Rare Bali Anak Bali Belog Ngiring Ngajegang Bali dengan berbahasa Bali sane becik, senang ring Tembang Bali tur sekancan sastra lan Budaya Bali sane sampun kaloktah ring jagate mangda sumingkin jangkep tur paripurna #Bahasabali #AjegBudayaBali #RareBali

Breaking

Translate

Senin, 14 Maret 2022

Potong Gigi

Upacara Potong Gigi disebut pula dengan istilah : Mapandes, Matatah, Masangih, Magombet. Upacara Potong Gigi ini untuk Pria maupun Wanita yang sudah dewasa. Gigi yang dipotong / dikikir sebanyak 6 (enam) buah gigi pada rahang atas, yaitu 4 (empat) buah gigi seri dan 2 (dua) buah taring.



1.      Tujuan

Untuk mengurangi maupun menghilangkan Sadripu (enam jenis musuh) bathin manusia yang terdiri dari :

1.      Kama              : Nafsu

2.      Lobha             : Kelobaan

3.      Krodha           : Kemarahan

4.      Mada              : Kemabukan

5.      Moha              : Kebingungan

6.      Matsarya        : Iri Hati

Tujuan yang lainnya juga untuk keindahan.


1.      Upakara Alit (kecil)

Untuk Persaksian : Suci satu atau dua soroh lengkap dengan reruntutannya.

Untuk yang diupacarai : Byakala, Prayascita, Panglukatan, Tataban, dan “Bale Pamandesan” beserta perlengkapan / upakaranya.

Untuk pimpinan upacara : Peras, Daksina, Ajuman, Punia dan Sesari.

 

Perlengkapan lainnya :

-          Menyediakan tempat untuk upacara Potong Gigi, dihiasi, dilengkapi dengan tempat tidur, tikar Palasa yang digambari Smara-Ratih. Dibagian hulu (Timur atau Utara) dari tempat tidur itu diaturlah Upakara-upakara : Balegading, Tegteg, Gebogan dan lain-lain.

-          Kelapa Gading yang diKasturi airnya dibuang, dialasi dengan kain dan bokor. Kelapa Gading itu akan dipakai sebagai tempat ludah, Singgang gigi yang sudah dipakai dan bekas kumurannya.

-          Beberapa potong “Padangal” (Singgang gigi) yang dibuat daripada tebu dan cabang Dadap yang dikupas sampai bersih dan dipotong-potong panjangnya kira-kira 1-1,5 cm , kemudian masing-masing di alasi Takir /Bokor.

-          Sebuah “Pengilap”, yaitu sebuah cincin yang bermata mirah dialasi dengan Bokor

-          Satu gelas Air Cendana yang akan dipakai berkumur, di alasi dengan Bokor.

-          Pangurip-urip yaitu Empu Kunir (inan kunyit) dan kapur sedikit, masing-masing dialasi dengan Takir/Mangkok dan Bokor.

-          Sebuah cermin, kikir, pahat dan kain yang bersih (sapu tangan) yang akan dipakai membersihkan mulut, semua perlengkapan tersebut di alasi dengan Bokor.

-          Sebuah tempat Sirih (Pacanangan) lengkap dengan Lekesan, Sirih, Kapur, Pinang, Caket dan lain-lain

-          Beberapa lembar kain yang akan dipakai sebagai penutup badan di waktu upacara (Rurub), di antaranya kain tersebut hendaknya ada yang berwarna kuning yang dianggap sebagai “Wali”.

 

2.      Pelaksanaan

Mabyakala, Maprayascita, sembahyang kehadapan Òªiwa Raditya, Bhatara Hyang Guru untuk memohon Persaksian lalu naik ke ”Bale Pamandesan” , duduk diatas tempat tidur. Biasanya dilakukan pula persembahyangan kehadapan Bhatara (Sang Hyang) Smara –Ratih.

Pabersihan , “Ngerajah” beberapa tempat dengan cincin bermata mirah atau tangkai sirih yang diisi madu :

 

-          Antara kedua kening

-          Taring kanan

-          Taring kiri

-          Gigi sebelah atas

-          Gigi sebelah bawah

-          Lidah

-          Dada

-          Nabhi (Puser)

-          Paha kanan dan kiri.

 

Diperciki Tirtha Pemandesan, tidur ditutupi (selimut) kain, diberi Pedangal sebelah kanan untuk Pria dan sebelah kiri untuk Wanita. Selanjutnya ”Sangging” yaitu orang yang bisa serta wajar untuk melakukan upacara Potong Gigi memujai Kikir dan pemotongan gigi yang pertama disertai pula dengan puja.

Beberapa saat Padangal diganti dengan Cabang Dadap, ludah dan Padangal yang sudah dipakai dibuang ke dalam Kelapa Gading yang telah tersedia. Demikianlah dilakukan beberapa kali, sampai dianggap cukup, lalu diberi Pangurip-urip yang telah dipujai, Pengilap, kemudian berkumur dengan air cendana, makan sirih (airnya ditelan tiga kali) dan akhirnya Natab Banten Peras.

Setelah mandi dan berganti pakaian (biasanya dilakukan sore hari) dilakukan upacara Natab seadanya, dan bersembahyang dan mohon Wasuhpada (Tirtha).

 

Menurut beberapa sumber seperti kontar Kuno Dresthi, Lontar, Òªastra Proktah (Tutur Sang Hyang Yama), tidak wajar memotong gigi orang yang sudah meninggal (mayat ditatah lagi). Hal itu disebut “Ngludin Wangke ngara”.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Buku Tamu

Cari Blog Ini

Pengikut

Blog Archive