Tiang Nak Jaba "Kawula" |
Masyarakat Bali, berdasarkan strukturnya dapat dibedakan menjadi empat golongan, yaitu Wangsa Brahmana, Ksatrya, Wesya dan Sudra. Dalam hal ini masyarakat Bali yang dimaksud adalah yang menganut agama Hindu, bagaimana dengan masyarakat Bali yang beragama lain ? Bukankah masyarakat Bali sejak dahulu telah menganut agama Islam, Kristen, Katolik ataupun Budha ? Walaupun dengan prosentase yang kecil dibandingkan dengan umat Hindu yang mayoritas.
Sistem pelapisan sosial masyarakat Bali didasarkan atas keturunan ini dapat dilihat dari keempat golongan di atas status-nya akan turun menurun kepada anak cucunya. Keempat penggolongan sering disebut dengan istilah catur kasta, catur warna, catur janma atau catur wangsa. Semua istilah tersebut mengacu kepada pengertian keturunan atau kelahiran yang berasal dari satu keturunan.
Dari petikan Bhagawadgita pembagian catur warna itu didasarkan atas sifat dan pekerjaan. Pembagian warna hanyalah didasarkan atas kewajiban dan pembawaannya di dunia ini. Jika hal tersebut dapat dikatakan sebagai sumber adanya catur warna atau catur kasta, tidaklah sesuai dengan keadaan di Bali. Keempat wangsa yang ada di Bali tersusun berdasarkan jenjang yang bertingkat-tingkat, dimana wangsa Brahmana dipandang sebagai yang tertinggi diikuti Ksatrya, Wesya dan Sudra dibawahnya. Ini disebabkan, karena masing-masing golongan merasa berasal dari golongan tertentu yang pada zaman dulu memiliki pengaruh dalam tata pemerintahan.
Baca juga tentang Klasifikasi Pendeta Brahmana. Klik disini.
Brahmana Siwa disebut sebagai keturunan Pendeta Nirartha yang menurunkan kelima cikal bakal Brahmana di Bali. Sedangkan Brahmana Boda dikatakan sebagai keturunan dari Danghyang Astapaka yang tinggal di Budakeling, Karangasem. Gelar-gelar yang digunakan bagi klen-klen Brahmana adalah Ida Bagus, untuk anak laki-laki dan Ida Ayu untuk anak perempuan. Bagi mereka yang berasal dari keturunan Brahmana dengan ibu yang berasal dari kasta lain (rendahan), maka gelar yang digunakan Ida Wayan, Ida Made, Ida Nyoman dan lain-lain.
Golongan Ksatrya dibagi menjadi tiga golongan yang lebih kecil, yaitu Ksatrya Utama (dalem), Ksatrya Madya (predewa), Ksatrya Nista (prengakan), prebagus, (presangyang). Yang termasuk golongan Ksatrya Dalem adalah golongan raja-raja dan keturunannya. Mereka ini dianggap sebagai keturunan dari Sri Kresna Kepakisan, seorang bupati yang diangkat oleh Maha Patih Gaja Mada untuk memerintah Bali sekitar tahun 1343.
Ksatrya Dalem yang lama tidak menjalankan pemerintahan, maka tingkatannya akan turun menjadi predewa, prengakan atau prebagus. Gelar untuk wangsa Ksatrya ini diantaranya Cokorda untuk raja-raja. Gelar untuk predewa, prebagus dan presangyang untuk laki-laki adalah Dewa Bagus, Ngakan, atau pungakan bagus, atau Sang. Pihak perempuan dipanggil Dewa Ayu, Desak dan Sang Ayu.
Golongan Wesya disebut sebagai keturunan dari tiga orang laskar Majapahit, yaitu, Tan Kober, Tan Kawur, Tan Mundur. Keturunan mereka bergelar Gusti, Gusi, Si, Sang, Sayu.
Golongan kasta Sudra sering disebut juga kaum jaba yang artinya golongan yang berada di luar puri (pemerintahan). Ada juga yang menyebut golongan ini dengan sebutan "Kawula" yang berarti abdi atau rakyat kebanyakan. Kasta Sudra dibagi menjadi tiga golongan yaitu, utama, madya dan nista. Sudra utama terdiri dari Kula Wisuda yaitu untuk mereka yang mendapat anugerah dari raja, karena mereka diberi kekuatan atas kelompok kerja kerajaan. Golongan Kula Wisuda ini sering disebut dengan wargi atau wesya yang diturunkan kastanya. Kemungkinan besar mereka terdiri dari bekas bangsawan Bali Kuno yang terdesak oleh kekuasaan Majapahit. Termasuk ke dalam warga wargi atau prebali ini diantaranya Pasek, Bendesa, Kabayan, Pertinggi, dan Gaduh. Gelar bagi golongan ini adalah Gusi, Si, Putu, Jro, Gede, Nengah dan lain-lain.
Ada lagi kelompok pendeta rakyat yang terdiri dari tiga grup yaitu para Sengguhu, Pande dan Dukuh. Menurut usana Jawa para Sengguhu itu dulunya adalah Brahmana asli yang diturunkan derajatnya. Sedangkan para Pande menganggap kelompoknya sebagai jenis manusia mulia, oleh karena mereka mengerti bekerjanya api yang mereka percayai yang berpusat di Gunung Batur. Lantaran kesaktiannya itu mereka mengerjakan senjata dan alat-alat perang. Sebagai gelarnya, lantas di muka namanya memakai I Pande, sedangkan pemimpinnya yang telah ditasbihkan menyebut dirinya Mpu.
Kunjungi Website Ida Pandita Mpu Jaya Prema Ananda, Wartawan Jadi Pendeta. Klik disini
Mengenai para Dukuh tidak diketahui benar asal-usulnya. Mereka disebut Sudra membersih (sudra yang ditasbihkan atau disucikan). Di daerah Karangasem Sengguhu atau Dukuh ini dianggap sama, sejenis pertapa yang sering disebut topodara. Mereka banyak terdapat di pegunungan Seraya, Karangasem. Gelar para Dukuh yang ditasbihkan adalah Jero.
Golongan Sudra Madya dibentuk oleh kelas masyarakat Sudra dengan gelar gede, dan orang-orang ini juga dinyatakan sebagai wargi. Sedangkan golongan Sudra Nista disebut juga tani kelen atau penegen. Gelar mereka adalah I untuk laki-laki dan Ni untuk perempuan.
Sumber bacaan Buku Babad Bali Baru oleh N.Putrawan. (RANBB)
Insert foto : Rumah Tiang di Gianyar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Buku Tamu