Doa Keselamatan
Dalam Bahasa Bali
TIANG NAK BALI |
Bali dengan umat
yang mayoritas beragama Hindu kini semakin membutuhkan kemampuan umatnya dalam
mempertahankan Budaya dan tentunya agama Hindu yang dianutnya secara
turun-temurun. Doa Keselamatan yang setiap hari kita lantunkan, setiap SuryaSewana yang dilakukan oleh Pandita, Pedanda ataupun Sulinggih adalah
semata-mata untuk memberikan keselamatan lahir dan bathin kepada pertiwi dan
manusia yang berdiri diatasnya.
Lalu bagaimanakah
sumbangsih kita sebagai umat untuk menyampaikan Doa Keselamatan dimana kita yang
tidak memahami bahasa Sanskerta, bahasa-bahasa kitab suci yang sebagian besar
menggunakan bahasa Kawi, Sanskerta, Jawa Kuno, ataupun India. Tentunya kita
akan menyampaikan Doa Keselamatan dalam Bahasa Bali, atau bahasa Ibu. Walau sudah banyak buku-buku agama Hindu,
seperti karya Doktor Made Titib mengenai Teologi, karya pengarang muda kita
Bapak Arya dan masih banyak karya sastra modern Bali lainnya.
Buku-buku Hindu
sangat banyak dan berbagai jenis pembahasannya, namun kecendrungan manusia saat
ini adalah menggunakan mesin pencari “searching” di internet, atau bahasa
gaulnya “tanya saja mbah gugle...”
Sebagai generasi
penerus agama Hindu dan Budaya Bali, kita wajib mengetahui Bahasa Ibu yaitu
bahasa Bali. Dengan bahasa Ibu kita bisa menghaturkan Doa-doa Keselamatan dalam
bahasa Bali, yaitu kita sering sebut dengan Sesontengan.
Doa Dalam Bahasa Bali
“Ratu Bethara
Sesuhunan Titiang, mangking titiang ngaturang bakti nunasica ring Ida Bethara
mangda titiang sakaluarga ngamolihang kerahayuan, dirgahayusa, keselametan.”
“Ya Tuhan yang
Kami Puja, dalam keseharian sujud bakti hamba, memohon agar Tuhan melimpahkan
keluarga kami kebahagiaan, panjang usia kami dan keselamatan”
“Ratu Sang Hyang Widdhi
Wasa, dumogi stata mapaica keselametan ring margi agung, dumogi mapaica kekuatan
bayu, sabda lan idep rikala titiang jagi mautsaha ring gumi”
“Ya Tuhan Maha
Pencipta, semoga selalu menganugrahi keselamatan dalam perjalanan hidup ini,
semoga memberikan kekuatan tenaga, kemampuan dan pikiran kami dalam menjalani
kehidupan di dunia ini.
Sesontengan atau Doa
yang diucapkan dengan bahasa Ibu tidak memiliki keterikatan, atau dapat
dikatakan sebagai ungkapan permohonan tulus kita kehadapan Tuhan, Doa
Keselamatan dalam Bahasa Bali atau bahasa Ibu ini tercurah dengan apa adanya,
tidak ditutupi. Artinya kita sampaikan dengan penuh ketulusan, tidak bisa
bahasa Mantra, Kawi, Sanskerta, Jawa Kuno ... ya kita berdoa saja dengan bahasa
Ibu.
Segala hal doa
dapat kita sampaikan dengan Bahasa Ibu, Doa Keselamatan dalam Bahasa Bali lainnya
seperti Doa Memohon Jodoh. Terkadang kita terpaku dengan Mantra yang
menggunakan bahasa Sanskerta, bahasa Kawi, sehingga menjadi ogah untuk berdoa. Ach
... kita tidak tahu bahasa Kawi Doa memohon Jodoh, pasti doa kita tidak sampai,
atau doa kita tidak dikabulkan.
Walaupun kita
berdoa dengan Bahasa Ibu, Doa memohon Jodoh dengan bahasa Bali, jika dilakukan
dengan penuh keyakinan, ketulusan semua dapat tercapai. Kalau kita memahami Doa
Keselamatan dengan Bahasa Kawi, Sanskerta, alangkah baiknya, namun bila tidak,
dengan Bahasa Ibu kita dapat menyampaikan segala jenis doa permohonan
kepada-Nya.
“Ratu Bethara
Sanghyang Semara Ratih, titiang nunasica mangdane titiang kajatuhkarmayang
sareng ... ( si Made ... contoh nama ) , dumogi Ida Bethara Hyang Guru mapaica
margi nudut kayun (contoh nama Made) prasida sareng titiang mapawiwahan sane
langgeng. “
“Ya Tuhan
Penguasa Percintaan Semara Ratih, saya mohon semoga saya dijodohkan dengan
...(si Made), semoga para leluhur /Bathara Hyang Guru membuka pintu hati (
Made) sehingga titang bisa menuju ke perkawinan yang abadi”
Tidak Bisa Bahasa
Bali
Fenomena kegiatan
umat terutama muda-mudi kita cenderung melupakan bahasa Bali, bahasa Ibu,
sehingga sangat terpaku dalam berdoa harus menggunakan bahasa Kawi, Sanskerta
atau Jawa Kuno. Kurang sreg rasanya bila berdoa dengan bahasa yang sakral. Bahasa
yang umum dipergunakan oleh para Pemangku, Pandita, Sulinggih dalam menuntun
doa-doa saat persembahyangan. Doa Pemangku dalam Upakara Yadnya sangat banyak,
memang setiap doa memiliki tujuannya masing-masing. Lalu apakah karena kita
tidak bisa bahasa Mantra, Kawi, Sanskerta atau Jawa Kuno kita tidak jadi berdoa
? Lalu apakah karena tidak tahu Mantra Pitra Puja kita tidak mendoakan orang yang sudah meninggal ?
Contoh Upacara
Otonan yang datang setiap 210
hari, dari kata Wetu+an = Wetuan = Weton jadi Oton, hari ulang tahun, hari
kelahiran menurut Pawukon. Kalau seorang bayi dilahirkan pada hari Galungan
(Rebo-Kliwon-Dunggulan) maka setiap Galungan (Budha Kliwon Dunggulan) dibuatkan
upacara Oton (Odalan). Odalan dari kata Wedal = lahir. Waktu pertama kali otoanan disertai dengan
upacara Magundul atau Ngundul Jambot, untuk membersihkan Òªiwa Dwara
(ubun-ubunnya).
Lalu bagaimana
saat-saat otonan tiba? Kalau umat selalu berpikir bahwa doa yang dilantunkan
harus Mantra atau Doa Keselamatan dengan bahasa Kawi, Sanskerta atau Jawa Kuno,
“bisa buung maoton” bisa jadi batal Mawetuan. Bisa melantunkan Doa Keselamatan
dengan bahasa Sanskerta alangkah baiknya, bisa menggunakan Mantra sangat bagus,
tetapi bila tidak mari kita gunakan bahasa Ibu atau Sesontengan.
Tujuan Maoton adalah
untuk memohon Kadirgayusan, keselamatan, kehadapan Sang Hyang Ibu
Pertiwi supaya mengasuh, menuntun, dan membebaskan kita dari aral rintangan. Untuk Upakaranya, Upakara Alit (kecil) Byakala,
Prayascita, Parurubayan, Pasaksi ke Bale Agung. Banten Turun Tanah, Banten
Kumara, Jajanganan dan Tataban, disertai penebusan dosa.
Bila Otonan dipuput oleh Pinandita tentunya akan mengikuti agem-agem kepinanditaan/kepemangkuan. kita sebagai umat dapat mengambil intisari dari puja mantra yang telah diaturkan oleh pemangku, sebab semua itu memiliki tujuan, seperti Parikramaning Pamuspan Panca Sembah waktu otonan :
- Muspa Puyung :
- Muspa Meserana sekar pengastawa ring Surya Raditya
Paramaditya Sewartham. Bhukti-bhukti wara pradam
Om Adityasya para jyoti. Rakta teja namo stute
Sweta pangkaja madhyastha. Bhaskaraya namo stute
Om Hrang Hring Sah Parama Siwa Ditya ya nama swaha
- Muspa meserana kewangen
Pukulun Bhatara Siwa, Sadasiwa, Paramasiwa, nguni weh Sanghyang Trayodasa Saksi. Kaki Bhagawan Penyarikan. Nini Bhagawan Penyarikan. Kaki Penyeneng. Nini Penyeneng. Bhagawan Besarwarna, ili manusanira angaturaken bhakti, pangubakthianipun, angaturaken tadah caru angotonin wong rare, akedik denipun angaturaken, agung denipun palaku, amalalu dirghayusanya, kaparipurnaning awak sariranipun aweta urip. Om siddhirastu tat astu astu. Om sukham bhawantu. Om purnam bhawantu. Om dirghayusam bhawantu. om sapta werdhiastu. om awighnam astu
- Muspa Meserana kwangen utawi sekar ngastawayang Bhatara Samodaya
Om samodaya ma siwa ya. Nara astha ya sangga ya
Manaste bayu akasa. Sarwa sarwa namaste
Om pretiwi ya namah swaha. Bhasuki ya namah swaha
Candra ditya ya namah. Ghana kumara ya swaha
Om sarwa dewata ya swaha. Sarwa aksara ya swaha
Iwajra ambhoja swaha. Dewati sri sangga muna ya namah swaha
- Muspa Nunas waranugraha
Om anugraha manoharam. Dewa datha nugrahakam
Arcanam sarwa pujanam. Namah nugrahakam
Dewa dewi maha siddhi. Yajnan ca nirmala atmakam
Laksmi siddhisca dirghayuh. Niwighna sukha wredddhisca
- Sembah puyung
Om dewa suksma Parama acintya ya namah swaha
Om santhi santhi santhi Om
Secara sederhana dapat titiang berikan pendapat atau opini Rare Angon Nak Bali Belog melarapan antuk Blog Rare Angon puniki, bahwa dalam melaksanakan upacara yadnya, kita tidak terpaku dengan bahasa doa tetapi yang lebih utama adalah ketulusan doa. Kita terlalu sering mendengar doa yang disampaikan “tetangga” yang fasih dengan bahasanya, padahal itu sebenarnya juga bahasa Ibu, bahasa daerah. Jadi kenapa kita tidak bangga dengan bahasa Bali, bahasa Ibu kita. Ucapkan secara tulus dan penuh keyakinan, titiang percaya dan yakin doa keselamatan kita akan terpenuhi, bukan saja doa keselamatan namun juga doa-doa yang lain seperti doa permohonan jodoh, doa adalah mantra yang terucap dari bibir tulus manusia.
Lalu Bagaimanakah dengan Sesontengan atau bahasa Bali untuk bisa ngeleak ?