Jumat, 31 Mei 2013

Gita, Kidung, Bhajan atau Kirtan

Genta Puja Mantra
Genta Pandita
  Gita, Kidung, Bhajan, Kirtan. Setiap Upacara Yajna yang tergolong Sattvika Yajna menurut ketentuan kitab Bhagawad Gita harus ada Gita atau Bahajn atau Kirtan sebagai nyanyian suci dari umat untuk memberikan nuansa rohani kepada penyelenggaraan Upacara Yajna tersebut.


Di dalam tradisi Hindu di Bali nyanyian suci umat untuk mengikuti Upacara Yajna disebut Kidung. Dalam tradisi budaya Hindu di Bali ada lima suara yang bertujuan untuk menyucikan jalannya suatu Upacara Yajna. Lima suara suci itu adalah suara kulkul atau kentongan Pura, Gamelan, Kidung dari umat yang mengikuti Upacara Yajna. Suara terpenting adalah suara Puja Mantra dan suara Genta Pandita yang memimpin Upacara.

Mengapa suara Puja Mantra dan suara Genta Pandita itu yang paling utama. Karena hal itulah yang menentukan selesai dan tidaknya Upacara. Sedangkan suara suci yang lainnya sangat tergantung pada besar kecilnya Upacara dan keberadaan Sang Yajamana atau umat yang menyelenggarakan Upacara Yajna tersebut.

Umat Hindu seperti umumnya umat Hindu di luar Bali, melantunkan Kidung itu tidak menggunakan Sekeha Kidung.

Umumnya semua diajak melantunkan Kidung secara bersama-sama. Saat sembahyang dijejeran terdepan umumnya ada dua orang yang menuntun pelantunan Kidung itu. Dua orang penuntun Kidung itu adalah seorang laki dan seorang perempuan yang dianggap sudah cukup menguasai Kidung yang akan dilantunkan. Dengan sistem itu akan mendorong setiap umat bisa menguasai Kidung dengan baik.

Dalam buku Itihasa dan Purana banyak sekali ilustrasi ceritra yang menyatakan bahwa Kidung itu dapat memeberikan vibrasi kesucian pada umat yang melangsungkan Upacara Yajna. Dalam kita Bhagawad Gita nyanyian suci untuk memuja Tuhan disebut Bhajan yang artinya sama dengan Kidung yaitu memuja dengan nyanyian suci. Dalam Bhagawata Purana dan sumber-sumber Sastra Hindu lainnya disebut Kirtan atau Kirtanam. Semuanya itu sesungguhnya hanya beda bahasa dan bersinonim saja.

Asrsta Annam

Upacara Yajna yang tergolong Sattvika Yajna itu hendaknya disertai adanya jamuan makan bagi umat penyelenggara Yajna dan juga dilingkungan Upacara Yajna yang sedang dilangsungkan.
Dalam tradisi Hindu di India disebutkan Anna Seva artinya adanya sumbangan makanan dalam rangga pelaksanaan Upacara Yajna. Kitab Manawa Dharmasastra menyatakan bahwa apabila dalam suatu Upacara Yajna ada orang kelaparan di lingkungan Upacara Yajna tersebut dilakukan, maka Upacara yajna itu tidak akan bertuah apa-apa. Pemberian jamuan makanan itu dilangsungkan sebagai penghormatan kepada para Atithi Yajna atau tamunya Upacara Yajna.


Hal ini dikalangan umat Hindu di Bali sudah berjalan cukup baik, ada istilah Ngujung atau Ngejot, Megibung, itu semuanya istilah lokal sebagai media untuk menjamu masyarakat sebagai Atithi Yajna. 

Dalam Agastya Parwa ada dinyatakan : "Maweh apangan ring kraman ". Artinya memberi makan kepada masyarakat sekitar. Hal itu digolongkan Manusa Yajna. Demikian juga dalam Manawa Dharmasastra ada dinyatakan bahwa menjamu tamu upcara dengan penuh hormat termasuk juga menghidangkan makanan kehormatan termasuk Manusa Yajna. Nampaknya hal ini mengandung maksud bahwa Upacara Yajna itu bertujuan untuk mengajarkan kepada umat agar mewujudkan kesejahteraan ekonomi pada lingkungan. Hal itu juga sebagai wujud dari pengamalan Agama yang baik. Jadinya dengan mengupayakan lapangan kerja bagi masyarakat lingkungan itu sesungguhnya tergolong yajna yang utama. Mendanai umat yang kurang mampu menyekolahkan anaknya termasuk Yajna.

Sumber bacaan buku " Mengapa Bali Disebut Bali ? " Oleh Drs. I ketut Wiana, Penerbit Paramita Surabaya, ditulis dalam blog rare-angon.blogspot.com oleh Rare Angon Nak Bali Belog.
Insert Picture by Pecalang Bali Photo

Selasa, 21 Mei 2013

Filsafat Upanisad : Bangun dan Bermimpi

Gerbang Mimpi Kebahagiaan
Gerbang Mimpi
Yajnavalkya bicara :
Ia adalah kesadaran dari hidup. Ia adalah cahaya dari hati. Selamanya selalu sama, Jiwa manusia mengembara dalam dunia hidup terjaga (bangun) dan juga dalam dunia mimpi-mimpi. Dia tampak mengembara dalam pikiran. Dia tampak mengembara dalam bahagia.

Tetapi dalam istirahat tidur yang dalam dia pergi ke luar dunia ini dan di luar bentuk-bentuk yang cepat berlalu. Simak Kematian dan Tidur klik disini

Sebab sesungguhnya ketika Jiwa manusia datang kepada hidup dan mengambil satu badan, maka ia menyertai mahluk-mahluk menderita; tetapi ketika pada waktu kematian dia pergi ke balik itu, maka ia meninggalkan penderitaan di belakanganya.

Jiwa manusia memiliki dua tempat tinggal; dunia ini dan dunia diluarnya. Ada juga tempat tinggal ketiga; negeri tidur dan mimpi. Beristirahat di negeri perbatasan ini Jiwa manusia dapat memandang tempat tinggalnya di dunia ini dan di dunia lain yang jauh, dan mengembara di negeri perbatasn ini dia memandang di belakangnya kesedihan dari dunia ini dan di depannya dia melihat kebahagiaan dari yang di luar.



Mimpi-Mimpi
Ketika Jiwa manusia pergi tidur untuk istirahat, dia membawa bersamanya materi-materi dari dunia yang mengandung semuanya, dan dia menciptakan dan menghancurkan kereta-keretanya sendiri dalam kemuliaannya dan cahayanya sendiri. Lalu Jiwa manusia bersinar dalam cahayanya sendiri.

Di negeri itu tidak ada kereta, tidak ada regu kuda, tidak ada jalan, tetapi dia menciptakan kereta-keretanya sendiri, regu kudanya dan jalan-jalan. Tidak ada kebahagiaan di wilayah itu, dan tidak ada kesenangan, tidak kegembiraan; tapi dia menciptakan kebahagiaannya sendiri, kesenangan-kesenangan sendiri, kegembiraannya sendiri. Di negeri itu tidak ada danau-danau, tidak ada kolam padma, tidak ada aliran air, tapi dia menciptakan danau-danaunya sendiri, kolam padmanya, dan aliran air. Karena Jiwa manusia adalah Sang Pencipta.

Telah dikatakan dalam sloka ini :

Meninggalkan badannya di gerbang mimpi-mimpi, Jiwa memandang dalam keadaan bangun indria-indrianya yang sedang tidur. Lalu ia mengambil cahayanya sendiri dan kembali kerumahnya, Jiwa dari sinar keemasan ini, angsa pengembara sejati.

Meninggalkan sarangnya di bawah yang bertugas atas nafas kehidupan, Jiwa abadi terbang tinggi dari sarangnya. Dia bergerak ke semua wilayah kemanapun dia suka, Jiwa dengan cahaya keemasan ini, angsa pengembara secara abadi.

Di wilayah mimpi-mimpi, mengembara di atas dan dibawah, sang Jiwa membuat bagi dirinya tak terhitung ciptaan-ciptaan halus. Kadang-kadang dia tampak bergembira dalam cinta tentang dongeng keindahan, kadang-kadang dia tertawa atau memandang visi mengerikan yang menginspirasi kekaguman.
Orang-orang melihat lapangan kesenangan-kesenangannya; tetapi dia tidak dapat melihat.

Demikian mereka katakan bahwa seseorang tidak membangunkan seseorang secara tiba-tiba, karena akan sulit disembuhkan bila Jiwa tidak kembali. Mereka juga mengatakan bahwa mimpi-mimpi seperti keadaan bangun, karena apa yang dilihat dalam keadaan bangun terlihat lagi dalam satu mimpi. Apa yang  benar adalah bahwa Jiwa bersinar dalam cahayanya sendiri.

"Saya beri anda seribu hadiah," Kata raja Videha, "tetapi beritahu saya tentang kebijaksanaan yang lebih tinggi yang membimbing kepada kebebasan."

Ketika Jiwa manusia telah memiliki kebahagiaannya di negeri mimpi-mimpi, dan dalam pengembaraannya di sana telah melihat baik dan jahat, lalu dia kembali ke dunia jaga ini. Tetapi apapun yang telah dia lihat tidak kembali kepadanya, karena Jiwa manusia adalah bebas.

Dan dia telah memiliki kebahagiaannya di dunia jaga dan dalam pengembaraannya di sini telah melihat baik dan jahat, dia kembali lagi melalui jalan yang dama ke dunia mimpi-mimpi.

Seperti seekor ikan besar berenang sepanjang dua tepi dari sebuah sungai, pertama sepanjang tepi timur dan kemudian tepi barat, dalam cara yang sama Jiwa menusia bergerak sepanjang sisi kedua tempat tinggalnya; dunia jaga ini dan negeri tidur dan mimpi-mimpi.

Sumber bacaan " Upanisad Himalaya Jiwa " Intisari Upanisad oleh Juan Mascaro & Swami Harshananda, editor Ngakan Putu Putra, Penerbit Media Hindu.

Jumat, 17 Mei 2013

Tirta, Bija dan Dharmawacana

Sloka Kitab Suci Weda
"Di antara semua mahluk hidup, hanya yang dilahirkan menjadi manusia yang dapat melaksanakan perbuatan baik dan buruk, leburlah segala perbuatan buruk menjadi perbuatan baik; demikianlah gunanya menjadi manusia. " (Sarasamuccaya 2)

Manusia dan Binatang
 
Dari kelengkapan fisik manusia dan binatang hampir sama. Bahkan ada binatang yang bangun tubuh dan bentuk wajahnya sangat mirip manusia. Seperti manusia, binatang memiliki tubuh, lengkap dengan hati dan otak. Bedanya, dalam otak manusia ada akal, kemampuan berpikir , yang berfungsi untuk menuntun hidup manusia.
Dengan akal itu manusia menciptakan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mempermudah hidupnya. Lihat Ilmu Pengetahuan Teknologi Hindu klik disini



Dengan akal juga manusia mempertanyakan hal-hal paling mendasar dari hidupnya, misalnya siapa sesungguhnya aku ini? Dari mana kita berasal? Apa tujuan kita hidup didunia ini ? Kemana kita pergi dari dunia ini ?
Dalam hati manusia terdapat rasa, gairah atau semangat yang berfungsi sebagai pendorong hidup. Kedua hal itu tidak ada dalam otak dan hati binatang.

Antaryamin : Kaca Yang Bersih
Dan menurut keyakinan Hindu dalam hati manusia terdapat gua rahasia di mana atman kita bersemayam. Ia menjadi saksi atas semua perbuatan, perkataan bahkan pikiran kita. Ia disebut 'Antaryamin'. Dari gua rahasia itu, dengan suaranya yang halus dan lembut, Ia sering mengingatkan kita mengenai apa yang boleh dan tidak boleh, apa yang patut dan tidak patut, yang benar dan salah.


Suara yang halus dan lembut itu juga disebut 'kata hati' 'suara hati' atau hati nurani. Ada pula yang menyebutnya sebagai kaca yang memantulkan cahaya kebenaran Tuhan. Mahatma Gandhi mengatakan bila akalnya sudah buntu, ia sering mengikuti suara halus dan lembut yang datang dari gua rahasia dalam hatinya. Suara hati itu tidak pernah menipu manusia. Lihat Ajaran Demokrasi Mahatma Gandhi Klik disini

Tapi suara yang halus hanya bisa kita dengar bila hati kita bersih. Bila hati kita kotor, suara lembut itu tidak bisa kita dengar. Seperti radio yang ditimbuni lumpur, suaranya tidak akan kedengaran. Bahkan tidak ada suaranya karena tidak mampu menangkap gelombang yang dipancarkan oleh stasiun pemancar. Cermin yang ditutup debut tidak akan mampu memantulkan cahaya.
Dalam Mundaka Upanisad dikatakan bahwa:
 "Jiwa yang ada dalam badan, murni dan bercahaya, itu diperoleh dengan memelihara kebenaran, hidup sederhana dan bersih, dan pengetahuan yang benar" (3.1.5). dan bahwa "seluruh pikiran manusia diliputi oleh indriya. Ketika pikiran dibersihkan, jiwa akan bercahaya " (3.1.9).


Naluri, Nalar dan Nurani
Kemampuan-kemampuan yang ada dalam hati dan otak manusia tidak dimiliki oleh binatang. Binatang hanya diberikan naluri, yang berkaitan dengan rasa lapar dan keinginan pada lawan jenis untuk meneruskan keturunan. Manusia diberikan naluri, nurani dan nalar. Karena manusia diberikan kemampuan lebih, manusia juga dibebani dengan kewajiban dan tanggung jawab yang lebih besar.

Binatang hanya tunduk kepada hukum alam (Rta). Manusia tunduk pada hukum alam dan hukum karma. Tindakan kita menjadi obyek penelitian etika dan moral. Burung bisa terbang karena hukum alam. Manusia bisa 'terbang' karena usahanya yang keras untuk menciptakan alat yang mampu menerbangkannya.

Perbuatan binatang tidak bisa dinilai baik atau buruk, benar atau salah. Karena binatang tidak mempunyai akal dan nurani untuk mempertimbangkan perbuatannya. Sedangkan otak manusia bisa memikirkan hal-hal yang baik, bisa juga memikirkan hal-hal buruk. Hati manusia bisa menimbulkan rasa welas asih dan cinta. Tetapi bisa juga menimbulkan kebencian, kemarahan, keserakahan dan kecemburuan.

Dalam diri manusia ada dua kecendrungan atau sifat, yaitu kecendrungan kedewataan (Daiwi sampad) dan kecendrungan keraksasaan (Asuri sampad). Dengan kata lain perbuatan kita bisa mengangkat kita kepada kemuliaan. Bisa juga menjatuhkan kita ke dalam kehinaan dan penderitaan. Tergantung kecendrungan atau sifat mana yang lebih kuat menguasai kita.
Lalu apa yang harus dilakukan supaya kita tetap pada sifat-sifat kedewataan, supaya tindakan kita mengangkat kita kepada kebaikan atau kemuliaan?.

Tiga Cara Pembersihan
Dalam agama kita Hindu ada tiga jalan yang disediakan untuk membersihkan pikiran, hati dan tindakan kita. Cara untuk membersihkan pikiran adalah dengan mendengarkan orang membaca kitab suci, kemudian mempelajari kitab suci (sravana), perenungan, refleksi (manana) dan meditasi berkesinambungan (dhyana). Cara ini disebut Jnana Yoga atau jalan pengetahuan.

Cara untuk membersihkan hati, adalah dengan mendengarkan atau menyanyikan kidung-kidung keagamaan, mengucapkan nama-nama Tuhan secara berulang-ulang (japa). Lihat 108 Nama-nama Ciwa klik disini.
Cara ini disebut Bhakti Yoga atau jalan cinta kasih. Puncak dari bhakti adalah prapati atau penyerahan total kepada Tuhan. Kata 'mebakti' yang kita gunakan untuk sembahyang, yang di india disebut 'puja' tampaknya berasal dari kata 'bhakti' dalam tahap prapati, yaitu penyerahan total kepada Ida Sang Hyang Widhi.

Cara untuk memurnikan tindakan disebut Karma Yoga. Kerja membuat badan kita sehat, hidup kita sejahtera. Dengan kerja kita menghidupi diri kita, keluarga kita dan masyarakat kita. Kerja yang utama disebut niskama karma, kerja yang tidak mementingkan diri sendiri, yang memberi kebaikan bagi sebanyak-banyaknya orang.

Dengan mempraktekan ketiga yoga itu maka naluri kita akan dibimbing oleh suara hati yang jernih dan pikiran yang bijaksana. Dan pada gilirannya, keduanya membimbing kepada tindakan yang benar. Semua itu akan mengantar kita kepada kesejahteraan dan kemuliaan di dunia ini. Dan kebahagiaan abadi di dunia setelah kematian, moksha, bersatunya jiwa kita dengan Tuhan.

Nilai Praktis Yoga
Nilai praktis dari yoga juga mudah dilihat dalam kehidupan sehari-hari. Bila kita mengetahui apa yang kita kerjakan, cara dan tujuannya, maka kita akan dapat menyelesaikan pekerjaan itu lebih cepat. Bila kita mencintai pekerjaan itu, maka proses kerja itu sendiri akan memberikan kebahagiaan kepada kita. Dan pekerjaan yang dilakukan dalam kebahagiaan akan memberi hasil yang maksimal.

"Taruhlah hati, pikiran, intelek dan jiwa anda pada setiap pekerjaan bahkan pada perbuatan yang paling kecil sekalipun. Itulah rahasia sukses " 

(Put your heart, mind, intellect and soul even to your smallest acts. This is the secret of success) . Demikian dikatakan oleh Swami Sivananda.
Lihat Tanya Jawab bersama Swami Muktananda klik disini
 
Dalam setiap persembahyangan kita mengharapkan untuk mendapatkan tiga hal, yaitu tirta, bija dan dharmawacana. Tirta untuk membersihkan dan mendamaikan hati kita. Bija untuk mensejahterakan phisik kita. Kenapa memakai Bija di Kening simak disini.
Dan dharmawacana untuk menerangi pikiran, memperluas wawasan kita. Dengan itu kita menjadi manusia yang damai dan sejahtera, yang membawa kedamaian dan kesejahteraan kepada lingkungannya.

Itulah gunanya menjadi manusia. Itulah keutamaan manusia Hindu.

Sumber bacaan " Hindu Akan Ada Selamanya " Ngakan Made Madrasuta, ditulis dalam blog oleh rare angon nak bali belog

Senin, 13 Mei 2013

Panca Dalam Agama Hindu

Panca Sembah
Panca Dalam Agama Hindu

Panca Aksara; Lima huruf lambang Dewa-Dewa, yaitu Na Ma Ci Wa Ya .
  1. NA : Dewa Maheswara
  2. MA : Dewa Rudra
  3. CI : Dewa Sangkara
  4. WA : Dewa Sambhu
  5. YA : Dewa Ciwa

Panca Sembah ; Lima urutan sembah dalam sembahyang agama Hindu.
  1. Sembah Puyung ; Tanpa sarana (tangan kosong) untuk menenangkan pikiran
  2. Sembah dengan memakai bunga merah ditujukan kepada Sang Hyang Surya Radhitya sebagai saksi dalam persembahyangan
  3. Sembah dengan memakai bunga / kewangen ditujukan kepada Sang Hyang Widhi Wasa memuja keagungan-Nya , memohon waranugraha
  4. Sembah dengan bunga atau kewangen ditujukan kepada para Dewata atau Dewa Samudaya, yaitu para Dewata dan Bhatara - Bhatari leluhur untuk memohon tuntunan-Nya
  5. Sembah Puyung ; Tanpa sarana dengan maksud menerima limpahan anugrah Sang Hyang Widhi.
Panca Atma; Lima jiwa / pikiran, antara lain :
  1. Paratma : Berada di mata pekerjaannnya untuk melihat
  2. Antaratma : Berada di kulit pekerjaannya untuk merasakan
  3. Sukmatma : Berada di telinga pekerjaannya untuk mendengar
  4. Niratma : Berada di mulut pekerjaannya untuk bicara
  5. Atma : Berada di hati pekerjaannya untuk berpikir

Panca Bhudindriya; Lima indriya penyebab yang menyebabkan orang dapat mengetahui dan merasakan sesuatu, yaitu :

  1. Cakswindriya , ialah indriya yang menyebabkan orang dapat melihat terdapat di mata.
  2. Srotendriya , Indriya pada telinga
  3. Ghranendriya, Indriya pada hidung
  4. Jihwendriya , Indriya pada lidah
  5. Twakindriya, Indria pada kulit

Panca Brahma; Lima huruf lambang Dewa-Dewa, yaitu; Sa Ba Ta A  I.
  1. SA : Sadyojata ; Dewa Iswara
  2. BA : Bamadewa ; Dewa Brahma
  3. TA : Tatpurusa ; Dewa Mahedewa
  4. A : Aghora ; Dewa Wisnu
  5. I : Icana ; Dewa Ciwa

Panca Bahya Tusti; Lima macam kesenangan yang kurang baik , yaitu :
  1. Aryana : Senang mengumpulkan harta benda dengan jalan apa saja tanpa peduli dosanya
  2. Raksasa : Melindungi harta bendanya dengan segala macam upaya
  3. Ksaya : Takut berkurang harta bendanya, lalu timbul sifat kikir
  4. Sangga : Doyan mencari kekasih dan melakukan hubungan seks
  5. Himsa : Doyan membunuh dan menyakiti hati mahluk lain

Panca Bangsa ; Lima jenis kealpaan yang tak dapat dibenarkan oleh para penegak hukum, yaitu;
  1. Anyawadi : Berlawanan pengakuannya sekarang dari pada pengakuan yang terdahulu
  2. Akrya desi : Berlawanan pengakuannya dengan saksinya
  3. Dapatayi : Mempergunakan orang tanpa imbalan jasa
  4. Niruktirah : Tidak dapat menjawab lawan bicara, hanya mengeluarkan pendapat sendiri
  5. Prapaya yi : Pergi tanpa permisi

Panca Bhaya ; Lima jenis bahaya, seperti:
  1. Agni Bhaya : Bahaya akibat api
  2. Toya Bhaya : Bahaya akibat air
  3. Ripu Bhaya : Bahaya akibat musuh
  4. Cora Bhaya : Bahaya akibat orang jahat
  5. Jiwa Bhaya : Bahaya yang mengancam jiwa

Panca Bhuta; Lima macam mahluk halus ciptaan Ida Sang Hyang Widhi yang bisa mengganggu ketentraman hidup manusia, tetapi jika mereka diberi korban, mereka akan membantu serta melindungi kita. Kelima Bhuta itu ialah :
  1. Sang Kursika berwarna putih, kemudian menjadi Bhuta dengan berwujud Yaksa bertempat di timur.
  2. Sang Garga berwarna merah, kemudian menjadi Bhuta Abang berwujud Mong, bertempat di selatan.
  3. Sang Metri berwarna kuning, menjadi Bhuta berwujud ular, bertempat di Barat.
  4. Sang Kursya berwarna hitam, menjadi Bhuta Hireng, berwujud Buaya bertempat di utara
  5. Sang Pretanjala berwarna brumbun (Wiswa warna) berwujud Bhuta disebut Durga Dewi bertempat di tengah bersama Betara Uma

Panca Cradha; Lima kepercayaan, yaitu :
  1. Brahman : Percaya dengan adanya Tuhan / Ida Sang Hyang Widhi.
  2. Atman : Percaya dengan adanya Atman atau roh.
  3. Karman : Percaya dengan adanya Hukum Karma Phala.
  4. Samsara : Percara bahwa manusia lahir berulang-ulang.
  5. Moksha : Percaya dengan adanya kebebasan abadi.

Panca Datu; Lima jenis logam yang bisa dipergunakan sebagai dasar bangunan, seperti;
  1. Emas
  2. Perak
  3. Besi
  4. Perunggu
  5. Timah

Panca Durga; Lima macam kesulitan untuk dilalui. Yang dimaksudkan ialah lima jenis benteng pertahanan bentuk alam, yaitu;
  1. Dhawadurga : Benteng pertahanan berupa gurun pasir.
  2. Abdhidurga : Benteng pertahanan berupa air (Laut, danau, sungai, rawa-rawa)
  3. Mahidurga : Benteng pertahanan berupa batu, batu cadas yang tinggi terjal jurang yang dalam.
  4. Nrdurga : Angkatan bersenjata.
  5. Giridurga : Benteng pertahanan berupa gunung.

Panca Dharma ; Lima kewjiban. Umumnya apabila menjelang Ngembak Nyepi, umat Hindu melaksanakan Panca Dharma, yaitu :
  1. Dharma Santi : Temu wirasa, maaf memaafkan.
  2. Dharma Tula : Berdiskusi tentang arti / makna merayakan hari Penyepian.
  3. Dharma Sedana : Bersedekah kepada fakir miskin atau yang patut diberi sedekah.
  4. Dharma Gita : Membaca dan menyanyikan lagu -lagu suci.
  5. Dharma Yatra : Mengunjungi tempat-tempat suci.

Panca Dewa; Lima Dewa, yaitu kelima Bhuta (dalam Panca Bhuta) tersebut diatas bila sudah mendapat pensucian, beliau berubah menjadi Dewa, yaitu :
  1. Sang Kursika menjadi Dewa Iswara
  2. Sang Garga menjadi Dewa Brahma
  3. Sang Metri menjadi Dewa Mahadewa
  4. Sang Kurusya menjadi Dewa Wisnu
  5. Sang Pretanjala menjadi Dewi Uma dan Dewa Ciwa

Panca Durgha; Lima keangkeran. Merupakan benteng terletak di lima penjuru.
  1. Sri Durgha ; Terletak ditimur
  2. Raji Durgha ; Terletak di Barat
  3. Suksmi Durgha ; Terletak di Utara
  4. Dhari Durgha ; Terletak di Selatan
  5. Dewi Durgha ; Terletak di Tengah-Tengah

Panca Dewata; Lima Dewa, merupakan manifestasi Ida Sang Hyang Widhi dalam rangka menyangga Bumi / menjaga ke empat penjuru alam di tengah-tengah, yaitu :
  1. Dewa Brahma ; bertempat di Selatan
  2. Dewa Wisnu ; bertempat di Utara
  3. Dewa Ciwa ; bertempat di Tengah-Tengah
  4. Dewa Icwara ; bertempat di Timur
  5. Dewa Madedewa ; bertempat di Barat

Panca Huta ; Lima macam korban atau upacara ritual yang menggunakan api sebagai upasaksi, yaitu :
  1. Ahuta ; Upacara ritual yang dilakukan tanpa menggunakan api.
  2. Huta ; Upacara ritual yang menggunakan api sebagai unsur penting.
  3. Prahuta ; Jenis upacara ritual yang dilakukan dengan cara menyebarkan benda-benda upacara di tanah
  4. Brahmahuta ; Upacara ritual yang ditujukan kepada para Brahmana yang sengaja diundang untuk kemudian diberikan berupa apa saja.
  5. Prasitahuta ; Upacara ritual yang diselenggarakan dengan cara peyuguhan jenis-jenis makanan, buah-buahan, kapur sirih dan lain-lain terutama ditujukan kepada yang meninggal.

Panca 'H" ; Lima huruf "H" yang menjadi huruf awal dari 5 istilah yang artinya mengandung pedoman dasar bagi setiap orang, terlebih-lebih pemimpin agar tak terjerumus karena kurang waspada.
  1. Heneng ; Tenang menghadapi segala masalah sehingga dapat memecahkan secara objektif.
  2. Hening ; Jernih dengan ketenangan bathin dan kejernihan pikiran segagal sesuatu dapat diselesaikan dengan mudah.
  3. Henung ; Tembus / tumus. Dengan ketenangan dan kesucian bathin, ibarat kaca rata yang bersih, sehingga kita dapat melihat dengan jelas apa-apa yang ada dibalik kaca itu karenanya mudah menarik kesimpulan
  4. Heling ; Ingat. Dengan memiliki daya tembus / betel tinggal kita bisa mengatakan itu salah atau benar, dapat diikuti atau dihindari. Dan inilah perlu selalu diingat.
  5. Hawas ; Waspada. Walaupun segala sesuatunya sudah diperhitungkan sesuai 'H" 1 sampai 4, kalau kurang waspada tentunya seperti seorang pelari jauh jatuh tersungkur dekat garis finis yang akibatnya adalah kegagalan.

Panca Karmendriya ; Lima alat penggerak / pekerja yaitu;
  1. Panindriya ; Indriya pekerja dengan tangan
  2. Padendriya ; Indriya pekerja dengan kaki
  3. Wakindriya ; Indriya bicara / perkataan / mulut
  4. Payunindriya ; Indriya buang kotoran / anus / dubur
  5. Pasteindriya ; Indriya seksual pada lelaki. Indriya seksual pada wanita Bhagendriya.

Panca Karya ; Lima macam pekerjaan, yaitu
  1. Gajah ; Mencari binatang untuk dipelihara
  2. Watu ; Memulai membuat dasar gudung atau perumahan atau tembok
  3. Bhuta ; Melakukan upacara korban untuk mahluk yang jahat dan kepada makhluk lainnya.
  4. Suku ; Mengejar binatang yang berkaki empat
  5. Wong ; Membuat tembok halaman rumah.

Panca Karma Yadnya; Lima korban suci yang patut dilaksanakan, seperti;
  1. Brahma Yadnya ; Berbakti kepada Ida Sang Hyang Widhi
  2. Dewa Yadnya ; Berbakti kepada para Dewata yang mengatur fungsi kosmos
  3. Pitra Yadnya ; Berbakti kepada para leluhur dan orang tua
  4. Nri Yadnya ; Memberi sedekah kepada orang miskin dan sengsara
  5. Bhiuta Yadnya ; Memberi makanan kepada binatang piaraan.

Panca Kelud ; Salah satu jenis Caru yang mempergunakan lima ekor ayam ditambah dengan seekor itik bulusikep dan seekor Asu bangbungkem. Caru ini dipergunakan sebagai dasar dalam upacara-upacara Mepedanan, ngenteg linggih dan lain sebagainya.

Panca Korsika ; Lima manifestasi Tuhan, yaitu;
  1. Korsika ; di timur
  2. Garga ; di Selatan
  3. Maitri ; di Barat
  4. Kursya ; di utara
  5. Pratanjala ; di Tengah

Panca Kerta ; Lima tata tertib. demi terwujudnya ketertiban dan keharmonisan baik dalam rumah tangga, masyarakat dan bangsa, pertama-tama harus ;
  1. Kerta Jnana ; tertib pikiran. Maksudnya berpikir yang wajar dan tidak menyimpang dari Dharma.
  2. Kerta Sarira ; tertib diri pribadi. Baik dalam berpakaian, penampilan disesuaikan dengan tri pramana, desa kala dan patra.
  3. Kerta Keluarga ; tertib dalam rumah tangga, ini bisa terwujud apabila masing-masing anggota keluarga tahu hak dan kewajibannya.
  4. Kerta Masyarakat ; Sebagai anggota masyarakat, kita harus menjungjung tinggi peraturan / adat yang berlaku di masyarakat tersebut.
  5. Kerta Buana ; agar tercapainya "Atera ' yaitu aman, terteb dan sejahtera, setiap warga negara/ buana harus mengetahui hak dan kewajibannya serta melaksanakan Catur Paramita.

Panca Maya Kosa ; Lima lapis badan jasmani kita terdiri dari ;
  1. Annamaya kosa ; badan dari sari makanan
  2. Pranamaya kosa ; badan dari sari nafas
  3. Manomaya kosa ; badan dari sari pikiran
  4. Wijnanamaya kosa ; badan dari sari pengetahuan
  5. Anandamaya kosa ; badan dari sari kebahagiaan

Panca Kumara ; Lima bocah. Lima orang putra Pandawa yang masih kecil dibunuh oleh Asswathama pada malam hari; yaitu :
  1. Pratiwindya ; putra Yudistira
  2. Srutasoma ; putra Bima
  3. Srutakirtti ; putra Arjuna
  4. Santika ; putra Nakula
  5. Srutakarma ; putra Sahadewa

Panca Klesa ; Lima rintangan, dalam mencapai tujuan hidup yaitu kelanggengan abadi ada lima rintangan yang bersumber pada diri sendiri, yakni :
  1. Awidya ; Kegelapan atau ketidaktahuan / kebodohan
  2. Asmita ; Kesombongan atau keangkuhan
  3. Raga ; Keterikatan dan kesukaan
  4. Abhiniwesa ; Ketakutan yang berlebihan terhadap kematian
  5. Dwesa ; Rasa benci / dendam

Panca Maha Rsi ; Lima macam orang suci ditinjau dari segi fungsi / profesinya, yaitu ;
  1. Brahma Rsi ; Rsi yang mengajarkan Weda atau dapat pula disebut Pendeta.
  2. Satya Rsi ; Rsi yang mempunyai asal-usul dari Yang Maha Esa, yang menciptakan dunia ini dan sering disebut Bhatara, misalnya Bhatara Manu.
  3. Dewa Rsi ; Rsi dikenal juga sebagai Prajapati, diantaranya disebut Marici, Bhrugu dan lain sebagai dikaitkan dengan mantra-mantra
  4. Sruta Rsi ; Rsi ini kemungkinan yang menerima wahyu dari Tuhan / Ida Sang Hyang Widhi yang kemudian disarikan menjadi Weda
  5. Raja Rsi ; Rsi yang memiliki keahlian untuk memerintah dan bersifat Ksatriya guna membela negara dan rakyat

Panca Mohi ; Ada lima waktu, dimana orang tak boleh memutuskan pembicaraan, yaitu :
  1. Semeng Pisan ; Pada waktu pagi-pagi sekali.
  2. Sandi Kala ; Pada saat matahari menjelang terbenam
  3. Tangi Tepet ; Waktu matahai tepat di atas kepala.
  4. Wengi ; Pad waktu malam hari
  5. Tan Masaning Masa ; Tidak pada saat yang tepat

Panca Maha Bhuta ; Lima jenis unsur  yang terdapat di alam raya ini, yakni ;
  1. Akasa ; Ether
  2. Bayu ; Gas
  3. Teja ; Sinar / Cahaya
  4. Apah ; Zat Cair
  5. Pertiwi ; Zat Padat

Panca Maha Yadnya ; Lima macam korban suci ditinjau dari segi sarana yang dipergunakan, yaitu;
  1. Drewiya Yadnya ; Korban suci yang dilakukan dengan menggunakan banten sajen, harta benda dan material lainnya.
  2. Tapa Yadnya ; Korban suci dengan jalan tapa, yaitu dengan jalan tahan menderita, meneguhkan iman, menghadapi segala godaan hidup.
  3. Swadyaya Yadnya ; Korban suci dan kebajikan yang diamalkan dengan menggunakan diri pribadi sebagai alat atau dana pengorbanan.
  4. Yoga Yadnya; Korban suci melalui pemujaan kepada Ida Hyang Widhi dengan jalan Yoga, yaitu menyatukan pikiran guna dapat menunggal Atman dengan Paramatman.
  5. Jnana Yadnya ; Korban suci berupa persembahan dan pemujaan untuk Hyang Widhi dengan mengamalkan Ilmu Pengetahuan Suci (Jnana)

Panca Mabhaya ; Nama salah satu jenis caru yang memakai dasar Caru Panca Sata ditambah seekor itik belangkalung.

Panca Nyama Brata ; Lima macam pengendalian diri dalam tingkatan mental, yaitu :
  1. Sauca ; Suci lahir bathin
  2. Santosa ; Ketentraman hati
  3. Tapa ; Tahan uji
  4. Swadaya ; Belajar sendiri tentang ilmu kesucian
  5. Iswara Pranidana ; Sembahyang dan mencamkan puja mantra ditujukan kepada Tuhan

Panca Nrta ; Ada lima macam kebohongan yang tidak merupakan dosa, yaitu :
  1. Berbohong kepada anak-anak
  2. Berbohong dalam dunia perdagangan
  3. Berbohong kepada musuh
  4. Berbohong kepada pacar
  5. Berbohong kepada orang sakit

Panca Pada ; Lima tingkat alam perasaan, yaitu :
  1. Jagra Pada ; baru bangun  dari tidur alam perasaan kita masih sepi.
  2. Swapna Pada ; Seperti bayangan dalam air yang tenang dan bersih. Bila air berombak bayangan hilang.
  3. Surupta Pada ; Pada waktu tidur lelap semua daya ingatan hilang.
  4. Turya Pada ; Bagi orang yang telah lewat dari tiga aspek posisi yoganya.
  5. Turnyanta Pada ; Bagi orang yang telah lewat dari tiga aspek posisi yoganya.

Panca Pandita ; Lima orang Pamdita bersaudara sering juga disebut "Panca Tirtha" . Kelima Pandita itu adalah :
  1. Mpu Semeru, datang di Besakih tahun caka 921
  2. Mpu Ghana datang tahun caka 922 berparhyangan di Gelgel.
  3. Mpu Kuturan datang tahun caka 923 berparhyangan di Cilayukti.
  4. Mpu Gnijaya datang tahun caka 928 berparhyangan di Lempuyang.
  5. Mpu Bharadah masih tetap tinggal di Jawa berparhyangan di Lemah Tulis Pejarakan.

Panca Pandawa ; Pandawa Lima; yaitu Ksatriya Negeri Hastina masing-masing namanya :
  1. Dharmawangsa / Yudistira
  2. Bima / Wrekodara
  3. Arjuna / Dananjaya
  4. Nakula
  5. Sahadewa

Panca Prana ; Lima jenis pernafasan, terdiri dari :
  1. Prana ; Nafas kehidupan yang menggiatkan mata, telinga, mulut dan hidung
  2. Apana ; Nafas keluar yang menggiatkan alat-alat pembuangan dan penyambung jenis
  3. Samana ; Nafas pengimbang menggiatkan komplek pembagian makanan
  4. Wyana ; Nafas tersebar menggiatkan segenap sistem urat saraf dengan bertolak dari dan kembali ke jantung.
  5. Udana ; Nafas ke atas berfungsi pada kematian dan mengantar jiwa ke kehidupan berikutnya.

Panca Sata ; Lima ekor ayam dalam Caru , yaitu :
  1. Ayam bulu putih ; untuk ulam Caru di Timur
  2. Ayam bulu merah ;  untuk ulam Caru di Selatan
  3. Ayam bulu kuning ; untuk ulam Caru di Barat
  4. Ayam bulu hitam ; untuk ulam Caru di Utara
  5. Ayam bulu lima macam / brumbun ; untuk ulam Caru di Tengah-Tengah

Panca Satya ; Lima kejujuran / Kesetiaan, seperti :
  1. Satya Hredaya ; Jujur lahir bathin
  2. Satya Semaya ; Tepat dengan janji
  3. Satya Wecana ; Konsekwen kepada kata-kata
  4. Satya Laksana ; Jujur dalam perbuatan
  5. Satya Mitra ; Setia kepada teman

Panca Sakti ; Lima kekuatan. Dalam merencanakan sesuatu pekerjaan / usaha jangan lupa terhadap pengaruh lima kekuatan, yaitu :
  1. Iksa ; Strategi tegas dan jelas
  2. Desa ; Tempat dimana kita melakukan pekerjaan / usaha
  3. Kala ; Waktu / musim apa pada saat itu
  4. Patra ; Situasi / kondisi
  5. Sakti ; Potensi / kekuatan


Panca Shtiti Darmen Prabhu ; Lima posisi dan fungsi pemimpin ; Ajaran Arjuna Sastrabahu, yaitu :
  1. Ing Arsa Asung Tulada ; Kalau pemimpin itu ada dihadapan anak buah, berfungsi sebagai pendidik dan memberi contoh.
  2. Ing Madya Amangun Karsa ; Kalau pemimpin berada ditengah-tengah anak buah, ia berfungsi penggugah semangat anak buah untuk mensukseskan tujuan.
  3. Tut Wuri Andayani ; Kalau pemimpin di belakang anak buah, ia berfungsi mengontrol anak buah setelah setelah melaksanakan fungsi 1 dan 2 (diatas).
  4. Maju Tanpa Bala ; Pemimpin yang telah sukses kepemimpinannya dalam fungsi 1,2 dan 3, maka berani maju sendiri menghadapi apa yang terjadi.
  5. Sakti Tanpa Aji ; Pemimpin yang telah sukses dalam mengkoordinir dan menggugah semangat, mengontrol anak buahnya dan berani maju tanpa bala, pemimpin yang demikian itulah dapat dikatakan sakti tanpa bersandar kepada kekuatan yang nyata.

Panca Sanak ; Nama salah satu jenis Caru yang memakai dasar Caru Panca Sata ditambah kambing, angsa, itik belangkalung.


Panca Stharwara ; Lima jenis tumbuh-tumbuhan, yaitu :
  1. Trna ; bangsa rumput
  2. Taru ; bangsa pohon
  3. Lata ; bangsa tumbuhan menjalar
  4. Gulma ; bangsa semak
  5. Janggama ; bangsa tumbuhan parasit.

Panca Tirtha ; Lima macam air suci yang telah dimantrai sesuai Weda dan kegunaannya, yaitu :
  1. Tirtha Pawitra
  2. Tirtha Kamandalu
  3. Tirtha Sanjiwani
  4. Tirtha Amertha
  5. Tirtha Sudamala

Panca Tan Matra ; Lima macam benih
  1. Sabda tan matra ; benih suara
  2. Sparsa tan matra ; benih rasa sentuhan
  3. Rupa tan matra ; benih penglihatan
  4. Rasa tan matra ; benih rasa
  5. Ganda tan matra ; benih penciuman

Panca Tiryak ; Lima macam bangsa binatang, yaitu :
  1. Pasu ; binatang ternak seperti sapi, kerbau, kuda dll
  2. Mrga ; binatang hutan seperti singa, harimau dll
  3. Paksi ; bangsa burung seperti ayam, burung
  4. Sarisrpa ; bangsa ular seperti cobra, ular belang dll
  5. Mina ; bangsa ikan seperti mujair, gurame, hiu dll

Panca Upaya Sandhi ; Lima upaya yang harus dilakukan oleh seorang raja dalam menghadapi musuh Negara maupun dalam menyelesaikan persoalan yang menjadi tanggung jawabnya, yaitu :
  1. Maya ; seorang raja yang harus melakukan upaya dalam mengumpulkan data atau permasalahan yang belum jelas kedudukan dan profesinya.
  2. Upeksa ; upaya untuk meneliti dan menganalisa data-data dan informasi-informasi sehingga dapat meletakkan permasalahan menurut proporsinya.
  3. Indra Jala ; suatu upaya untuk mencari jalan keluar dalam memecahkan setiap permasalahan yang dihadapi.
  4. Wikrama ; suatu upaya untuk melaksanakan semua upaya yang telah dirumuskan pada tingkatan Indra Jala.
  5. Logika ; setiap tindakan yang ditempuh harus selalu mendapat pertimbangan akal sehat dan logis dan tidak boleh bertindak berdasarkan emosi.

Panca Wiparyaya ( Wrspati Tattwa ) ; Lima macam corak kesalahan yang diwarnai oleh motif keinginan masing-masing, yaitu :
  1. Tamah ; manusia yang hanya mengharapkan kesukaan nyata.
  2. Moha ; manusia yang hanya mengharapkan keasta-swaryan.
  3. Maha Moha ; manusia yang mengharapkan kesukaan sekala niskala.
  4. Tasmisra ; manusia yang mengharapkan kesukaan kemudian
  5. Andatamisra ; menangisi apa-apa yang telah hilang.

Panca Wali Krama ; salah satu jenis Caru / Bhuta Yadnya. Pecaruan ini dilaksanakan bila telah 5 kali berturut-turut melakukan salah satu peri pecaruan, seperti ; a. Panca Kelud, b. Panca Sanak, c. Panca Sata, d. Resi Gana, e. Tawur Agung.
Hewan yang dipergunakan sama dengan waktu Rsi Gana titambah 5 ekor kerbau, yang warna bulunya Merah, Putih, Kuning, Hitam dan yang seekor lagi warnanya lain dari yang empat tadi. Upacara ini dipuput oleh 5 orang Pendeta dan seorang Sengguhu dan memakai bangunan Sanggar Tawang 5 buah.


Panca Wretaya ; Lima macam keburukan, seperti :
  1. Awidya ; kebodohan
  2. Asmita ; perasaan bahwa semua ada dan ingin merasakan segala yang ada sehingga bisa disebut Moha.
  3. Raga ; keinginan yang biasanya tak pernah hentinya, selalu ingin ini itu.
  4. Dwesa ; hawa nafsu yang demikian meluap sehingga tanpa disadari kita digiring kelembah neraka.
  5. Abhiniwesa ; takut kehilangan apa-apa yang telah dimilikinya, seperti kesaktian dan lain sebagainya.


Panca Wara; Pekan yang terdiri dari lima hari, yaitu Umanis, Paing, Pon, Wage, Kliwon.

Panca Yadnya; Lima macam korban suci, yaitu :
  1. Dewa Yadnya; Korban suci kepada Sang Hyang Widhi,
  2. Pitra Yadnya ; Korbang suci kepada para leluhur,
  3. Rsi Yadnya ; Korban suci kepada para rsi dengan mengamalkanilmu pengetahuan yang diberikannya
  4. Manusa Yadnya ; Korban suci yang dilakukan kepada manusia, seperti ngotonin, potong gigi dan sebagainya
  5. Bhuta Yadnya ; Korban suci terhadap mahluk rendahan, seperti ngejot selesai memasak, mecaru dan lain sebagainya.

Panca Yama Brata
; Lima macam pengendalian diri , yaitu :
  1. Ahimsa ; tidak membunuh / welas asih
  2. Brahmacari ; Tidak kawin selama hidupnya / belajar ilmu kesucian
  3. Satyam ; Kejujuran / tidak berbohong
  4. Asteya ; Tidak mencuri / tidak mengambil barang orang tanpa persetujuan yang punya.
  5. Aparigraha ; Tidak menerima barang haram.

Sabtu, 04 Mei 2013

Kebahagiaan Bukanlah Reaksi

Bukan Sorga Bukan Neraka

Kebahagiaan Bukanlah Reaksi. 

Selembar kertas yang dicelupkan ke dalam air niscaya akan basah. Ini sifat alami yang menunjukkan suatu reaksi sesuatu terhadap sesuatu yang lain. Nah, bagaimana halnya kalau seseorang dicelupkan pada suatu persitiwa atau keadaan ? Bila ada anggota keluarga yang meninggal, maka mereka yang ditinggalkan bereaksi secara mental dalam bentuk kesedihan. Air matanya bercucuran dan pikirannya menerawang. Apakah ini contoh rekasi mental terhadap sebuah keadaan ? Tampaknya memang ya, tetapi bila diteliti lebih lanjut, apa yang terjadi tersebut bukanlah reaksi mental. Kesedihan itu hanyalah petunjuk pada seseorang, bagaimana ia memahami peristiwa kematian itu.

Kasus lain bisa dipakai sebagai alat uji. Biasanya, jika orang yang mati pada usia muda, apalagi pernah berbuat jasa pada suatu komunitas kelompok atau lingkungan tempat tinggalnya, entah kepada keluarga, desa atau negara, maka akan memunculkan kesedihan lebih hebat orang-orang sekitarnya. Berbeda keadaannya bila yang meninggal adalah kakek uzur, maka kesedihan keluarga tidak separah peristiwa sebelumnya. Mungkin mereka menganggap si kakek sudah wajar meninggal, sudah umur.


Link Terkait Sorga dan Neraka


Ada contoh lebih ekstrim. Misalnya bila orang yang begitu dekat dengan  diri kita meninggal sebutlah pacar, saudara, anak, orangtua dan sebagainya, maka sudah pasti kesedihan itu begitu menusuk. Namun tengoklah bila seorang penjahat kehilangan teman

akrabnya yang tewas diterjang peluru polisi, bukankah kesedihan yang dialami tidak sepedih orang kebanyakan ? Semestinya, yang namanya reaksi akan menimbulkan efek sama terhadap kasus serupa. Sekali lagi ini membuktikan, bahwa kesedihan dan kegembiraan bukanlah reaksi mental melainkan suatu pertanda yang menjelaskan, bagaimana seseorang memahami sebuah keadaan atau situasi.

Cara pemahaman yang berbeda inilah yang menyebabkan orang bereaksi terhadap fenomena yang sama. Si penjahat sudah memahami kalau aktifitasnya beresiko fatal, sehingga memahami kematian dalam aksi kejahatannya sebagai hal lumrah, sehingga mereka tidak begitu sedih kehilangan temannya. Ini berbeda dengan orang kebanyakan yang memahami hidup sebagai suatu yang lempeng, damai, rukun dan sebagainya. Lantas tiba-tiba ada yang meninggal di tengah-tengah mereka, maka sudah tentu mereka kaget, shock, karena tetap saja kematian dianggap sesuatu yang luar biasa, Ini cara pemahaman yang berbeda. 
Baca Cara Menyadari Datangnya Kematian.

Demikianlah orang bisa saja berjingkrak-jingkrak kegirangan saat menang undian berhadiah mobil, karena memang sejak lama orang itu mendambakan punya mobil. Namun pada  kesempatan yang sama anaknya yang masih kanak-kanak juga berjingkrak-jingkrak kegirangan begitu melihat mobil hadiah itu tiba dirumahnya. Apa sebab ? Ternyata warna mobil hadiah itu kuning, si anak teringat dengan warna kotoran, sehingga dirasa lucu ada mobil berlumuran tahi.

Ini mengajarkan, bahwa suka cita, bahkan kebahagiaan merupakan misteri baru yang bukanlah disebabkan oleh faktor tertentu yang berlaku mutlak, tetapi bisa dipelajari tergantung bagaimana pikiran memformulasikan pengetahuan bagi dirinya. Faktor luar bukanlah input atau benih kebahagiaan maupun kesedihan. Semua faktor-faktor luar itu hanyalah objek yang pantas menjadi santapan pikiran untuk dikunyah, dipilah-pilah mana yang berguna dan membuang yang tidak bermanfaat.

Peristiwa ataupun penampakan yang terjadi diluar diri bukanlah 'barang jadi' yang sering kita sebut sebagai sebuah realitas. Keadaan di luar tersebut adalah fonomena netral dan baru menjadi realitas pada saat pikiran menafsirkan peristiwa atau objek pengamatan itu. Jadi realitas itu ada di otak, bukan di luar diri.

Peristiwanya berlangsung sebagai berikut; panca indra menerima sejumlah informasi dari luar diri kemudian mengirim penggalan-penggalan informasi itu ke otak. Otak mengolah data baru tersebut untuk dibandingkan dengan data yang masuk sebelumnya dan diolah berdasarkan cara pemahaman yang telah dianut sebelumnya. Pemahaman yang bersumber dari gudang kecerdasan terbatas ini ibarat cetakan yang siap mencetak setiap bahan baru (informasi baru) menjadi pengetahuan sesuai bentuk cetakan yang telah ada. Cetakan baru ini dikirim ke ulang memori sebagai produksi yang siap didistribusikan ke organ pengertian. Sebagai tindak lanjutnya, maka munculah sebuah tanggapan, misalnya; oh dia cantik, o di sana kurang aman, senyumnya menggoda, pelukannya menyakitkan, dan sebagainya.

Dalam praktek kehidupan sehari hari produksi pikiran berupa pengetahuan inilah yang disangka sebuah kebenaran dan sebagai kenyataan empiris, padahal sekali lagi itu hanyalah cetakan. Baik buruknya kualitas cetakan tergantung dari canggih tidaknya alat pabrik pembuat cetakan itu. Alat kecerdasan yang berkualitas akan sanggup memotret fenomena di luar diri hampir mendekati fakta sesungguhnya, sedangkan kecerdasan yang belum berkembang cendrung mengelabui fakta asli.

Kata orang, pengalaman adalah guru terbaik. Ungkapan ini tidaklah sepenuhnya benar, sebab pengalaman bukanlah sesuatu untuk siap pakai dan berguna praktis bagi kehidupan sehari-hari. Pengalaman  bersifat sama dengan teori realitas di atas. Satu peristiwa sama, dengan tempat sama dan waktu sama, bila dalam saat bersamaan ada sejumlah orang terlibat, maka mereka masing-masing memiliki pengalamannya masing-masing. Ada yang menjadi taku, yang lain merasa berkesan, yang lain bergembira, yang lain merasa jijik. Kecerdasan selalu menjadi kunci untuk menentukan sesuatu itu apakah sebagai pengalaman yang mengasyikan atau menyebalkan. Sayangnya kecerdasan bukanlah sejenis kepintaran yang bisa dikuasai dengan cara belajar di sekolah atau banyak membaca buku. Lebih dari semua usaha itu kecerdasan menuntuk invividu untuk merespon semua ilmu yang masuk melalui perenungan, sehingga intelek berkembang. Kebanyakan kasus yang terjadi sebaliknya, ilmu yang dipelajari kebanyakan memenjarakan intelek seseorang, karena yang bersangkutan terlalu percaya akan teori yang diajarkan sebauh cabang ilmu pengetahuan. Akibatnya inteleknya terkungkung pada kebenaran ciptaan orang lain dan sifak intelek yang biasa menjelajah sengaja dipasung oleh pemiliknya, karena menganggap sudah mendapat jawaban dari fenomena yang diamati. Salah membentuk cetakan kecerdasan, maka salah pula akal menafsirkan segala sesuatu, bahkan lebih parah akan memicu kesalahan dari emosi untuk bereaksi terhadap sebuah persitiwa atau pengalaman. Pengalaman bukanlah selalu guru terbaik, sebab dalam situasi tertentu pengalaman yang dibentuk oleh penafsiran kecerdasan yang keliru akan menyeret seseorang ke dalam kesesatan persepsi, menyeretnya kepada penderitaan sesungguhnya tanpa tunda.

Dunia di luar diri diibaratkan pemandangan besar dengan berbagai pernik yang menghiasinya. Seseorang yang berdiri memandangnya sebagai penikmat tidaklah menatap utuh objeknya dengan mata telanjang, melainkan dengan bantuan kaca mata. Celakalah orang yang menggenakan kaca mata pembesar milik tukang reperasi arloji bila digunakan untuk melihat seekor semut. Sebab semut tersebut akan tampak sungguh mengerikan dengan taring panjang berkilat bak monster siap mencabik. Begitulah orang yang merasa gembira atau sedih pada suatu kesempatan tergantung kaca mata kecerdasan melihat penyebab kesedihan itu.

Semuanya menyangkut seni kehidupan, sebab apa yang disangka nyata bisa jadi hal itu sekedar ilusi pemahaman. Apa yang dirasa sebagai kesenangan hanyalah tipuan, sebagaimana juga sifat dari penderitaan. Karena kebahagiaan maupun penderitaan bukanlah suatu rekasi mental atau emosi. Dengan demikian kebahagiaan atau penderitaan bukanlah sebuah kemestian yang tidak menyangkut-pautkan peran serta manusia.

Contoh terbaik untuk hal ini bisa kita pelajari saat sakit demam. Saat seperti ini bukankah semua makanan yang disentuh lidah terasa pahit ? Daging ayam gorang yang diolah dengan cara yang sama seperti hari sebelumnya tiba-tiba terasa pahit, mengapa bisa demikian ? Enak tidaknya suatu makanan tergantung dari kesehatan lidah dan tubuh secara keseluruhan. Demikianlah pengalaman hidup tidak bernilai dan berasa apa-apa, kecuali intelek ikut campur dan memberinya cita rasa sesuai tingkat kesehatan intelek masing-masing, sehingga munculah komentar 'penderitaan' dan 'kebahagiaan'.
Sumber bacaan buku
Bukan SORGA bukan NERAKA, Oleh Nyoman Putrawan, Penerbit Majalah Hindu Raditya, 2006