** Maa-Katyayani ** |
Dewi Katyayani Penguasa Jodoh Manusia. Dalam beberapa literatur Weda, kita akan menemukan banyak sekali dewa dan dewi yang berpasangan menurut nivid mereka masing-masing. Dalam sastra Weda ini disebut sebagai Swarupa Sakti, dan manusia juga memiliki hal yang sama, jadi dengan singkatnya bahwa setiap yang dilahirkan ke dunia pasti kelak akan menemukan pasangannya sendiri. Atau laki-laki akan berdampingan dengan wanita.
Artikel Terkait Jodoh Kita :
- Demi Jodoh, Relakah Memilih Agama Baru ?
- Kawin Paksa , Sebuah Solusi
- 16 Upacara Manusia
- Kehidupan Cinta Orang Bali
- Manusia Bali Titisan Dewa
Entah dengan siapa yang jelas manusia hanya mampu berusaha, tapi penentunya tetap di atas, yach... seperti kalimat rempeyek kacang ijo, biar jelek yang penting jodo... Mencari jodoh bukan sebuah perkara mudah. Harus sesuai dengan kelahiran kita, sesuai dengan selera kita, yang paling penting dapat menerima kekurangan kita agar kelak tidak sering terjadi percekcokan.
Dalam beberapa kitab Purana, dewa yang mengatur pertemuan manusia ini dan itu yang sangat berkaitan dengan asmara adalah Dewa Kandarpa atau Sang Hyang Semara. Namun dalam beberapa kitab Sruti dan kitab Nibandha yang lainnya, ada sosok Dewi yang menjadi pengatur, kapan wanita itu menemukan suaminya, kapan wanita itu berjumpa dengan pujaan hatinya, atau kapankah wanita itu bertemu dengan pasangan hidupnya.
Nama beliau adalah Dewi Katyayani. Di Bali nama beliau sangatlah asing dan hampir sebagian besar umat Hindu Bali jarang memuja beliau sebagai Dewi Jodoh. Pasalnya fungsi beliau sendiri sudah digantikan oleh Bhatara Semara untuk masalah asmara manusia. Namun dalam kitab Weda perlu kita ketahui bahwa jika seorang gadis yang umurnya dipandang sudah cukup layak untuk menikah, namun tidak satupun laki-laki yang datang menghampirinya, maka wanita itu dibenarkan untuk memohon kepada Bhatari Katyayani untuk mendapatkan suami.
Nama beliau adalah Dewi Katyayani. Di Bali nama beliau sangatlah asing dan hampir sebagian besar umat Hindu Bali jarang memuja beliau sebagai Dewi Jodoh. Pasalnya fungsi beliau sendiri sudah digantikan oleh Bhatara Semara untuk masalah asmara manusia. Namun dalam kitab Weda perlu kita ketahui bahwa jika seorang gadis yang umurnya dipandang sudah cukup layak untuk menikah, namun tidak satupun laki-laki yang datang menghampirinya, maka wanita itu dibenarkan untuk memohon kepada Bhatari Katyayani untuk mendapatkan suami.
Ada banyak versi mengenai cerita munculnya Dewi Katyayani ini. Ada sumber yang menyebutkan bahwa beliau adalah putri dari Maharesi Kata, oleh sebab itu beliau diberinama Dewi Katyayani. Ada juga yang menyebutkan beliau adalah bagian dari ekspansi penuh atau bagian dari bentuk paripurna Maha Durgha yang lebih dikenal orang dengan nama Mahisasura-mardhini.
Jika kita merujuk pada difinisi ini, maka beliau tidak lain tidak bukan adalah bagian lain dari Maha Durgha, yang merupakan sakti Bhatara Siwa yang tentu saja merupakan Dewata Penguasa Cinta dan Asmara. Setiap literatur Hindu mengagungkan Bhatara Siwa sebagai Dewatanya Asmara, Cinta dan bahkan dalam beberapa fase Bhatara Siwa dan Bhatari Parwati diidentikkan dengan seks.
Jika Dewi Katyayani merupakan bagian penuh dari bentuk paripurna Maha Durgha, maka kita akan menemukan seluruh atribut dan lambang kebesaran Maha Durgha juga menyertai atribut Sang Dewi Katyayani. Inilah fakta yang sejati, bahwa di setiap kuil yang di bangun untuk memuja Dewi Katyayani, maka atribut Maha Durgha juga disertakan secara utuh.
Namun meskipun demikian, tampilan wajah beliau sedikit lembut dan ayu. Layaknya Dewi Cinta yang menebarkan pesonanya kepada siapapun juga. Di India sendiri, terdapat sebuah tradisi yang disebut dengan Katyayani Vrata, atau sebuah ajang dimana anak-anak gadis yang masih belum memiliki pasangan hidup berdoa dan berpuasa untuk menyenangkan hati Dewi Katyayani dan berharap akan menemukan laki-laki yang mereka cintai untuk menjadi suami mereka.
Mereka mempersembahkan bunga, dupa dan buah dan tidak jarang juga bagi ibu-ibu atau wanita yang sudah memiliki suami, mereka melakukan puasa untuk keselamatan serta berdoa agar suami mereka panjang umur. Di Bali tradisi semacam ini tampaknya sudah mulai hilang, jika dahulu Katyayani lebih identik dengan sebuah kesetiaan istri pada suaminya, dan kini tampaknya kesetiaan itu harus dipupuk lagi, sebab banyak sekali kasus perselingkuhan yang terjadi belakangan ini.
Dalam kitab Ramayana, sewaktu Maharaja Janaka, seorang raja yang memerintah di negara Waideha tengah mengadakan sayembara untuk mendapatkan mantu, maka pujian Dewi Katyayani terdengar sangat agung. Banyak raja dan pangeran datang untuk mendapatkan Dewi Sita, putri Janaka. Namun dengan satu syarat, bahwa mereka harus mampu mengangkat busur Siwa dan membentangkan talinya.
Sebelum sayembara berlangsung, Dewi Sita datang ke kuil Dewi Katyayani dan berdoa kehadapan Maha Dewi berharap menemukan jodoh yang beliau idamkan, yakni Rama. Dewi Sita mencuci kaki sang ibu Dewi dengan air mata-nya dan beliaupun berkenan untuk memberikan Rama sebagai suami. Keesokan harinya ketika sayembara berlangsung, semua yang hadir tampak seperti tidak berdaya.
Sebab tidak satupun diantara mereka yang mampu mengangkat busur Siwa apalagi membentangkan dawai panahnya. Akhirnya tampillah Rama dengan enteng beliau mengangkat busur itu persis seperti anak kecil memungut jamur di tanah.
Soraak gembira terdengarlah dan Rama bersatu dengan Sita. Gadis-gadis lain mengikuti jejak Sita, bahkan Dewi Draupadi sendiri berdoa kepada Dewi Katyayani untuk mendapatkan suami yang bijaksana, kuat, tampan, berwibawa dan penurut. Akhirnya Pandawa Lima datang sebagai jawaban doa Draupadi.
Soraak gembira terdengarlah dan Rama bersatu dengan Sita. Gadis-gadis lain mengikuti jejak Sita, bahkan Dewi Draupadi sendiri berdoa kepada Dewi Katyayani untuk mendapatkan suami yang bijaksana, kuat, tampan, berwibawa dan penurut. Akhirnya Pandawa Lima datang sebagai jawaban doa Draupadi.
Dewi Rukmini juga melakukan hal yang sama. Dan ini tampaknya ditiru oleh banyak gadis di dunia untuk mendapatkan suami mereka. Tradisi ini berkembang hingga ke manca negara, namun dengan nama yang berbeda. Tampaknya sekarang beliau lebih dikenal dengan Dewi Fortuna, dan alangkah bijaksananya jika kita sendiri mengembangkan ini di tanah Bali. Sebab apa, wanita yang saleh akan baik jika mendapatkan laki-laki yang saleh juga.
Untuk itulah, bagi pembaca yang budiman yang belum memiliki pacar, jodoh dan juga sampai kepala uban belum juga menikah lantaran sama sekali tidak bisa mencari, atau tidak berani merayu gadis atau karena ngekoh ngalih, maka jangan patah semangat. Bangkitlah dan imbangi dengan doa kepada Sang Hyang Katyayani. Niscaya apapun yang kita lakukan akan berhasil baik.
Sumber bacaan Buku Sang Hyang Purana karya Gede Agus Budi Adnyana, S.Pd.B. Ditulis dalam blog rare-angon nak bali belog.
Artikel Terkait Jodoh Kita :
Insert Picture Maa-Katyayani http://www.totalbhakti.com