Rare Bali Anak Bali Belog Ngiring Ngajegang Bali dengan berbahasa Bali sane becik, senang ring Tembang Bali tur sekancan sastra lan Budaya Bali sane sampun kaloktah ring jagate mangda sumingkin jangkep tur paripurna #Bahasabali #AjegBudayaBali #RareBali

Breaking

Translate

Senin, 22 Februari 2010

Basa Basi Bali : Bali Sombong ?

Indah Pulau Dewata Bali
Persawahan Bali
Orang Bali sombong? Mustahil! Jika ada yang berani mengatakan orang Bali arogan, angkuh, ia bisa dianggap orang gila, tak paham Bali. Orang itu pasti Cuma melakukan pengamatan sepintas kilas. Seisi dunia mengakui, manusia Bali itu lugu, polos, sangat sederhana, koh ngomong , pendiam, malas bertengkar, suka mengalah. 

Mereka bahkan sering dinilai merendahkan diri, sangat low profile , sehingga acap kali kehilangan peluang untuk bersaing dan maju. Kalaupun toh ada satu dua yang sombong, itu pasti perkecualian. Jika bertemu dengan orang yang baru pertama kali dikenalnya, orang Bali menatap mereka dengan pandangan teduh, bersahabat, seolah-olah hendak menyampaikan, tak sesuatu pun perlu dicemaskan di Pulau Kahyangan ini.

Orang Bali menganggap kesombongan itu adalah musuh, karena itu harus diperangi dan dijauhi. Tapi benarkah orang Bali tak bisa sombong? Benarkah mereka selalu sukses menaklukkan musuh yang satu itu? Orang Bali itu bukan dewa. Jika mereka gampang tersenyum, tak berarti mereka tak mungkin merengut. Jika mereka orang-orang periang, tak berarti mereka terbebas dari sedih. Jika mereka masyarakat yang ramah, tak berarti mereka tak bisa marah. Mereka tak mungkin lepas dari suasana hati; sedih, gembira, dongkol, bahagia. Mereka juga sering diombang-ambingkan oleh rasa yang meletup-letup, sehingga mengekspresikannya dengan sikap meledak-ledak. Karena itu mereka tentu tak bisa sepenuhnya bebas dari watak sombong. Lalu, untuk urusan apa orang-orang Bali menjadi sombong? Apa yang membuat mereka menjadi arogan?.


Harta benda telah banyak mengubah sikap hidup orang Bali. Dulu kalau bepergian dalam kota, mereka bersepeda atau naik kendaraan umum. Melintas kedesa tetangga jalan kaki, sehingga ada cukup waktu untuk berhenti sejenak ngobrol ketika bersua kawan di perjalanan. Sepeda dan jalan kaki menjadi wujud penting untuk menyatakan rasa keakraban dan kekerabatan.


 Kekayaan kemudian membuat mereka dengan mudah punya motor atau mobil. Banyak yang sanggup beli mobil mewah, atau motor besar. Mereka mulai terbiasa pamer kendaraan di jalan-jalan. Mesin-mesin itu menjadi simbol gengsi dan pernyataan diri, memberi ruang untuk menyatakan diri lebih berkuasa, lebih diatas, dibanding yang lain. Orang kemudian mulai berteori, yang membuat orang Bali itu sombong adalah mobil dan motor, bukan tanah, tap pula emas dan permata.


Ini memang Cuma sepotong teori kesombongan, hanya spekulasi. Tapi mereka yang pertama kali datang ke Bali, terjebak ditengah kemacetan lalu lintas di Denpasar, atau pergi ke kota-kota kabupaten dan melihat anak-anak muda ngebut, tahu persis, teori kesombongan itu tak sepenuhnya salah. 


Para pendatang pemula itu sering tak habis pikir, bagaimana mungkin orang Bali yang dikenal santun itu merasa sangat berkuasa di atas kendaraannya. Mengendarai mobil mewah merekatampak mereka sangat bangga, begitu individualis. Mereka menjadi heboh ketika belanja di pusat-pusat perbelanjaan. Semakin mewah, kian mahal, kendaraan pribadi yang mereka pergunakan, kian merasa hebat mereka.

Jalanan dikhawatirkan menjadi pusat orang-orang Bali mengekspresikan kehebatan jati diri mereka. Dengan mudah mereka menutup jalan umum ketika mereka menyelenggarakan upacara adat dan agama. Seorang pecalang dengan gagah naik sepeda motor mengawali iring-iringan truk melasti ke laut dengan gamelan bleganjur . memacu kencang motornya, pecalang itu meniup sempritan terus-menerus, melambai-lambaikan tangan memerintahkan kendaraan lain didepannya minggir dan berhenti, memberikan jalan iring-iringan “suci” itu lewat. Padahal leluhur mereka mengajarkan untuk berdamai dengan lingkungan, seperti senantiasa diisyaratkan tat twam asi , filosofi yang sangat mereka banggakan.


Orang Bali tampaknya memang harus semakin hati-hati, karena masa kini semakin banyak benda dan peluang yang gampang membuat mereka menjadi kian sombong. Mereka harus terus waspada, agar kesombongan, musuh bebuyutan itu, tidak semakin merusak dan menguasai.
Basa Basi Bali olih Gde Aryantha Soethama

Cari Blog Ini

Pengikut

Blog Archive