Perang Bali |
"Kalau pelurumu habis, gunakan bayonetmu! Kalau bayonetmu patah, gunakan tanganmu untuk memukul! Kalau tanganmu patah, gunakan gigimu untuk menggigit! Dan kalau gigimu patah, gunakan matamu untuk mematahkan semangat musuh !"
Sebuah buku Perang Bali Sebuah Kisah Nyata yang ditulis oleh I Gusti Ngurah Pindha, beliau adalah seorang prajurit muda yang mengiringi I Gusti Ngurah Rai dalam perang gerilya mempertahankan tanah Bali dari pendudukan Belanda di awal kemerdekaan. I Gusti Ngurah Pindha lahir di Denpasar 1924, beliau menjadi anggota Kesatuan Resimen Sunda Kecil di bawah pimpinan I Gusti Ngurah Rai.
Secara umum masyarakat Bali dewasa ini mengenal I Gusti Ngurah Rai sebagai pemimpin perjuangan, namun rekan-rekan seperjuangan I Gusti Ngurah Rai perlu pula kita ketahui. Pejuang-pejuang Bali yang tidak kalah penting perannya dalam mempertahankan kemerdekaan, harus kita ketahui baik.
Disebutkan dalam buku Perang Bali karya I Gusti Ngurah Pindha ini ada I Gusti Putu Wisnu, Pak Wisnu ini diangkat menjadi Komandan Batalyon I TKR (Tentara Keamanan Rakyat) Sunda Kecil. Ada Sugeriwa pemimpin pasukan Beruang Hitam yang bertempur di Blahkiuh, I Nyoman Sueca Atmanadi dan Tiaga yang memimpin perjuangan di Singapadu dan Kutri (Gianyar). Pemimpin-pemimpin perjuangan antara lain (rare-angon tidak menulis pangkat) ; I Nyoman Sayan, I Gusti Ngurah Bagus Sugianyar, Ida Bagus Japa, I Nyoman Suraja, I Made Pugeg, I Gusti Ngurah Agung Kusumayudha, I Ketut Dangga, I Nyoman Sarja, I Gusti Made Oka, I Nyoman Dhiasa, I Ketut Jedog, I Ketut Kandel, I Made Sueta, I Wayan Rendah, I Gede Deger, I Gusti Putu Tiaga, I Wayan Sukerta, I Made Sukri dan I Gusti Ngurah Pindha.
Pertempuran atau peperangan dalam mempertahankan kemerdekaan terjadi di seluruh pelosok pulau Bali, seperti pertempuran Tanah Aron, pertempuran Pesagi, pertempuran Sekumpul, pertempuran di Batukaang, dan tentunya pertempuran di desa Marga, yang dikenal sebagai Puputan Margarana.
Pertempuran di desa Marga dengan pasukan Ciung Wanara yang dipimpin I Gusti Ngurah Rai, tidak terjadi dalam satu hari, namun puncak pertempuran 20 November 1946 setelah gugurnya Kapten Sugianyar, Pak Rai menjadi sangat murka dan berpesan kepada anak buahnya supaya menuntut balas sampai titik darah penghabisan. Pasukan Ciung Wanara bergerak maju sambil berteriak, "Puputan! Puputan! Puputan!"
Buku Perang Bali setebal 450 halaman ini sangat penting dibaca oleh kita, agar kita mengetahui sejarah perjuangan para pahlawan. Tentunya buku-buku lain dari pelaku sejarah sangat dibutuhkan oleh generasi bangsa ini. Artikel singkat dalam blog Rare Angon ini tentunya tidak dapat mewakili secara keseluruhan isi buku Perang Bali karya I Gusti Ngurah Pindha (pelaku sejarah) perjuangan rakyat Bali. Marilah membaca buku Perang Bali, agar informasi semakin jelas. (RANBB)
wah, ternyata pahlawan dari pulau bali itu banyak juga ya..baru thau..hehe
BalasHapusIng ada bukune dini lix.. ne ngadep masih ing ada... baang nyilih ke... sing ddi demit2.. inklud pengiriman ke kendari nahh... hehhe..
BalasHapusWawu inget padahal dah dibaca kommentnya lama
BalasHapus