Rare Bali Anak Bali Belog Ngiring Ngajegang Bali dengan berbahasa Bali sane becik, senang ring Tembang Bali tur sekancan sastra lan Budaya Bali sane sampun kaloktah ring jagate mangda sumingkin jangkep tur paripurna #Bahasabali #AjegBudayaBali #RareBali

Breaking

Kamis, 02 April 2015

Bhagawan Abhyasa dan Cacing

hindu damai
Bunga Kehidupan
    Pandangan Hindu tentang hidup dan mati dengan jelas dinyatakan oleh Bhagavad Gita :"Bagi yang lahir,  kematian adalah pasti tentu. Bagi yang mati,  kelahiran adalah pasti ". (BG:II.27). Sebelumnya Bhagavad Gita menyatakan : "Setelah memakai badan ini, dari masa kecil hingga dewasa dan tua, demikian jiwa berpindah ke badan lain ". (BG.II.13)

Mati hanyalah satu babak, satu jarak, satu waktu istirahat dalam perjalanan manusia menuju kesempurnaan. Mahabarata menyampaikan cerita sebagai berikut :


Dahulu kala, ketika Bhagawan Abhyasa sedang berjalan di sepanjang jalan raya tempat ratusan kereta lalu lalang setiap hari, ia melihat seekor cacing menyelinap secara gila. Orang yang sangat bijaksana ini, dengan menggunakan bahasa cacing bertanya :




"Cacing,mengapa terburu-buru? Apa yang ksu takutkan?"
"Takut pada dentang-dentang kereta, Tuan", jawab cacing itu.
"Begitu dekat! Saya dengar itu! Kereta itu akan meremukkan saya. Saya harus lari, harus menghindar. Saya dengar dengus berbau-kerbau penarik kereta itu, Saya dengar cambuk melecut punggung mereka. Hidup sangat berharga, Tuan - saya tidak mau mati jika dapat, dan pergi dari surga kehidupan ke dalam neraka kematian".


"Tapi kau hanya seekor cacing", kata Abhyasa, "Apa yang kau ketahui tentang surga kehidupan? Kesenangan mendengar bunyi, merasakan sentuhan, cita rasa dan bau sedikit artinya bagimu. Kau lebih bahagia kalau kau mati".

"Ya, tuan", kata cacing itu,"meskipun seperti yang Tuan katakan, kebetulan saya menyukai hidup seperti ini. Saya sudah terbiasa dengan hidup ini dan menikmatinya, mungkin sebagai cacing, namun saya mempunyai kesenangan-kesenangan hidup saya sendiri". Kemudian cacing itu menjelaskan kesalahan-kesalahannya (asubha karmanya) dalam kehidupan yang lalu, sehingga ia lahir sebagai cacing. Lalu cacing itu melanjutkan: "Dalam usia tua saya memang menyesali perbuatan-perbuatan di masa muda. Seperti seorang ayah menyesali hilangnya seorang anak yang tercinta. Saya ingat semua itu dengan jelas. Dan saya kira suatu hari saya akan mencapai kebebasan saya, sebagai hasil dari pahala yang saya peroleh dari perbuatan-perbuatan saya yang baik".

"Pembebasan dari asubha karma mu memerlukan jalan yang panjang ", kata Abhyasa. "Kalau pikiranmu condong kepada dharma, kau akan mencapainya lambat atau cepat. Kalau kau mau, aku dapat mengubah keadaanmu sekarang". Baca Siklus Aku



Cacing itu setuju. Pada waktu itu sebuah kereta besar lewat dan salah satu rodanya meremukkan cacing itu. Dengan cepat dilaluinya berbagai penitisan sebagai binatang yang lebih tinggi tingkatannya, lalu sebagai manusia dengan tingkat kemampuan intelek paling rendah, terus meningkat sampai menjadi manusia utama, dengan tingkat intelektual dan moral yang tinggi. Akhirnya cacing itu mencapai moksa, setelah menyelesaikan jalan pembebasannya.

Kisah di atas sebenarnya menjelaskan bahwa melalui reinkarnasi mahluk hidup mengalami evolusi dari tingkat yang paling rendah ke tingkat yang paling tinggi. Sumber bacaan buku Mengungkap Misteri Kematian oleh Ngakan Made Madrasuta, Media Hindu. (RANBB)

Insert Photo https://www.flickr.com/photos/dagang_tuak_bali

Cari Blog Ini

Pengikut

Blog Archive