SRESTI DAN PRALAYA
Menurut Weda
Ҫruti dan Weda Smerti, Brahmanda atau
alam semesta beserta isinya telah berulang kali mengalamai Sresti dan Pralaya.
Sresti berarti lahir atau terciptanya alam semesta ini secara
evolusi oleh Sang Hyang Widdhi Waҫa, (Tuhan),
sedangkan yang dimaksud dengan Pralaya ialah kiamat, kembalinya ciptaan ditarik lagi
oleh Tuhan, sebagai halnya buih masuk kembali ke dalam air, seperti laba-laba
yang menarik kembali benang suteranya ke dalam perutnya, seperti bunga api
masuk kembali ke dalam api.
Artikel Terkait Sresti Dan Pralaya :
Artikel Terkait Sresti Dan Pralaya :
Mengenai Sresti dan
Pralaya ini dapat kita ketahui dari
kitab-kitab ajaran Agama Hindu sebagai berikut :
Manawa
Dharma Ҫastra
“Bila Ia (Tuhan) yang
kekuasaannya tanpa batas itu sudah menciptakan alam semesta dan akan
menghilangkan dalam diri-Nya sendiri dan terjadilah peralihan yang
berulang-ulang dari masa yang satu ke masa yang lain”
“Pada waktu kiamat
(mahapralaya) menjelang, lenyaplah keempat unsur-unsur benda maupun dunia,
hawa, langit dan lebih tujuh lapisan dunia, lenyap bersama dengan Dewatanya
oleh karena api pemusnah Rudra (kodrat untuk melenyapkan)”
Brahma (kodrat atau perwujudan Tuhan untuk menciptakan), Wisnu (kodrat atau perwujudan Tuhan
untuk mengatur dan memelihara alam semesta), matahari, bulan, bintang-bintang
semuanya hilang musnah. Sunyi senyaplah tatkala itu, kosong alam semesta, hanya
Tuhan Sada Ҫiwa yang ada yang
bersifat tak dapat dibayangkan yang luput dari sakala niskala.
Dia disebut Tuhan
Seru Sekalian Alam. Berkehendaklah Dia mengadakan ciptaan, maka timbullah
empat unsur alam semesta itu. Semesta (Bhuwana
Agung, Macrocosmos) ini akan mengalami mahapralaya
atau kiamat pada jangka waktu yang telah ditentukan oleh Tuhan. Sresti dan Pralaya ini telah terjadi berulang kali sejak pertama sampai kepada
jaman kita ini.
Bhagawad
Gita VIII.17
“Yang mengetahui
bahwa hari Brahman sama dengan jangka waktu seribu yuga, dan bahwa malam hari
pada-Nya seribu yuga, adalah mereka yang mengetahui hari dan malam “
Bhagawad
Gita VIII.18.
“Pada saat datangnya
siang hari semua yang nyata muncul dari yang tak nyata, dan pada waktu tiba
malam hari yang nyata kembali pada yang dinamakan tak nyata”.
Bhagawad
Gita VIII.19
“Banyak yang nyata
yang sama ini pula bolak-balik muncul kembali dan lenyap lagi tak berdaya pada
tibanya malam hari oh Parta, muncul lagi pada datangnya hari”
Menurut tradisi kuna hari dan malam Brahman mengambil jangka waktu
masing-masing 1000 yuga (lihat juga sloka IV.18). Tradisi itu pula mengatakan
bahwa waktu itu dibagi ada empat (4) jaman, yang masing-masing jaman itu
mempunyai panjangnya sendiri-sendiri, yaitu : Jaman Kreta : 4000 tahun, Jaman Treta : 3000 tahun, Jaman Dwapara : 2000 tahun dan Jaman Kali : 1000 tahun. Lama saat transisi antara
ke empat jaman itu adalah 2000 tahun. Jadi jumlahnya semua : 12.000 tahun.
Ini adalah merupakan tahun-tahun para Dewata, kalau dijadikan tahun manusia,
ini menjadi 360 x 12.000 tahun = 4.320.000 tahun.
Kesimpulan hari dan malam Brahman masing-masing bagi manusia akan memakan waktu selama 1000 x
4.320.000 = 4.320.000.000 tahun. Ini disebut satu Kalpa.
Betapapun fantastisnya kelihatan angka-angka tersebut
di atas, namun apa yang dimaksudkan oleh Sloka
ini, adalah bahwasannya Hari Brahman sama
artinya dengan periode manifestasi kosmos ini, dan malam Brahman dimaksudkan periode tak termanisfestasikan kosmos ini.
Yang bolak-balik muncul kembali adalah disebabkan oleh
akibat dari Karmanya sendiri tetapi Brahman Yang Maha Tertinggi tidak
terkena oleh periode munculnya dan lenyapnya semua ini.
“Pada waktu kiamat, semua mahluk hidup sekaligus
terserap ke dalam jiwa dari segala jiwa mahluk (Tuhan), beristirahat dengan
tenang, bebas dari segala kewajiban”
DEWA-DEWA
Manawa Dharmaҫastra I.22.
“Tuhan yang telah menciptakan tingkat-tingkat dari
pada Dewa-Dewa yang memiliki sifat hidup dan mempunyai sifat gerak. Juga
diciptakan Sadhya yang berbadan halus serta Upacara (Yajna) yang kekal (Sanata)
“.
Kata Dewa ini mempunyai beberapa pengertian :
1. Kata Dewa berakar
kata DIV yang berarti; sinar, cahaya.
Dewa dalam hal ini diartikan perujudan dari sinar
kekuatan Tuhan (Sang Hyang Widdhi).
Dalam Pustaka Suci Weda
dijelaskan, bahwa Tuhan menciptakan Dewa-Dewa
dan Tuhan sendiri melebihi sinarnya Dewa-Dewa. Dalam hal ini, Tuhan adalah Dewa dari Para Dewa seperti halnya matahari yang tunggal dengan pancaran
sinar-sinarnya yang aneka warna.
2. Tuhan sebagai Dewa
dari Para Dewa, disebut dengan
istilah : Dewata (Ista Dewa atau Ista Dewata).
3. Menurut Reg Weda
VIII.57.2., dijelaskan tentang jumlah Dewa,
yaitu sebanyak 33 Dewa terdapat
tiga alam (mandala). Demikian pula dijelaskan dalam kitab Aranyaka Upanisad III.9.1., tentang adanya tiga puluh tiga (33) Dewa terdiri atas : 8 Wasu (Basu), 11 Rudra, 12 Adhitya, Indra dan Prajapati.
Kedelapan (8) Vasu (Basu) adalah : Agni,
Prethiwi, Wayu, Dyaus, Surya, Sawitra, Soma dan Druwa.
Menurut kitab Mahabharata kedelapan Wasu itu adalah :
1. Bhawa (Dhara) yang
sama artinya dengan Prethiwi
2. Aha yang sama artinya dengan Sawitra untuk Antariksa
3. Prabhasa yang sama artinya sebagai Dewa Langit, Dyaus.
4. Anala (Pawaka)
yang artinya sama dengan Agni
5. Anila yang artinya sama dengan Wayu (Bayu) yaitu Angin
6. Pratyusa yang artinya sama dengan Surya.
7. Soma yang artinya sama dengan Candra (Bulan).
8. Druwa yang artinya sama dengan Dhruwa, yaitu konstelasi atau Bintang
Kata
Rudra dapat diartikan dalam banyak
arti : Suara yang menakutkan, Ia yang mempunyai warna merah, Ia yang
menyebabkan menangis.
Dewa-Dewa lainnya
yaitu 12 Adhitya, terdiri atas enam
(6) pasang Dewa, yaitu :
- Mitra-Waruna
- Aryaman-Daksa
- Bhaga-Amsa
- Twastri-Sawitri
- Pusan-Sukra
- Wiwaswat-Wisnu
Pasangan-pasangan
Dewa itu disebut di dalam Rg
Weda II.27.1., yang
menyebutkan adanya enam pasang Dewa
(Adhitya). Menurut arti katanya, kata Adhitya
berarti “Hukum Tertinggi”.
Dalam hal ini Dewa
itu dilambangkan pula sebagai Hukum
Tertinggi. Tuhan adalah penguasa atas Hukum Tertinggi. Penjelasan mengenai Brahmanda (Anda Bhuwana) ini termuat pula dalam rontal-rontal Tattwa , antara lain Tattwa Jnana, pasal 14 :
Tattwa
Jnana, pasal 14
“Nahan laksanan
ikang Panca Maha Bhuta, an pawor guna ginawe Anda Bhuwana de Bhatara”.
Terjemahannya : Demikianlah pelaksanaan lima unsur utama, bersatu dengan
sifatnya, dijadikan Anda Bhuwana oleh
Tuhan.
Anda Bhuwana berarti, alam semesta yang terletak pada suatu bulatan
maya yang maha besar, alam semesta yang bulat sebagai halnya telor, Anda = Telur. Istilah yang umum dipakai
ialah Brahmanda, yang berarti
telurnya Brahma, Bhuwana Ҫarira : badannya
alam semesta.
Anda Bhuwana ini dapat dibedakan atas dua bagian besar yaitu :
- Bhuwana Agung (Macrocosmos), Jagat Raya, Alam
Besar
- Bhuwana Alit (Microcosmos), Alam Kecil, Badan
Mahluk, Badan Manusia.
Adapun Bhuwana (Bhuwana Ҫarira) itu meliputi :
- Sapta Loka
- Sapta Patala
Sapta
Loka :
- Satya Loka
- Maha Loka
- Jana Loka
- Tapo Loka
- Swar Loka
- Bhuwar (Bhuwah) Loka
- Bhur (Bhuh) Loka
Bhur (Bhuh) Loka itu merupakan
perpaduan maupun perujudan dari pada kumpulan seluruh Tattwa. Pada Bhur Loka berkumpullah
(berpadu, bersatulah) :
- Sapta Parwata (Tujuh Gunung),
- Sapta Arnawa (Tujuh
Samudera),
- Sapta Dwipa (Tujuh Pulau
atau Benua)
- Daҫa Wayu (Sepuluh tenaga,
kekuatan, Bhayu)
- Daҫendriya (Sepuluh
Indriya)
Adapun Sapta
Parwata bersatu dengan Prethiwi (Bhumi, Tanah), Sapta Arnawa, bersatu dengan Apah
(Air), Sapta Dwipa bersatu dengan
Teja (Sinar, Cahaya), dan Daҫa Wayu, bersatu dengan Wayu (hawa, tenaga, kekuatan)
Sapta
Patala terdiri dari pada :
- Patala
- Waitala
- Nitala
- Mahatala
- Sutala
- Talatala
- Rasatala
Dasar dari pada Sapta
Patala, Tujuh lapisan bumi ialah Kalagni
Rudra (Api maha besar yang senantiasa pijar / menyala ).
Jnana Tattwa, 37 : Diturunkanlah
Atma itu kepada manusia ini, Sang Hyang Atma menjelma (turun) ke Prethiwi tinggal di Bhuwana Ҫarira, Wyapaka (meresap) pada Sadrasa, yaitu Sari Panca
Maha Butha.
Panca Maha Butha : 1.
Prethiwi, 2. Apah, 3. Teja, 4. Bhayu (Wayu), 5. Akaҫa, mengeluarkan Sadrasa
: 1. Amla (Asam), 2. Kasaya (Sepat,
mengkel), 3. Tikta (Pahit), 4. Ketuka (Pedas), 5. Lawana (Asin), 6. Madhura (Manis).
- Bagian pertama untuk menumbuhkan ҫarira (badan), ialah Sadrasa
- Bagian kedua untuk menumbuhkan ҫarira ialah Sadrasa yang dimakan serta diminum oleh pria-wanita, sari
makanan dan minuman menjadi darah, daging,lemak (gajih)
- Bagian ketiga untuk menumbuhkan ҫarira ialah sari dari darah,
daging, gajih, kemudian menjadi Kamaratih,
merupakan hasil pertemuan raga (asmara)
itulah kemudian tumbuh; Jika Kama (Ҫukla) lebih banyak daripada Ratih (Ҫwanita) menjadi laki-laki. Jika Ratih lebih banyak dari Kama
menjadi perempuan. Kalau sama banyaknya Kama dengan Ratih menjadi
Kedi (Banci).
Kama itu menjadi : 1. Tahulan (Tulang), 2. Otot, 3. Puhu-Wulu (Bulu-roma).
Ratih itu menjadi : 1. Darah, 2. Daging, 3. Gajih
Demikianlah keadaan Panca Maha Bhuta, permulaan terwujudnya ҫarira (badan). 1. Prethiwi sebagai
kulit, 2. Apah sebagai darah, 3. Teja sebagai Daging, 4. Wayu sebagai tulang (Tahulan), 5. Akaҫa sebagai sumsum.
Panca Tan Matra menjadikan
: 1. Ҫabda Tan Matra menjadi Telinga, 2. Sparҫa
Tan Matra menjadi kulit, 3. Rupa Tan
Matra menjadi Mata, 4. Rasa Tan Matra
menjadi Lidah, 5. Gandha Tan Matra menjadi Hidung. Itulah disebut Panca
Golaka, berkembanglah Anda Bhuwana,
Sapta Patala, Sapta Bhuwana.
Sapta
Bhuwana terdiri atas : 1. Bhur Loka – Weteng (perut), 2. Bhuwar Loka – Hati, 3. Swar Loka – Dada, 4. Tapa Loka - Gulu (leher), 5. Janar Loka – Ilat (Lidah), 6. Mahar
Loka – Irung (Hidung), 7. Satya Loka
– Mata (mata).
Sapta
Patala terdiri dari : 1. Patala : Silit (dubur), 2. Waitala : Pupu (paha), 3. Nitala : Tur (Lutut), 4. Mahatala : Wetis (betis), 5. Sutala : Pegelanganing Suku (pergelangan
kaki), 6. Talatala : Walakanging
Telamapakan (bagian belakang tapak kaki), 7. Rasatala : Lepa-lepanya isor (bagian telapak kaki).
Demikianlah Anda
Bhuwana pada Ҫarira (badan) manusia,
tegaklah Sapta Parwata, bergelombanglah
Sapta Arnawa, tenanglah keadaan Sapta Dwipa, mengalir (menghembuslah) Daҫawayu Nadhi.
Sapta Parwata terdiri dari :
- Wungsilan (buah pinggang)
: Gunung Malyawan
- Palittalitan : Gunung Nisedha
- Limpa : Gunung Gandhamadana
- Patu-Paru : Gunung Malaya Mahidhara
- Ampru (Empedu) :
Gunung Tri Ҫrengga
- Hati : Gunung Windhya
- Pusuh-Pusuh (Jantung)
: Gunung Mahameru
Sapta
Arnawa terdiri dari : 1. Mutra (Urine) : Tasik Tok, 2. Rah (Darah)
: Tasik Kilang, 3. Aringet (Keringet) : Tasik Asin, 4. Gajih (Lemak) : Tasik Minyak,
5. Idu (Air Ludah) : Tasik Madu, 6. Sumsum (Sumsum) : Tasik Susu,
7. Utek (Otak) : Tasik Pehan.
Sapta
Dwipa terdiri dari : 1. Tahulan (Tulang) : Jambhu Dwipa, 2. Otot (Otot)
: Kuҫa Dwipa, 3. Daging : Ҫangka Dwipa, 4. Kulit : Ҫalmali Dwipa, 5. Wulu (Buli) : Gomedha Dwipa, 6. Kukus : Puskara Dwipa, 7. Untu (Gigi) : Kronca Dwipa.
Daҫa
Nadhi atau Sepuluh Nadhi
terdiri dari : 1. Idha, 2. Pinggala, 3. Susumna, 4. Gandhari, 5. Asti, 6. Jihwa, 7. Pusa, 8. Alembusa, 9. Kuhuh, 10. Ҫangkini
Keterangan Daҫa Nadhi :
- Idha : Nadhi sebelah
kanan, jalan makanan terus sampai pada Let
(dubur).
- Pinggala : Nadhi sebelah
kiri, merupakan jalan air terus sampai pada uyuh-uyuhan.
- Susumna : Nadhi bagian
tengah, jalan Wayu Amatlu (Bayu
serta mengeluarkan angin)
- Gandhari : Persimpangan
Nadhi, jalannya Wayu menuju ke
mulut, mata, hidung, telinga dan ubun-ubun.
- Asti : Persimpangan
Nadhi, jalannya Wayu sampai ke
seluruh sendhi terus menembus kulit dan bulu-roma.
- Jihwa : Persimpangan
Nadhi, jalannya Wayu sampai ke
Jantung.
- Pusa : Persimpangan
Nadhi, jalannya Wayu sampai ke
paru-paru
- Alembusa : persimpangan
Nadhi, jalannya Wayu terus ke
hati, serta empedu.
- Kuhuh : Persimpangan
Nadhi, jalannya Wayu sampai ke
limpa
- Ҫangkini : Persimpangan
Nadhi, jalannya Wayu sampai ke
Ungsilan (buah pinggang), palittalitan.
Artikel Terkait Sresti Dan Pralaya :
Menurut Tattwa
Jnana pasal 39, Daҫa Wayu terdiri
atas : 1. Prana, 2. Apana, 3. Samana, 4. Udana, 5. Wyana, 6. Naga, 7. Kurma, 8. Krekara, 9. Dewadatta, 10. Dhananjaya
Penjelasan singkat dari Daҫawayu adalah
:
1. Prana : Bertempat di Jantung hingga dada, melancarkan
pekerjaan Wayu seluruhnya, sebagai
jiwa (sumber hidup), sebagai nafas tugasnya (kegunaannya)
2. Apana : Wayu pada saluran kencing (uyuh-uyuhan) membawa sari
makanan serta minuman, menjadi Kama-Ratih
(Sperma laki dan perempuan), ampasnya (sepahnya) menjadi kotoran dan air
kencing.
3. Udana : Wayu pada
ubun-ubun, yang bertugas menggerakkan mata dan tutuk (mulut).
4. Wyana : Wayu pada
semua sandhi (sendi), mengolah badan mengawasi tua dan matinya.
5. Samana : Wayu pada
hati, membawa sari makanan serta minuman, menjadikan darah, daging dan empedu.
Kelima yang tersebut diatas dinamai Panca Wayu.
6. Naga : Magawe wateb (berbuat taeg)
7. Kurma : Membuat getaran (gerakan, bergetar) kedutan badan
8. Dewadatta : Bertugas untuk menguap
9. Krekara : Membuat wahin (bersin)
10.
Dananjaya :
Sebagai suara tugas (pekerjaan)nya.
Catatan : Lihat
/Banding dengan : 1. Wrehaspati Tattwa, 2. Ganapati Tattwa, 3. Aji Sankya, 4. Maha Tattwa dan lain-lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Buku Tamu