Cerita Lubdhaka Berdasarkan Lontar Kekawin karya Mpu Tanakung
Cerita Lubdhaka
Om
Swastiastu;
Om Anobhadrah krtavoyanthu visvatah;
semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru
Pinandita
Lanang Istri yang sudah disucikan yang saya hormati
Yang
saya hormati; Sesepuh dan Penasehat Banjar
Yang
saya hormati; Ketua dan Pengurus Banjar Ciledug
Yang
saya hormati; ketua dan Pengurus Tempek se Banjar Ciledug
Dan
Umat Sedharma yang berbahagia.
Pada
hari ini saya ……………….. akan membawakan Dharma Wacana yang berjudul Cerita Lubdhaka
Pertama-tama
saya menghaturkan rasa puja dan puji syukur kehadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa,
Sesuhunan Yang Melinggih di Pura
Dharma Sidhi karena atas asung kerta waranugraha-Nya lah saya dan kita semua
dapat hadir dalam persembahyangan ini dalam keadaan sehat walafiat.
Bapak-Ibu
Umat Sedharma yang berbahagia;
Sastra agama yang mendasari
Hari Raya Siwaratri yang bersifat Epos yaitu Lubdhaka Tattwa atau Lontar
Kekawin Lubdhaka (Siwaratrikalpa) karya Mpu Tanakung merupakan yang terkenal di
Bali.
Cerita
Lubdhaka ini berdasarkan Lontar Kekawin Lubdhaka. Di dalam Lontar Kekawin
Lubdhaka mengungkapkan hal-hal sebagai berikut :
Seorang
yang tinggal di puncak gunung, bernama Lubdhaka penghidupannya adalah sebagai
seorang pemburu. Adapun yang senang diburunya adalah Mong (Harimau), Wek (Babi
Hutan), Gajah dan Badak (Warak).
Pada
suatu hari, tepatnya pada hari panglong 14, Tilem Kapitu (bulan Magha)
pagi-pagi buta dia telah meninggalkan rumah pergi ke hutan untuk berburu,
itulah kegiatannya sehari-hari.
Kebetulan
pada hari itu kepergiannya ke hutan mengalami kesialan karena tidak ada seekor
binatangpun yang dilihatnya, tetapi Si Lubdhaka tetap sabar menunggu dalam
keadaan perut kosong.
Umat
Sedharma yang berbahagia;
Saat
menjelang senja hari, belum juga ada seekor binatang pun yang nampak, maka
muncul dalam pikiran Si Lubdhaka, kemungkinan binatang-binatang tersebut sedang
mencari tempat minum, dan karena mempunyai perkiraan yang demikian, maka dia
pun berusaha menemukan sumber-sumber air yang ada di hutan tersebut.
Kemudian
Si Lubdhaka menemukan sebuah telaga, dan kebetulan pada tepi telaga ada sebuah
pohon yang rimbun yang disebut dengan pohon Bila (Pohon Maja). Di bawah pohon
itulah Si Lubdhaka berteduh sambil menunggu binatang yang akan datang untuk
minum air.
Namun
harapannya tetap saja kandas, ternyata tidak seekor binatang pun ada yang
datang untuk meminum air, sangat kecewa Si Lubdhaka.
Umat
Sedharma yang berbahagia;
Sang
mentari pun telah kelam, dan dijemputlah oleh kegelapan, tiada bisikan deringan
sayap jangkrikpun lenyap, suasana berganti menjadi sepi dan malam itu sangat
mengerikan sehingga Si Lubdhaka tidak berani bermalam dibawah pohon karena
takut disergap oleh harimau, maka diapun naik ke pohon Bila tersebut, serta
duduk pada dahan pohon yang menjulur ke atas telaga, dalam perhitungannya kalau
jatuh tidak akan cedera.
Untuk
menghilangkan kantuknya, maka Si Lubdhaka memetik-metik daun Bila tersebut
satu-persatu lalu dijatuhkan ke dalam telaga. Setelah dalam perhitungan 108
kali menjatuhkan daun Bila-nya dan saat itu tepat pada dauh Yoga (dauh
penciptaan) dilihatlah olehnya sebuah lingga bermunculan dari dalam telaga
dalam waktu sekejap.
Tidak
lama lagi datanglah sang fajar menyingsing. Si Lubdhaka turun dari pohon Bila
langsung pulang dengan tangan hampa. Sesampainya Si Lubdhaka di rumah hari
sudah senja, dengan perut lapar karena satu hari satu malam tidak sebutir
nasipun dapat menyentuh perutnya, kebetulan di rumahnya ada nasi kerak (entip),
itulah yang dimakannya.
Setelah
beberapa tahun berselang, maka Si Lubdhaka jatuh sakit, dan sakitnya makin
parah, akhirnya Si Lubdhaka meninggal dunia. Diceritakan setelah Si Lubdhaka
meninggal dunia Sang Hyang Yamadipati telah mengetahui maka diperintahkanlah
pada Cikrabala, Kingkarabala untuk menjemput rohnya Si Lubdhaka agar dibawa ke
Yama Loka, untuk diadili serta dihukum sesuai dengan dosanya atas perbuatannya
di dunia semasih hidupnya, suka melakukan perbuatan “Himsa Karma”.
Umat
Sedharma yang berbahagia;
Demikian
juga Sang Hyang Siwa di Siwa Loka juga telah mengetahui bahwa Si Lubdhaka telah
meninggal dunia, diutuslah bala tentaranya “Watek Gana”, untuk menjemput roh Si
Lubdhaka agar dibawa ke Siwa Loka.
Setelah
kedua kelompok utusan tersebut tiba ditempat roh Si Lubdhaka, maka mereka
saling berebut dan masing-masing menunjukkan perintah dan tidak ada yang mau
mengalah, maka terjadilah peperangan antara laskar Sang Hyang Yama dengan
laskar Sang Hyang Siwa.
Akhirnya
kalah laskarnya Sang Hyang Yamadipati dan rokh Si Lubdhaka diboyong ke Siwa
Loka.
Setelah
laskar Sang Hyang Yama sampai di Yama Loka, maka dilaporkan tentang kejadian
yang tadi kehadapan Sang Hyang Yama, serta kagetlah Sang Hyang Yamadipati mendengar
isi laporan tersebut, akhirnya Sang Hyang Yama datang ke Siwa Loka untuk
menuntut dan menanyakan kehadapan Sang Hyang Siwa, kenapa Si Lubdhaka dapat
pengampunan dosa padahal dia selalu melakukan perbuatan Himsa Karma semasih
hidupnya di dunia.
Sesudah
Sang Hyang Yama memohon penjelasan tentang peleburan dosanya Si Lubdhaka maka,
kembalilah Sang Hyang Yama ke Yama Loka dengan tangan kosong.
Bapak-Ibu
Umat Sedharma yang berbahagia;
Demikianlah
Cerita Lubdaka yang dapat kami sampaikan.
Harapan
saya dari apa yang telah saya sampaikan dapat bermanfaat
bagi kita semua, Jika ada kekurangan dalam penyampaian dharma wacana
ini saya mohon maaf. Karena tidak ada manusia yang sempurna, tiada gading yang
tak retak. Akhir kata saya tutup dengan paramasantih.
Om Santih, Santih, Santih Om...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Buku Tamu