Agama Hindu Tak Terlepas dari Seni Budaya
Om
Swastiastu;
Om Anobhadrah krtavoyanthu visvatah ;
semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru
Pinandita
Lanang Istri yang sudah disucikan yang saya hormati
Yang
saya hormati; Sesepuh dan Penasehat Banjar
Yang
saya hormati; Ketua dan Pengurus Banjar Ciledug
Yang
saya hormati; ketua dan Pengurus Tempek se Banjar Ciledug
Dan
Umat Sedharma yang berbahagia.
Pada
hari ini saya ……………….. akan membawakan Dharma Wacana yang berjudul Agama Hindu Tak Terlepas dari Seni Budaya .
Pertama-tama
saya menghaturkan rasa puja dan puji syukur kehadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa,
Sesuhunan Yang Melinggih di Pura
Dharma Sidhi karena atas waranugraha-Nya lah saya dan kita semua dapat hadir
dalam persembahyangan ini dalam keadaan sehat walafiat.
Bapak-Ibu
Umat Sedharma yang berbahagia;
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa
Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budia atau
akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi, dan akal manusia.
Yang kemudian Budaya berkembang membentuk seni Budaya.
Beragama itu harus memiliki
buddhi, akal yang rasional, Hindu adalah agama yang bersifat filosofis dan
spiritual, agama yang rasional sebagaimana halnya dengan filsafat, dan yang
lebih dipentingkan dalam agama kita bukanlah dogma atau hukum, tetapi makna dan
pengalaman pribadi dengan Yang Maha Suci, sehingga diutamakan didalam agama
kita adalah memahami makna dan melakukan prakteknya.
Sedangkan dalam agama dogmatis, kebenaran ditentukan
oleh dogma atau hukum yang sering kali tidak dapat dipahami dengan nalar dan
kalimat-kalimat hukum harus dikutip dengan lengkap.
Agama
Hindu menuntun umatnya menuju kesadaran jiwa yang tertinggi dimana kesadaran
ini lahir dari jiwa yang bebas, bukan ketaatan karena takut.
Umat
Sedharma yang berbahagia;
Melakukan
praktek seni dan budaya merupakan salah satu cara kita mencintai agama Hindu. Dalam
kehidupan beragama seni budaya Hindu sangat beraneka ragam; seperti, seni
gerak, seni suara dan lain sebagainya.
Seni
membutuhkan sensitifitas pada panca Indra sehingga terkadang Orang Hindu Bali itu Orang yang Sensi atau
Sensitif.
Artinya,
orang yang sangat peka, detil, terkadang orang awam berpikir Orang Bali Mudah
Tersinggung. Dalam kehidupan orang Bali yang penuh dengan Seni, dibutuhkan rasa
seni, sensitif terhadap seni. Rasa seni dipengaruhi oleh Agama Hindu yang
Berbudaya. Semua kegiatan keagamaan selalu ada Seninya.
Umat
Sedharma yang berbahagia;
Seni Megambel misalnya, dalam
Megambel atau seni bermain musik
tradisional Bali atau Gamelan, para pemainnya dituntut memiliki sensitifitas pada
syaraf pendengarannya.
Dimana
dalam Gamelan tradisional ini memiliki 5 nada atau Slendro, yaitu Nang, Nung, Neng
Nong, Ning. Sehingga pendengaran kita diharapkan sensitif dalam menerima
frekwensi nada-nada ini, mampu membedakan setiap suara yang dihasilkan oleh
bilah-bilah kuningan bila dipukul.
Harmonisasi
suara menjadi daya tarik dari bermain gamelan ini, setiap pemain memiliki
sensitifitas yang berbeda. Bagi yang telah menguasai seni megambel ini akan
sangat mudah mendengar secara detail nada-nada yang dipukul oleh pemain lainya.
Umat
Sedharma yang berbahagia;
Seni
budaya lain yang membutuhkan sensitifitas seperti ;
Seni
Menari : Sensitifitas gerakan
Seni
Metanding Banten : Sensitifitas terhadap Komposisi Warna dan Bentuk
Seni
Mekidung, Megeguntangan : sensitifitas Suara dan Telinga
Seni
Memasak : Sensitifitas terhadap rasa, warna, bentuk dll
Dalam
kegiatan Upakara dan Upacara : merupakan perpaduan seni dari kelima Panca Indra
kita.
Dengan
memahami pengaruh seni pada diri sendiri, berarti kitapun diharuskan mampu memahami
orang lain, kemudian memahami lingkungan tempat kita bermasyarakat.
Salah
satunya dengan Berkata yang Baik, Berprilaku yang Baik, Berpikir yang Baik,
atau melakuka Trikaya Parisudha.
Umat
Sedharma yang berbahagia;
Pelaksanaan
yajna umat Hindu itu selalu menarik siapa saja. Atau dengan kata lain, selalu
dapat ngawrediang rasa lulut akung, mwang panrasa agama.
Jawabannya
adalah karena pada dasarnya persembahan dan pemujaan atau yajna umat Hindu itu
adalah menggunakan Pancapagendha, lima unsur seni sebagai sadhana bhakti.
Pancapagendha
yang merupakan pengejawantahan konsep ajaran filasafat, tattwa dan nyasa. Atau
dengan kata lain konsep ajaran sastra-sastra agama itu, mulai dari sruti,
smrthi, dharmasastra, terutama dalam ajaran Upaweda, (Ithiasa, Purana, dan
Nibandha), diwujud nyatakan, dipersonifikasikan dalam wujud pascapagendha itu,
sehingga lebih mudah untuk dilihat, dimengerti bagi masyarakat pada umumnya,
dalam penghayatan ajaran agama yang immanent,
yang merupakan awal untuk mencapai tujuan agama yang transedental, Atau dengan kata lain, pelaksanaan hidup dan
kehidupan keagamaan secara sekala,
merupakan jalan awal untuk mencapai tujuan agama niskala.
Umat
Sedharma yang berbahagia;
Kelima unsur seni dalam konsep Pancapagendha, adalah sebagai berikut:
1. Seni Sastra
Ithiasa, Wiracarita, Purana (Manapurana dan upapurana) pada dasarnya adalah
penjabaran Sang Hyang Catur Weda Jangkep, (Samaweda, Regweda, Yayurweda, dan
Atharwaweda).
Di
Bali ditulis dalam riptaprasasti (lontar-lontar Tattwa, Tutur, Wariga, Babad,
Gaguritan, Kidung, Kakawin, termasuk lontar-lontar Mpu Lutuk dan Prembon
Bebantenan, yang pada umumnya adalah merupakan sumber petunjuk dan tuntunan
keempat unsur pancapagendha lainnya.
2. Seni Vokal
Gaguritan, Kidung, Kakawin, Palawakya, sampai yang merupakan chanda (Guru Lau),
rapalan mantra, stuti, stava Ida Padanda saat mapuja, mulai dari saat
Nyuryasewana, sampai muput karya/ yajna tertentu. Termasuk juga rapalan saat
para Pamangku saat nganteb, adalah tergolong chanda, seni vocal.
3. Seni Instrumen
Berbagai perangkat gamelan, seperti gong, angklung, saron, smara pagulingan,
gambang, gender wayang, salonding, dendengkuk, gong beri, dan lain sebagainya.
4. Seni Gerak
Berbagai sasolahan atau tari, mulai dari tari Wali, Tari Babali, dan Tari
Balih-balihan. Tari Wali dan Tari Babali adalah tergolong tari sakral. Tari
Wali merupakan bagian dari pelaksanaan upacara seperti berbagai jenis tari
Rejang yang telah dikemukakan, tari Pendet, pada saat ngaturan prani, berbagai
tari Baris (kecuali Baris Provan), sedangkan tari Babali adalah sebagai
penunjang upacara, seperti Topeng Sidakarya, Wayang Lemah, Mabhisama, atau
Kincang-kincung. Sedangkan tari Balih-balihan adalah pagelaran tari yang
semata-mata bersifat hiburan, seperti Topeng Prembon, Arja, Wayang, Joged
Bumbung, Drama Gong, dan sebagainya.
5. Seni Rupa
Adalah hasil karya seni lukis (chitralekha),
berbagai Rerajahan dan Sasuratan, seperti telah dikemukakan. Termasuk seni
pahat dan seni bangun. Gabungan antara seni lukis, seni pahat dan seni bangun
dalam wujud banten disebut seni kriya seperti Sarad dan Kokudian Wadah.
Sasuratan
dalam tatacara agama masyarakat umat Hindu di Bali, memiliki konotasi yang
hanya digunakan dalam upacara Panca Yajna. Sedangkan Rerajahan memiliki
konotasi yang hanya digunakan data lontar-lontar pregolan, seperti tumbal,
sasuwuk, tataneman, babuntilan, pangimpas-pangimpas dan sahanan pangraksa.
Yang
terakhir adalah persembahan sangging maranggi dan undagi maranggi dalam konsep
pancapagendha ini, dan dalam wujud seni arca pada khususnya, yang akhir-akhir
ini sering menimbulkan permasalahan-permasalahan dalam penggunaannya.
Umat Sedharma yang
berbahagia;
Harapan
saya dari apa yang telah saya sampaikan dapat bermanfaat
bagi kita semua, Jika ada kekurangan dalam penyampaian dharma wacana
ini saya mohon maaf. Karena tidak ada manusia yang sempurna, tiada gading yang
tak retak. Akhir kata saya tutup dengan paramasantih.
Om Santih, Santih, Santih Om...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Buku Tamu