Rare Bali Anak Bali Belog Ngiring Ngajegang Bali dengan berbahasa Bali sane becik, senang ring Tembang Bali tur sekancan sastra lan Budaya Bali sane sampun kaloktah ring jagate mangda sumingkin jangkep tur paripurna #Bahasabali #AjegBudayaBali #RareBali

Breaking

Translate

Kamis, 09 Agustus 2018

Manawa Dharma Ҫastra : SRESTI DAN PRALAYA

SRESTI DAN PRALAYA
Jaman Pralaya Kehancuran
Sapta Patala Penguasa Planet

Menurut Weda Ҫruti dan Weda Smerti, Brahmanda atau alam semesta beserta isinya telah berulang kali mengalamai Sresti dan Pralaya.
Sresti berarti lahir atau terciptanya alam semesta ini secara evolusi oleh Sang Hyang Widdhi Waҫa, (Tuhan), sedangkan yang dimaksud dengan Pralaya  ialah kiamat, kembalinya ciptaan ditarik lagi oleh Tuhan, sebagai halnya buih masuk kembali ke dalam air, seperti laba-laba yang menarik kembali benang suteranya ke dalam perutnya, seperti bunga api masuk kembali ke dalam api.

Artikel Terkait Sresti Dan Pralaya :




Mengenai Sresti dan Pralaya ini dapat kita ketahui dari kitab-kitab ajaran Agama Hindu sebagai berikut :



Manawa Dharma Ҫastra
“Bila Ia (Tuhan) yang kekuasaannya tanpa batas itu sudah menciptakan alam semesta dan akan menghilangkan dalam diri-Nya sendiri dan terjadilah peralihan yang berulang-ulang dari masa yang satu ke masa yang lain”
“Pada waktu kiamat (mahapralaya) menjelang, lenyaplah keempat unsur-unsur benda maupun dunia, hawa, langit dan lebih tujuh lapisan dunia, lenyap bersama dengan Dewatanya oleh karena api pemusnah Rudra (kodrat untuk melenyapkan)”

Brahma (kodrat atau perwujudan Tuhan untuk menciptakan), Wisnu (kodrat atau perwujudan Tuhan untuk mengatur dan memelihara alam semesta), matahari, bulan, bintang-bintang semuanya hilang musnah. Sunyi senyaplah tatkala itu, kosong alam semesta, hanya Tuhan Sada Ҫiwa yang ada yang bersifat tak dapat dibayangkan yang luput dari sakala niskala.

Dia disebut Tuhan Seru Sekalian Alam. Berkehendaklah Dia mengadakan ciptaan, maka timbullah empat unsur alam semesta itu. Semesta (Bhuwana Agung, Macrocosmos) ini akan mengalami mahapralaya atau kiamat pada jangka waktu yang telah ditentukan oleh Tuhan. Sresti dan Pralaya ini telah terjadi berulang kali sejak pertama sampai kepada jaman kita ini.

Bhagawad Gita VIII.17
“Yang mengetahui bahwa hari Brahman sama dengan jangka waktu seribu yuga, dan bahwa malam hari pada-Nya seribu yuga, adalah mereka yang mengetahui hari dan malam “

Bhagawad Gita VIII.18.
“Pada saat datangnya siang hari semua yang nyata muncul dari yang tak nyata, dan pada waktu tiba malam hari yang nyata kembali pada yang dinamakan tak nyata”.

Bhagawad Gita VIII.19
“Banyak yang nyata yang sama ini pula bolak-balik muncul kembali dan lenyap lagi tak berdaya pada tibanya malam hari oh Parta, muncul lagi pada datangnya hari”

Menurut tradisi kuna hari dan malam Brahman mengambil jangka waktu masing-masing 1000 yuga (lihat juga sloka IV.18). Tradisi itu pula mengatakan bahwa waktu itu dibagi ada empat (4) jaman, yang masing-masing jaman itu mempunyai panjangnya sendiri-sendiri, yaitu : Jaman Kreta : 4000 tahun, Jaman Treta : 3000 tahun, Jaman Dwapara : 2000 tahun dan Jaman Kali : 1000 tahun. Lama saat transisi antara ke empat jaman itu adalah 2000 tahun. Jadi jumlahnya semua : 12.000 tahun.

Ini adalah merupakan tahun-tahun para Dewata, kalau dijadikan tahun manusia, ini menjadi 360 x 12.000 tahun = 4.320.000 tahun.
Kesimpulan hari dan malam Brahman masing-masing bagi manusia akan memakan waktu selama 1000 x 4.320.000 = 4.320.000.000 tahun. Ini disebut satu Kalpa.
Betapapun fantastisnya kelihatan angka-angka tersebut di atas, namun apa yang dimaksudkan oleh Sloka ini, adalah bahwasannya Hari Brahman sama artinya dengan periode manifestasi kosmos ini, dan malam Brahman dimaksudkan periode tak termanisfestasikan kosmos ini.

Yang bolak-balik muncul kembali adalah disebabkan oleh akibat dari Karmanya sendiri tetapi Brahman Yang Maha Tertinggi tidak terkena oleh periode munculnya dan lenyapnya semua ini.
“Pada waktu kiamat, semua mahluk hidup sekaligus terserap ke dalam jiwa dari segala jiwa mahluk (Tuhan), beristirahat dengan tenang, bebas dari segala kewajiban”

DEWA-DEWA

Manawa Dharmaҫastra I.22.
“Tuhan yang telah menciptakan tingkat-tingkat dari pada Dewa-Dewa yang memiliki sifat hidup dan mempunyai sifat gerak. Juga diciptakan Sadhya yang berbadan halus serta Upacara (Yajna) yang kekal (Sanata) “.

Kata Dewa ini mempunyai beberapa pengertian :
1. Kata Dewa berakar kata DIV yang berarti; sinar, cahaya. Dewa  dalam hal ini diartikan perujudan dari sinar kekuatan Tuhan (Sang Hyang Widdhi).
Dalam Pustaka Suci Weda dijelaskan, bahwa Tuhan menciptakan Dewa-Dewa  dan Tuhan sendiri melebihi sinarnya Dewa-Dewa. Dalam hal ini, Tuhan adalah Dewa dari Para Dewa seperti halnya matahari yang tunggal dengan pancaran sinar-sinarnya yang aneka warna.
2. Tuhan sebagai Dewa dari Para Dewa, disebut dengan istilah : Dewata (Ista Dewa atau Ista Dewata).
3. Menurut Reg Weda VIII.57.2., dijelaskan tentang jumlah Dewa, yaitu sebanyak 33 Dewa terdapat tiga alam (mandala). Demikian pula dijelaskan dalam kitab Aranyaka Upanisad III.9.1., tentang adanya tiga puluh tiga (33) Dewa terdiri atas : 8 Wasu (Basu), 11 Rudra, 12 Adhitya, Indra  dan  Prajapati.

Kedelapan (8) Vasu (Basu) adalah : Agni, Prethiwi, Wayu, Dyaus, Surya, Sawitra, Soma dan Druwa.

Menurut kitab Mahabharata kedelapan Wasu  itu adalah :
1. Bhawa (Dhara) yang sama artinya dengan Prethiwi
2. Aha yang sama artinya dengan Sawitra untuk Antariksa
3. Prabhasa yang sama artinya sebagai Dewa Langit, Dyaus.
4. Anala (Pawaka) yang artinya sama dengan Agni
5. Anila yang artinya sama dengan Wayu (Bayu) yaitu Angin
6. Pratyusa yang artinya sama dengan Surya.
7. Soma yang artinya sama dengan Candra (Bulan).
8. Druwa yang artinya sama dengan Dhruwa, yaitu konstelasi atau Bintang

Kata Rudra dapat diartikan dalam banyak arti : Suara yang menakutkan, Ia yang mempunyai warna merah, Ia yang menyebabkan menangis.

Dewa-Dewa lainnya yaitu 12 Adhitya, terdiri atas enam (6) pasang Dewa, yaitu :
  1. Mitra-Waruna
  2. Aryaman-Daksa
  3. Bhaga-Amsa
  4. Twastri-Sawitri
  5. Pusan-Sukra
  6. Wiwaswat-Wisnu

Pasangan-pasangan Dewa itu disebut di dalam Rg Weda II.27.1., yang menyebutkan adanya enam pasang Dewa (Adhitya). Menurut arti katanya, kata Adhitya berarti “Hukum Tertinggi”.

Dalam hal ini Dewa  itu dilambangkan pula sebagai Hukum Tertinggi. Tuhan adalah penguasa atas Hukum Tertinggi. Penjelasan mengenai Brahmanda (Anda Bhuwana) ini termuat pula dalam rontal-rontal Tattwa , antara lain Tattwa Jnana, pasal 14 :

Tattwa Jnana, pasal 14
Nahan laksanan ikang Panca Maha Bhuta, an pawor guna ginawe Anda Bhuwana de Bhatara”.
Terjemahannya : Demikianlah pelaksanaan lima unsur utama, bersatu dengan sifatnya, dijadikan Anda Bhuwana oleh Tuhan.
Anda Bhuwana berarti, alam semesta yang terletak pada suatu bulatan maya yang maha besar, alam semesta yang bulat sebagai halnya telor, Anda = Telur. Istilah yang umum dipakai ialah Brahmanda, yang berarti telurnya Brahma, Bhuwana Ҫarira : badannya alam semesta.
Anda Bhuwana ini dapat dibedakan atas dua bagian besar yaitu :
  1. Bhuwana Agung (Macrocosmos), Jagat Raya, Alam Besar
  2. Bhuwana Alit (Microcosmos), Alam Kecil, Badan Mahluk, Badan Manusia.

Adapun Bhuwana (Bhuwana Ҫarira) itu meliputi :
  1. Sapta Loka
  2. Sapta Patala

Sapta Loka :
  1. Satya Loka
  2. Maha Loka
  3. Jana Loka
  4. Tapo Loka
  5. Swar Loka
  6. Bhuwar (Bhuwah) Loka
  7. Bhur (Bhuh) Loka

Bhur (Bhuh) Loka  itu merupakan perpaduan maupun perujudan dari pada kumpulan seluruh Tattwa. Pada Bhur Loka berkumpullah (berpadu, bersatulah) :

  1. Sapta Parwata (Tujuh Gunung),
  2. Sapta Arnawa (Tujuh Samudera),
  3. Sapta Dwipa (Tujuh Pulau atau Benua)
  4. Daҫa Wayu (Sepuluh tenaga, kekuatan, Bhayu)
  5. Daҫendriya (Sepuluh Indriya)

Adapun Sapta Parwata bersatu dengan Prethiwi (Bhumi, Tanah), Sapta Arnawa, bersatu dengan Apah (Air), Sapta Dwipa bersatu dengan Teja (Sinar, Cahaya), dan Daҫa Wayu, bersatu dengan Wayu (hawa, tenaga, kekuatan)

Sapta Patala terdiri dari pada :
  1. Patala
  2. Waitala
  3. Nitala
  4. Mahatala
  5. Sutala
  6. Talatala
  7. Rasatala

Dasar dari pada Sapta Patala, Tujuh lapisan bumi ialah Kalagni Rudra (Api maha besar yang senantiasa pijar / menyala ).

Jnana Tattwa, 37 : Diturunkanlah Atma itu kepada manusia ini, Sang Hyang Atma menjelma (turun) ke Prethiwi tinggal di Bhuwana Ҫarira, Wyapaka (meresap) pada Sadrasa, yaitu Sari Panca Maha Butha.

Panca Maha Butha : 1. Prethiwi, 2. Apah, 3. Teja, 4. Bhayu (Wayu), 5. Akaҫa, mengeluarkan Sadrasa : 1. Amla (Asam), 2. Kasaya (Sepat, mengkel), 3. Tikta (Pahit), 4. Ketuka (Pedas), 5. Lawana (Asin), 6. Madhura (Manis).

  1. Bagian pertama untuk menumbuhkan ҫarira (badan), ialah Sadrasa
  2. Bagian kedua untuk menumbuhkan ҫarira ialah Sadrasa yang dimakan serta diminum oleh pria-wanita, sari makanan dan minuman menjadi darah, daging,lemak (gajih)
  3. Bagian ketiga untuk menumbuhkan ҫarira ialah sari dari darah, daging, gajih, kemudian menjadi Kamaratih, merupakan hasil pertemuan raga (asmara) itulah kemudian tumbuh; Jika Kama (Ҫukla) lebih banyak daripada Ratih (Ҫwanita) menjadi laki-laki. Jika Ratih lebih banyak dari Kama menjadi perempuan. Kalau sama banyaknya Kama dengan Ratih menjadi Kedi (Banci).

Kama itu menjadi : 1. Tahulan (Tulang), 2. Otot, 3. Puhu-Wulu (Bulu-roma).
Ratih itu menjadi : 1. Darah, 2. Daging, 3. Gajih

Demikianlah keadaan Panca Maha Bhuta, permulaan terwujudnya ҫarira (badan). 1. Prethiwi sebagai kulit, 2. Apah sebagai darah, 3. Teja sebagai Daging, 4. Wayu sebagai tulang (Tahulan), 5. Akaҫa sebagai sumsum.

Panca Tan Matra menjadikan : 1. Ҫabda Tan Matra  menjadi Telinga,  2. Sparҫa Tan Matra menjadi kulit, 3. Rupa Tan Matra menjadi Mata, 4. Rasa Tan Matra menjadi Lidah, 5. Gandha Tan Matra menjadi Hidung. Itulah disebut Panca Golaka, berkembanglah Anda Bhuwana, Sapta Patala, Sapta Bhuwana.

Sapta Bhuwana terdiri atas : 1. Bhur Loka – Weteng (perut), 2. Bhuwar Loka – Hati, 3. Swar Loka – Dada, 4. Tapa Loka -  Gulu (leher), 5. Janar Loka – Ilat (Lidah), 6. Mahar Loka – Irung (Hidung), 7. Satya Loka – Mata (mata).

Sapta Patala terdiri dari : 1. Patala : Silit (dubur), 2. Waitala : Pupu (paha), 3. Nitala : Tur (Lutut), 4. Mahatala : Wetis (betis), 5. Sutala : Pegelanganing Suku (pergelangan kaki), 6. Talatala : Walakanging Telamapakan (bagian belakang tapak kaki), 7. Rasatala : Lepa-lepanya isor (bagian telapak kaki).

Demikianlah Anda Bhuwana pada Ҫarira (badan) manusia, tegaklah Sapta Parwata, bergelombanglah Sapta Arnawa, tenanglah keadaan Sapta Dwipa, mengalir (menghembuslah) Daҫawayu Nadhi.

Sapta Parwata terdiri dari :
  1. Wungsilan (buah pinggang) : Gunung Malyawan
  2. Palittalitan : Gunung Nisedha
  3. Limpa : Gunung Gandhamadana
  4. Patu-Paru : Gunung Malaya Mahidhara
  5. Ampru (Empedu) : Gunung Tri Ҫrengga
  6. Hati : Gunung Windhya
  7. Pusuh-Pusuh (Jantung) : Gunung Mahameru

Sapta Arnawa terdiri dari : 1. Mutra (Urine) : Tasik Tok, 2. Rah (Darah) : Tasik Kilang, 3. Aringet (Keringet) : Tasik Asin, 4. Gajih (Lemak) : Tasik Minyak, 5. Idu (Air Ludah) : Tasik Madu, 6. Sumsum (Sumsum) : Tasik Susu, 7. Utek (Otak) : Tasik Pehan.

Sapta Dwipa terdiri dari : 1. Tahulan (Tulang) : Jambhu Dwipa, 2. Otot (Otot) : Kuҫa Dwipa, 3. Daging : Ҫangka Dwipa, 4. Kulit : Ҫalmali Dwipa, 5. Wulu (Buli) : Gomedha Dwipa, 6. Kukus : Puskara Dwipa, 7. Untu (Gigi) : Kronca Dwipa.

Daҫa Nadhi atau Sepuluh Nadhi terdiri dari : 1. Idha, 2. Pinggala, 3. Susumna, 4. Gandhari, 5. Asti, 6. Jihwa, 7. Pusa, 8. Alembusa, 9. Kuhuh,  10. Ҫangkini

Keterangan Daҫa Nadhi :
  1. Idha : Nadhi sebelah kanan, jalan makanan terus sampai pada Let (dubur).
  2. Pinggala : Nadhi sebelah kiri, merupakan jalan air terus sampai pada uyuh-uyuhan.
  3. Susumna : Nadhi bagian tengah, jalan Wayu Amatlu (Bayu serta mengeluarkan angin)
  4. Gandhari : Persimpangan Nadhi, jalannya Wayu menuju ke mulut, mata, hidung, telinga dan ubun-ubun.
  5. Asti : Persimpangan Nadhi, jalannya Wayu sampai ke seluruh sendhi terus menembus kulit dan bulu-roma.
  6. Jihwa : Persimpangan Nadhi, jalannya Wayu sampai ke Jantung.
  7. Pusa : Persimpangan Nadhi, jalannya Wayu sampai ke paru-paru
  8. Alembusa : persimpangan Nadhi, jalannya Wayu terus ke hati, serta empedu.
  9. Kuhuh : Persimpangan Nadhi, jalannya Wayu sampai ke limpa
  10. Ҫangkini : Persimpangan Nadhi, jalannya Wayu sampai ke Ungsilan (buah pinggang), palittalitan.

Menurut Tattwa Jnana pasal 39, Daҫa Wayu terdiri atas : 1. Prana, 2. Apana, 3. Samana, 4. Udana, 5. Wyana, 6. Naga, 7. Kurma, 8. Krekara, 9. Dewadatta, 10. Dhananjaya

Penjelasan singkat dari Daҫawayu adalah :
1. Prana : Bertempat di Jantung hingga dada, melancarkan pekerjaan Wayu seluruhnya, sebagai jiwa (sumber hidup), sebagai nafas tugasnya (kegunaannya)
2. Apana : Wayu  pada saluran kencing (uyuh-uyuhan) membawa sari makanan serta minuman, menjadi Kama-Ratih (Sperma laki dan perempuan), ampasnya (sepahnya) menjadi kotoran dan air kencing.
3. Udana : Wayu pada ubun-ubun, yang bertugas menggerakkan mata dan tutuk (mulut).
4. Wyana : Wayu pada semua sandhi (sendi), mengolah badan mengawasi tua dan matinya.
5. Samana : Wayu pada hati, membawa sari makanan serta minuman, menjadikan darah, daging dan empedu.
Kelima yang tersebut diatas dinamai Panca Wayu.
6. Naga : Magawe wateb (berbuat taeg)
7. Kurma : Membuat getaran (gerakan, bergetar) kedutan badan
8. Dewadatta : Bertugas untuk menguap
9. Krekara : Membuat wahin (bersin)
10.   Dananjaya : Sebagai suara tugas (pekerjaan)nya.
Catatan : Lihat /Banding dengan : 1. Wrehaspati Tattwa, 2. Ganapati Tattwa, 3. Aji Sankya, 4. Maha Tattwa dan lain-lain.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Buku Tamu

Cari Blog Ini

Pengikut

Blog Archive