Kita Pulang pada-Nya |
Jika kecerdasan secara seksama mengadakan pengamatan pada setiap proses, maka tentulah akhirnya diketahui, bahwa penderitaan menunjukkan habisnya kebahagiaan dan kebahagiaan merupakan pertanda kenyapnya penderitaan. Kesadaran mengenali semua ini berlangsung dalam hati. Kebahagiaan yang mantap diperoleh dengan dominasi kecerdasan mengatasi pikiran yang bersifat berubah dengan cepat. Pikiran yang dikondisikan kembali sesuai fungsinya, yaitu sebagai pengunyah informasi bukan memberikan makna dari informasi itu membantu seseorang bertindak objektif terhadap dirinya.
Dengan kesadaran baru ini orang tidak
lagi mengusahakan sesuatu kebahagiaan dengan mengatur kondisi di sekelilingnya atau juga berusaha menciptakan kondisi pengalaman melainkan mengatur kondisi pikirannya. Pikiranlah sumber bahagia dan derita bolak-balik silih berganti. Ibarat sekeping mata uang dengan dua sisi yang masing-masing ditempati kebahagiaan dan penderitaan. Jika seseorang merasa bahagia, maka potensi penderitaan tersembunyi di baliknya, demikian juga sebaliknya. Masalahnya sekarang adalah kita tinggal memilih sisi mana yang kita pilih untuk dipandang dari dua sisi mata uang itu. Ingatlah kita tidak mungkin melihat dua sisi itu sekaligus secara bersamaan. Pada satu waktu hanya dapat memandang satu sisi saja dari permukaan keping logam itu. Maksudnya, jika ingin bahagia maka tataplah sisi positif dari setiap kejadian dan situasi yang ada, itu baru cerdas.
Organ kecerdasan sering dihubungkan dengan ruang spiritual, sebuah aspek intelektual terdalam, sebuah kemurnian. Latihan-latihan berat dilakukan oleh praktisi spiritual melalui yoga dan metode lain untuk menembus lapis kesadaran ini. Mengapa begitu penting sampai pada tingkat intelektualitas tertinggi ini, karena pada organ mental inilah kejernihan menimbang dan menilai itu gampang, jelas, tidak menipu lagi. Penderitaan itu hanya gara-gara keliru menafsirkan segala sesuatunya saja, bukan akibat yang lain. Namun, sebagai orang awam tidak perlu repot mengadakan latihan semacam itu yang akan menyita waktu dan bisa menelantarkan kewajiban. Cara memunculkan daya kesadaran itu cukup dengan metode-metode di atas, seperti; mengurangi kecendrungan pikiran bertindak sebagai hakim peristiwa.
Sumber bacaan Bukan SORGA bukan NERAKA, Oleh Nyoman Putrawan, Penerbit Majalah Hindu Raditya, 2006