Perjalanan Spiritual Bhima Ke Sorgaloka
|
BIMA SWARGA |
Bhima sebagai tokoh sentral dalam cerita ini mirip Sanjaya dalam Bhagawadgita, yang melaporkan kejadian pandangan mata percakapan Kresna dan Arjuna sesaat menjelang Bharatayudha di Kuruksetra, kepada Drestarastra, Raja yang buta sejak lahir. Kresna menyadarkan kembali Arjuna untuk melaksanakan Swadharmanya. Simbolisasi cerita Bhima swarga ini perlu diketengahkan lagi, semoga mampu menggugah penalaran untuk menyadari swadharmaning masing-masing dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Cerita ini seperti menitipkan pesan pada kita umat sedharma hendaknya selalu berbuat baik, agar kelak kita memetik phala yang baik pula.
Al kisah, Dewi Kunti bermimpi didatangi atma Pandu dan Dewi Madri. Mereka minta tolong agar dibebaskan dari siksa api neraka. Kunti menyampaikan mimpi itu kepada anak-anaknya, dan diputuskan agar Bhima menyambangi ke Swarga loka.
Purnama, dalam suatu prosesi yang hening, perjalanan Bhima Swarga dimulai. Bhima diiringi dua abdinya Merda dan Twalen melesat ke langit. Diangkasa, setelah melalui marga sanga (sembilan persimpangan jalan) di sanalah swarga loka berada, di bumi antah karana, di bumi yang menyebabkan sebab segala sebab.
Dari sembilan jalan di persimpangan tersebut ada empat jalan yang benar-benar menuju swarga loka. Sampai di tegal penangsaran (kuburan maha luas) tempat para roh menunggu giliran menghadap Bhatara Yama untuk menentukan apakah sang roh harus masuk surga atau ke neraka. Dalam penantian itu, para roh menerima hukuman sesuai karma-nya. Ada yang disebut atma lara (atma yang sengsara), atma drwaka (atma yang serakah), atma sangsaya (atma yang senantiasa curiga), atma babotoh (atma penjudi) dan sebagainya.
Inilah perjalan spiritual Bhima, yang memberikan pengalaman bathin tentang pelaksanaan sangksi bagi para atma sesuai perbuatan yang dilakukan saat menghuni raga manusia di mayapada.
Pertama-tama mereka melihat Bhuta Tog-tog Sil, babutan (mahluk angkara) dengan wujud mata besar menghakimi atma tattwa (atma yang menyalahgunakan pengetahuan tattwa) dan atma curiga (atma yang penuh curiga, mencurigai yang tidak patut dicurigai).
Di sebelahnya, Bhuta Naya (raksasa yang kadang tampak kadang tak tampak) bersama Bhuta Celeng, babutan berbentuk babi menghukum atma yang sewaktu di mercapada berprilaku buruk, jahat. Tidak jauh dari itu, tampak Bhuta Abang, babutan yang berwujud raksasa berkulit merah menyala sedang menggotong atma lengit, atma yang semasa hidupnya malas bekerja akan dicemplungkan ke bejana dengan air mendidih yang disebut kawah gomuka.
Di sebelah kanannya dari bejana itu, tampak Sang Bhuta Ireng, babutan berwujud raksana berkulit hitam bersama Sang Bhuta Prungut, babutan yang bertubuh besar, berkulit hitam dan berwajah angker menggotong atma corah, atma yang semasa hidupnya senantiasa berprilaku buruk untuk dicemplungkan ke kawah gomuka. Sementara itu, Bhuta Ode-ode, babutan yang bertubuh gemuj dengan kepala plontos meniup api di bawah jambangan kawah sehingga airnya terus mendidih.
Tidak jauh dari kawah gomuka, Sang Suratma dengan wujud raksasa yang penuh wibawa, penguasa para atman sedang menghukum atmaning usada, karena dulu dukun yang menguasai ilmu pengobatan yang dahulu pernah lalai menyembuhkan orang sakit melakukan maal praktek, dan selalu meminta imbalan yang tinggi kepada orang yang diobatinya.
Di sebelahnya Sang Bhuta Wirosa yang berwujud raksasa maha sakti sedang menghukum atma mamaling nasi, ini terjadi karena saat di mercapada ia suka mencuri makanan. Karena itu sebaiknya jangan sekali0kali mencuri nasi, seberapapun lapar dirasakan.
Beberapa depa dari tempat itu, Sang Bhuta Wingkara yang bengis bernama bhuta lilipan yang berwujud aneh, memiliki belalai seperti gajah dan tubuhnya seperti tubuh Singa, mulutnya penuh bisa seperti ular sedang menyiksa atmaning wong aboros, atma yang suka berburu membunuh binatang yang tidak patut dibunuh.
Di sebelahnya lagi, tampak Sang Bhuta Mandar dan Sang Bhuta Mandir dua raksasa bengis saudara kembar sedang menggergaji kepala atma wong alpaka guru, atma yang tidak melakukan kewajiban sebagai putra yang baik (suputra) karena melalaikan kedua orang tuanya, melalaikan kewajibannya.
Merdah dan Twalen miris hatinya teringat akan kewajibannya kedapa orang tua yang belum sepenuhnya dilakukan dengan baik.
Mereka terkejut karena setelah beranjak sedikit saja dari tempat yang satu, dia menemukan kembali Sang Jogor Manik di tempat lain sedang mengadili dua atma yang satu atma kedi dan yang satu lagi atma kliru, yang satu laki-laki seperti perempuan, yang satu lagi perempuan seperti laku-laki. Tidak jauh dari situ, mereka melihat Sang Jogor Manik sedang menghukum atma angadol prasasti atau atma yang menjual prasasti.
Sedangkan di sebelah Bhuta Tog-tog Sil yang matanya besar sedang menyiksa atma angadol prasasti yang lainnya. Berdekatan dari tempat itu, banyak atma yang disebut atma tan pasantana, atma yang tidak memiliki keturunan digantung di pohon bambu.
Sementara itu, atma nora matatah, atma yang belum melaksanakan upacara potong gigi sambil menggigit pohon bambu disiksa oleh Bhuta Brungut yang menyeramkan sedang menghunus pedang.
Beranjak selangkah dari tempat itu, lagi-lagi ditemukan Sang Jogor Manik sedang berhadapan dengan atma aniti krama, atma yang semasa hidupnya sangat ramah tamah dan tidak membanding-bandingkan tamu yang datang kepadanya.
Di sebelahnya, atma angrawun yang semasa hidupnya meracuni banyak orang sedang diberi makan medang (bulu halus bambu) oleh Bhuta Ramya yang suaranya gemuruh.
Sedangkan berdekatan dengan itu, Sang Bhuta Edan yang suka mengamuk sedang menyiksa atmaning wong andesti, atma yang semasa hidupnya menggunakan ilmu hitam untuk menyakiti orang lain.
Di sebelahnya lagi, atma wong bengkung yang tidak mau menyusui bayinya sedang disiksa dengan mematukkan ular tanah pada puting susunya oleh Bhuta Pretu yang menjerit-jerit memekakkan telinga.
Di tempat itu pula, Bhuta Janggitan yang menyeramkan sedang menyiksa atma pande corah, atma ahli membuat senjata mungkin bom yang untuk menghancurkan orang lain.
Selain itu, ada lagi kawah gomuka dengan air mendidih berisi atma yang direbus karena kesalahannya pada waktu menjelma menjadi manusia, sebagai koruptor, suka memfitnah, maling, madat, narkoba... Tampaknya di neraka yang luas ini, tidak terhitung jumlah kawah gomuka bertebaran di mana-mana.
Demikian pula, begitu banyak atma yang bersalah pada masa lalu dihukum sesuai tingkat kesalahannya. Atma Jalir, baik laki-laki maupun perempuan yang semasa hidupnya suka berselingkuh, disiksa oleh Bhuta Lendi maupun Bhuta Lende dengan membakar kemaluannya.
Dijumpai pula Sang Jogor Manik yang seram dan menakutkan sedang menguji sang atma putus, yaitu atma yang dalam kehidupannya di dunia tiada tercela, selalu berbuat baik dan pandai. Tiada berapa lama kemudian, sang atma putus diijinkan memasuki sorga.
Sesaat setelah menyaksikan penghukuman para atma sesuai kesalahannya, Bhima menemukan kawah gomuka. Secepat kilat Bhima membalikkan kawah untuk menyelamatkan atma Pandu dan Dewi Madri. Selanjutnya mencari tirta amerta untuk membebaskan dosa yang membelenggu kedua orang tuanya. Setelah diperciki tirta amerta, Pandu dan Madri berhasil memperoleh kebahagiaan abadi di sorga.
*****
Setelah membaca Bhima Swarga yang kental berbagai etika yang menjadi dasar parilaksana umat Hindu, terlintas amanat bahwa penyucian atma hanya dapat dilakukan oleh putra yang satya, putra yang jujur, tulus, taat dan setia mengabdi pada orang tua. Bhima Swarga seperti menepuk pundak kita, untuk mengambil jeda langkah sejenak diantara hiruk-pikuk pergaulan hidup dan merenungkan kembali pentingnya ajaran Karma Phala, dimana setiap perbuatan akan mendapat pahala yang setimpal. secara implisit, Bhima Swarga mengingatkan kita agar umat sedharma senantiasa berbuat bajik, didunia sekala agar atma yang menghuni raga kita mendapat phala yang baik di alam niskala serta sebaliknya menghindari perbuatan jahat, agar terhindar dari pahala yng buruk.
Keambil saking kalender Hindu Bali 2011
Bapak I Kt.Bangbang Gde Rawi (alm)