Gudha Artha yang semuanya menuju Brahman, Tuhan Yang Maha Kuasa.

Dengan klenik orang mengejar kegaiban dan kesaktian untuk mencapai tujuan-tujuan yang menyesatkan. Dalam klenik orang mengaburkan unsur-unsur panas-dingin, terang-gelap, cinta-benci dan baik-buruk yang menyesatkan dan menyeret menusia ke dalam lumpur dosa.



Lain halnya dengan mistik atau Gudha Artha. Dalam mistik orang harus lebih dulu mempelajari evolusi penciptaan, intisari alam semesta, alam beku, bhakti persembahan kepada Brahman yang kekal abadi, maha Agung, dan merupakan basis dari segala yang ada. Orang harus dulu memahami dwitunggal yang ada, prakriti dan purusha, yang tunggal dan yang menyeluruh.



Dalam uji coba yang dilakukan Sri Krishna dalam wujud Brahman kepada Arjuna, seperti dikisahkan dalam bhagavadgita, dijelaskan betapa kagumnya Arjuna menyaksikan kosmos, alam semesta, sejak awal penciptaan, di masa pertengahan, sampai ke penghabisan, dan semua dibuat harmonis oleh Jiwa Alam Semesta, Maha Atman Seru Sekalian Alam

Diceritakan bagaimana Arjuna menyaksikan berbagai mahluk dewata, Brahman duduk di singgasana kembang teratai, para resi di atas naga kahyangan, ruang antara surga dan dunia, semua penjuru alam semesta, ketiga dunia bergetar, para dewata menyembah Brahman masuk ke perut angkasa lewat mulut bergigi dan taring besar-besar, api kiamat membakar, semua memandang ke semua arah, semua hancur menjadi abu, semua mengalir bagaikan banjir sungai raksasa berlomba menuju samudera angkasa, luar biasa, sangat agung, ajaib, universal, tidak terbatas memenuhi ruang angkasa alam semesta, paling utama, cemerlang di ruang angkasa dan beraneka warna dengan segala bagian-Nya. Betapa takjubnya Arjuna memandang keajaiban Brahman dalam manifestasi-Nya sebagai alam semesta.

Gudha Artha adalah Mistik Hindu. Bila kita berandai-andai, maka Brahman bisa kita bayangkan sebagai Bapak, Ibu, atau Pelindung Alam Semesta . Ia menciptakan segala yang tercipta, Ia pemelihara segala yang terpelihara, Ia pelebur segala yang terlebur, awal mula dan akhir kesudahan segala-galanya. Agar bisa memahami semua itu, terlebih dahulu orang harus mengetahui persyaratan yang paling dasar.

Dasar yang paling awal adalah bekerja seperti biasa, mengerjakan tugas masing-masing dengan tekun. Bahagia karena telah menyelesaikan tugas dengan baik. Ini merupakan awal "kebahagiaan" yang ingin dicapai setiap orang dalam hidupnya. Kebahagiaan yang lebih mendalam juga harus dicapai. Jalannya adalah dengan bekerja tanpa mengharap-harap hasil keuntungan; artinya: bekerja dengan kedamaian hati


Kedamaian hati dapat dicapai jika seseorang dapat mengusahakan untuk tidak melukai hati orang lain, berbicara benar, tanpa nafsu keinginan, bersih dalam sikap, pantang berbuat dosa serta baik dalam pikiran, kata-kata maupun perbuatan. Semua itu baru tahap permulaan. Dari awal ini akan terlahir watak tanpa kekerasan, rendah hati, sabar dan adil terhadap penilaian baik-buruk atau salah-benar.

Dari watak-watak yang luhur ini, jika maju setahap lagi orang akan memiliki kesucian, keimanan, (bukan dibibir saja-red), tidak egois, terbebas dari pahala kerja dan terus berbhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa. Untuk mencapai tingkat kesadaran ini, dibutuhkan guru spiritual, guru yang mampu membimbing seseorang ke arah hidup suci untuk mencapai kedamaian hati. 


Jika seseorang telah mencapai kesadaran bahwa hidup di dunia ini tiada lain adalah menggunakan panca indria dan pikiran sebagai alat untuk memimpin telinga-mata-kulit-lidah-hiudng-kemaluan-dan otak untuk menikmati obyek duniawi, tentunya dia juga sadar bahwa panca indria dan pikirannya dapat digunakan untuk menikmati obyek rohani. Inilah sebenarnya embrio atau benih awal gudha artha

Untuk melaksanakannya, tergantung pada kemauan dan itikad seseorang; pada swakarma atau karma pribadinya, pada swabhawa atau watak pribadinya, pada swadharma atau dharma pribadinya. Guru bertindak seperti alat transportasi, seperti rakit yang mengantarkan para muridnya menyebrangi sungai. 

Selanjutnya, terserah bagaimana diri pribadi seseorang melanjutkan perjalanan menuju summum bonum, kebajikan tertinggi, kelepasan atau moksha tanpa kelahiran kembali atau reinkarnasi. Jadi inilah yang dinamakan jalan mistik atau gudha artha.

Gudha Artha adalah Mistik Hindu. Kebahagiaan yang dimaksud dengan jalan spiritual adalah pengertian suci tentang hubungan antara jiwa dengan jiwa, antara atman dengan atman, yang bisa dicapai dengan pengabdian tertinggi, yakni bersatu dengan Brahman. Berkatalah Sri Krishna sebagai awatara kepada Arjuna :
 

Pusatkan pikiranmu pada-Ku, berbakti kepada-Ku
Bersujud kepada-Ku, sembahlah Aku
engkau akan tiba pada-Ku, Aku berjanji
setulusnya padamu sebab engkau Ku-kasihi

Tujuan pengabdian dan kebaktian tertinggi adalah bersatunya jiwa dengan Brahman Yang Absolut, manunggal-nya atman dengan Maha Atman yang Maha Esa. Inilah esensi hakiki mistik dalam agama Hindu dan jalannya adalah dengan  mencintai Tuhan Yang Maha Esa. Segala sesuatu dalam alam semesta berlaku menurut hukum Karma. 


Manusia harus mampu membebaskan diri dari hukum karma. Jalan pembebasan dari hukum karma adalah misteri hidup. Inilah mistik agama Hindu yang disebut gudha artha. Bebaskan diri, capailah kelepasan ! Moksha terbebas dari inkarnasi !.

Sumber buku " NYEPI Kebangkitan, Toleransi dan Kerukunan " karya Nyoman S. Pendit. Ditulis dalam blog rare-angon.blogspot.com oleh Eben Nak Bali Belog