Rare Bali Anak Bali Belog Ngiring Ngajegang Bali dengan berbahasa Bali sane becik, senang ring Tembang Bali tur sekancan sastra lan Budaya Bali sane sampun kaloktah ring jagate mangda sumingkin jangkep tur paripurna #Bahasabali #AjegBudayaBali #RareBali

Breaking

Translate

Jumat, 21 Juni 2024

Dharma Wacana Cerita Lubdhaka

 Dharma Wacana Cerita Lubdhaka 

Cerita Lubdhaka

 

Om Swastiastu;

Om Anobhadrah krtavoyanthu visvatah ; semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru

 


Pinandita Lanang Istri yang sudah disucikan yang saya hormati

Yang saya hormati; Sesepuh dan Penasehat Banjar

Yang saya hormati; Ketua dan Pengurus Banjar Ciledug

Yang saya hormati; ketua dan Pengurus Tempek se Banjar Ciledug

Dan Umat Sedharma yang berbahagia.

 

Pada hari ini saya ……………….. akan membawakan Dharma Wacana yang berjudul Cerita Lubdhaka

 

Pertama-tama saya menghaturkan rasa puja dan puji syukur kehadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa, Sesuhunan Yang Melinggih di Pura Dharma Sidhi karena atas asung kerta waranugraha-Nya lah saya dan kita semua dapat hadir dalam persembahyangan ini dalam keadaan sehat walafiat.

 

Bapak-Ibu Umat Sedharma yang berbahagia;

 

Sastra agama yang mendasari Hari Raya Siwaratri yang bersifat Epos yaitu Lubdhaka Tattwa atau Lontar Kekawin Lubdhaka (Siwaratrikalpa) karya Mpu Tanakung merupakan yang terkenal di Bali.

Cerita Lubdhaka ini berdasarkan Lontar Kekawin Lubdhaka. Di dalam Lontar Kekawin Lubdhaka mengungkapkan hal-hal sebagai berikut :

 

Seorang yang tinggal di puncak gunung, bernama Lubdhaka penghidupannya adalah sebagai seorang pemburu. Adapun yang senang diburunya adalah Mong (Harimau), Wek (Babi Hutan), Gajah dan Badak (Warak).

 

Pada suatu hari, tepatnya pada hari panglong 14, Tilem Kapitu (bulan Magha) pagi-pagi buta dia telah meninggalkan rumah pergi ke hutan untuk berburu, itulah kegiatannya sehari-hari.

 

Kebetulan pada hari itu kepergiannya ke hutan mengalami kesialan karena tidak ada seekor binatangpun yang dilihatnya, tetapi Si Lubdhaka tetap sabar menunggu dalam keadaan perut kosong.

 

Umat Sedharma yang berbahagia;

 

Saat menjelang senja hari, belum juga ada seekor binatang pun yang nampak, maka muncul dalam pikiran Si Lubdhaka, kemungkinan binatang-binatang tersebut sedang mencari tempat minum, dan karena mempunyai perkiraan yang demikian, maka dia pun berusaha menemukan sumber-sumber air yang ada di hutan tersebut.

 

Kemudian Si Lubdhaka menemukan sebuah telaga, dan kebetulan pada tepi telaga ada sebuah pohon yang rimbun yang disebut dengan pohon Bila (Pohon Maja). Di bawah pohon itulah Si Lubdhaka berteduh sambil menunggu binatang yang akan datang untuk minum air.

 

Namun harapannya tetap saja kandas, ternyata tidak seekor binatang pun ada yang datang untuk meminum air, sangat kecewa Si Lubdhaka.

 

Umat Sedharma yang berbahagia;

 

Sang mentari pun telah kelam, dan dijemputlah oleh kegelapan, tiada bisikan deringan sayap jangkrikpun lenyap, suasana berganti menjadi sepi dan malam itu sangat mengerikan sehingga Si Lubdhaka tidak berani bermalam dibawah pohon karena takut disergap oleh harimau, maka diapun naik ke pohon Bila tersebut, serta duduk pada dahan pohon yang menjulur ke atas telaga, dalam perhitungannya kalau jatuh tidak akan cedera.

 

Untuk menghilangkan kantuknya, maka Si Lubdhaka memetik-metik daun Bila tersebut satu-persatu lalu dijatuhkan ke dalam telaga. Setelah dalam perhitungan 108 kali menjatuhkan daun Bila-nya dan saat itu tepat pada dauh Yoga (dauh penciptaan) dilihatlah olehnya sebuah lingga bermunculan dari dalam telaga dalam waktu sekejap.

 

Tidak lama lagi datanglah sang fajar menyingsing. Si Lubdhaka turun dari pohon Bila langsung pulang dengan tangan hampa. Sesampainya Si Lubdhaka di rumah hari sudah senja, dengan perut lapar karena satu hari satu malam tidak sebutir nasipun dapat menyentuh perutnya, kebetulan di rumahnya ada nasi kerak (entip), itulah yang dimakannya.

 

Setelah beberapa tahun berselang, maka Si Lubdhaka jatuh sakit, dan sakitnya makin parah, akhirnya Si Lubdhaka meninggal dunia. Diceritakan setelah Si Lubdhaka meninggal dunia Sang Hyang Yamadipati telah mengetahui maka diperintahkanlah pada Cikrabala, Kingkarabala untuk menjemput rohnya Si Lubdhaka agar dibawa ke Yama Loka, untuk diadili serta dihukum sesuai dengan dosanya atas perbuatannya di dunia semasih hidupnya, suka melakukan perbuatan “Himsa Karma”.

 

Umat Sedharma yang berbahagia;

 

Demikian juga Sang Hyang Siwa di Siwa Loka juga telah mengetahui bahwa Si Lubdhaka telah meninggal dunia, diutuslah bala tentaranya “Watek Gana”, untuk menjemput roh Si Lubdhaka agar dibawa ke Siwa Loka.

 

Setelah kedua kelompok utusan tersebut tiba ditempat roh Si Lubdhaka, maka mereka saling berebut dan masing-masing menunjukkan perintah dan tidak ada yang mau mengalah, maka terjadilah peperangan antara laskar Sang Hyang Yama dengan laskar Sang Hyang Siwa.

Akhirnya kalah laskarnya Sang Hyang Yamadipati dan rokh Si Lubdhaka diboyong ke Siwa Loka.

 

Setelah laskar Sang Hyang Yama sampai di Yama Loka, maka dilaporkan tentang kejadian yang tadi kehadapan Sang Hyang Yama, serta kagetlah Sang Hyang Yamadipati mendengar isi laporan tersebut, akhirnya Sang Hyang Yama datang ke Siwa Loka untuk menuntut dan menanyakan kehadapan Sang Hyang Siwa, kenapa Si Lubdhaka dapat pengampunan dosa padahal dia selalu melakukan perbuatan Himsa Karma semasih hidupnya di dunia.

 

Sesudah Sang Hyang Yama memohon penjelasan tentang peleburan dosanya Si Lubdhaka maka, kembalilah Sang Hyang Yama ke Yama Loka dengan tangan kosong.

 

Bapak-Ibu Umat Sedharma yang berbahagia;

 

Demikianlah Cerita Lubdaka yang dapat kami sampaikan.

 

Harapan saya dari apa yang telah  saya sampaikan dapat bermanfaat bagi kita semua, Jika ada kekurangan dalam penyampaian dharma wacana ini saya mohon maaf. Karena tidak ada manusia yang sempurna, tiada gading yang tak retak. Akhir kata saya tutup dengan paramasantih.

Om Santih, Santih, Santih Om...

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Buku Tamu

Cari Blog Ini

Pengikut

Blog Archive