Siapakah I Balian Putus ?
I Balian Putus tidak lain dan tidak bukan adalah I Buda Kacapi. I Buda Kacapi adalah seorang Balian yang amat sakti, yang di dalam lontar disebutkan bahwa dia; ati anta kasub kajana lumraha pria, pageh kukuhing sandi sakti, weruh ta kita ring sidi ngucap, weruh tegesing lara muang pati urip, satitah basa batita, weruh ring ngastawa sidi.
Mungkin I Buda Kacapi inilah Balian Usada yang ada pertama kali di dunia ini. Beliau mendapatkan kemampuan untuk mengobati orang sakit dari Dewa Siwa melalui perantaraan Sang Hyang Nini Dalem atau Ida Bhatara Dalem.
Balian I Buda Kacapi sangat termashur dan terkenal kondang pada jamannya, sehingga banyal menerima murid untuk belajar ilmu pengobatan kepadanya. Murid pertama yang beliau terima adalah Balian Kalimahosada dan Kalimahosadi. Adapula yang menulis kedua Balian itu dengan sebutan Balian Kalimosada dan Kalimosadi, yang berasal dari desa Lemah Tulis. Kedua Balian itu berguru kepada I Buda Kacapi, akibat kegagalannya mengobati orang sakit. Dalam lontar lain disebutkan bahwa murid Balian I Buda Kacapi adalah Balian I Warga Sari dan I Rangke Sari.
Beginilah ajaran, maka bersabdalah I Buda Kacapi yang bergelar I Balian Putus :
"Anakku, bila hendak memberi obat harus hati-hati dan jangan gegabah, peganglah roh si sakit. Lihatlah matanya, karena disitulah terlihat bayangan roh yang hitam atau putih, panas, dingin atau sebeha ( seeb=siram, beha= bae = bara api, artinya; bara aip yang disiram, tidak begitu panas ). Mati dan hidup seseorang dapat dilihat dari matanya. Jika tahu pasien akan meninggal, jangan memberikan obat. Bila kasihan kepada si sakit, berikan obat tetapi tanpa disertai mantra, agar tidak dikutuk oleh Sang Hyang Mantera ". Baca Kode Etik Balian klik disini.
I Balian Putus menguraikan ajarannya sebagai berikut;
" Ketahuilah anakku, Sang Hyang Tiga, yakni Brahma, Wisnu dan Iswara adalah sumber penyakit, Balian dan obat. Beliaulah yang mengadakan penyakit, menjadikan Balian serta membuat obat atau menjadi obat. Beliau pula yang menyebabkan adanya baik dan buruk di Bhuana Alit dan Bhuana Agung, di dalam diri manusia maupun di alam raya ".
Di Bhuana Agung Dewa Brahma berkedudukan di Selatan, Dewa Wisnu di Utara dan Dewa Iswara di Timur ( kadang-kadang Dewa Iswara disamakan dengan Dewa Siwa, yang berkedudukan di tengah-tengah ). Di dalam Bhuana Alit Dewa Brahma berada di hati, Dewa Wisnu di amperu (empedu) dan Dewa Iswara di jantung. Dewa Brahma bersifat panas, sesuai dengan api. Dewa Wisnu bersifat dingin (nyem, tis) sesuai dengan air. Dan Dewa Iswara bersifat sebeha atau dumelada (hangat) sesuai dengan udara. Warna ketiga Dewa ini adalah Brahma merah, Wisnu hitam dan Iswara putih, dengan akasara sakti ANG, UNG dan MANG.
Ketiga Dewa ini dapat mengadakan penyakit melalui murid-muridnya. Dewa Brahma melalui muridnya Bhagawan Empu Swaganda (Siwa Ganda) dan dianugrahkan lagi kepada Ki Bhuta Rarung, untuk menyebabkan penyakit panes ( panas ). Dewa Wisnu melalui muridnya Bhagawan Mercu Kunda, dan dianugrahkan lagi kepada Ki Bhuta Dengen, untuk menyebabkan penyakit nyem (dingin). dan Dewa Iswara melalui muridnya Bhagawan Kasyapa, yang dianugrahkan lagi kepada Ki Bhuta Breganjong, untuk menyebabkan penyakit sebeha (antara panas dan dingin). Jadi ada 3 (tiga) penyakit yakni panes, nyem dan sebeha. Menyadari datangnya kematian klik disini.
Demikian pula pbatnya ada 3 jenis, yakni anget (panas, hangat), tis (dingin) dan demelada (sedang antara panas dan dingin). Ditambah dengan 3 macam mantera, yaitu Brahma-japa, Wisnu-japa dan Iswara-japa. Ketiga macam obat dan mantera inilah yang dapat dipergunakan, sebagai obat untuk menyembuhkan ketiga penyakit tersebut. Dan Balian pun ada tiga macam, yakni Balian Lanang (maskulin), Balian Wadon (feminim) dan Balian Kedi (banci).
Selanjutnya anakku, pahamilah adanya Sang Hyang Tiga Suwari, ketiganya berwujud Siwa, yaitu Dewa Siwa, Dewa Sada Siwa dan Dewa Parama Siwa. Sang Hyang Parama Siwa memberikan anugrah kepada Dewa Brahma tentang Sastra Sanga, sehingga menjadi tajam pandangannya. Sang Hyang Sada Siwa memberikan anugrah kepada Dewa Wisnu, sehingga mampu menguasai Wija Aksara, terutama aksara Ongkara, untuk menguatkan tenaga. Dan Sang Hyang Siwa memberikan angrah-Nya kepada Dewa Iswara, tentang Katikelaning Genta Pinara Pitu, untuk menguatkan tekad dan jiwa.
Jika seorang Balian ingin memberikan jiwa kepada obatnya, maka Sang Hyang Tiga ini harus dijadikan satu. Caranya ialah dengan ngeregep atau bersemadhi. Tarik dan keluarkan napas secara perlahan-lahan melalui lubang hidung. Pikiran ditenangkan, jangan mendengarkan bunyi sekeliling dan mata dimeremkan, tidak boleh melihat ke kiri dan ke kanan, arahkan pandangan kepada ujung hidung. Setelah tercapai ketenangan, keluarkan Sang Hyang Mantera, dan kemudian akan diikuti oleh keluarnya Sang Hyang Tiga.
Ciri-ciri Sang Hyang Tiga ini telah keluar adalah terasa kemelut atau sesak di pangkal hidung, air mata meleleh keluar, badan terasa kosong, raga lelah, karena Sang Hyang Tiga telah keluar meninggalkan badan, bersama dengan Sang Hyang Mantera. Mantera ANG Brahma berjalan di lubang hidung kanan. Mantera UNG Wisnu berjalan di lubang hidung kiri. Dan Mantera MANG Iswara berjalan di tengah-tengah, di tungtunging ujung hidung. Mereka keluar bersama dengan Dewa Nawa Sanga dan Wija Aksara.
Tapel Celuluk |
Mungkin I Buda Kacapi inilah Balian Usada yang ada pertama kali di dunia ini. Beliau mendapatkan kemampuan untuk mengobati orang sakit dari Dewa Siwa melalui perantaraan Sang Hyang Nini Dalem atau Ida Bhatara Dalem.
Balian I Buda Kacapi sangat termashur dan terkenal kondang pada jamannya, sehingga banyal menerima murid untuk belajar ilmu pengobatan kepadanya. Murid pertama yang beliau terima adalah Balian Kalimahosada dan Kalimahosadi. Adapula yang menulis kedua Balian itu dengan sebutan Balian Kalimosada dan Kalimosadi, yang berasal dari desa Lemah Tulis. Kedua Balian itu berguru kepada I Buda Kacapi, akibat kegagalannya mengobati orang sakit. Dalam lontar lain disebutkan bahwa murid Balian I Buda Kacapi adalah Balian I Warga Sari dan I Rangke Sari.
Beginilah ajaran, maka bersabdalah I Buda Kacapi yang bergelar I Balian Putus :
"Anakku, bila hendak memberi obat harus hati-hati dan jangan gegabah, peganglah roh si sakit. Lihatlah matanya, karena disitulah terlihat bayangan roh yang hitam atau putih, panas, dingin atau sebeha ( seeb=siram, beha= bae = bara api, artinya; bara aip yang disiram, tidak begitu panas ). Mati dan hidup seseorang dapat dilihat dari matanya. Jika tahu pasien akan meninggal, jangan memberikan obat. Bila kasihan kepada si sakit, berikan obat tetapi tanpa disertai mantra, agar tidak dikutuk oleh Sang Hyang Mantera ". Baca Kode Etik Balian klik disini.
I Balian Putus menguraikan ajarannya sebagai berikut;
" Ketahuilah anakku, Sang Hyang Tiga, yakni Brahma, Wisnu dan Iswara adalah sumber penyakit, Balian dan obat. Beliaulah yang mengadakan penyakit, menjadikan Balian serta membuat obat atau menjadi obat. Beliau pula yang menyebabkan adanya baik dan buruk di Bhuana Alit dan Bhuana Agung, di dalam diri manusia maupun di alam raya ".
Di Bhuana Agung Dewa Brahma berkedudukan di Selatan, Dewa Wisnu di Utara dan Dewa Iswara di Timur ( kadang-kadang Dewa Iswara disamakan dengan Dewa Siwa, yang berkedudukan di tengah-tengah ). Di dalam Bhuana Alit Dewa Brahma berada di hati, Dewa Wisnu di amperu (empedu) dan Dewa Iswara di jantung. Dewa Brahma bersifat panas, sesuai dengan api. Dewa Wisnu bersifat dingin (nyem, tis) sesuai dengan air. Dan Dewa Iswara bersifat sebeha atau dumelada (hangat) sesuai dengan udara. Warna ketiga Dewa ini adalah Brahma merah, Wisnu hitam dan Iswara putih, dengan akasara sakti ANG, UNG dan MANG.
Ketiga Dewa ini dapat mengadakan penyakit melalui murid-muridnya. Dewa Brahma melalui muridnya Bhagawan Empu Swaganda (Siwa Ganda) dan dianugrahkan lagi kepada Ki Bhuta Rarung, untuk menyebabkan penyakit panes ( panas ). Dewa Wisnu melalui muridnya Bhagawan Mercu Kunda, dan dianugrahkan lagi kepada Ki Bhuta Dengen, untuk menyebabkan penyakit nyem (dingin). dan Dewa Iswara melalui muridnya Bhagawan Kasyapa, yang dianugrahkan lagi kepada Ki Bhuta Breganjong, untuk menyebabkan penyakit sebeha (antara panas dan dingin). Jadi ada 3 (tiga) penyakit yakni panes, nyem dan sebeha. Menyadari datangnya kematian klik disini.
Demikian pula pbatnya ada 3 jenis, yakni anget (panas, hangat), tis (dingin) dan demelada (sedang antara panas dan dingin). Ditambah dengan 3 macam mantera, yaitu Brahma-japa, Wisnu-japa dan Iswara-japa. Ketiga macam obat dan mantera inilah yang dapat dipergunakan, sebagai obat untuk menyembuhkan ketiga penyakit tersebut. Dan Balian pun ada tiga macam, yakni Balian Lanang (maskulin), Balian Wadon (feminim) dan Balian Kedi (banci).
Selanjutnya anakku, pahamilah adanya Sang Hyang Tiga Suwari, ketiganya berwujud Siwa, yaitu Dewa Siwa, Dewa Sada Siwa dan Dewa Parama Siwa. Sang Hyang Parama Siwa memberikan anugrah kepada Dewa Brahma tentang Sastra Sanga, sehingga menjadi tajam pandangannya. Sang Hyang Sada Siwa memberikan anugrah kepada Dewa Wisnu, sehingga mampu menguasai Wija Aksara, terutama aksara Ongkara, untuk menguatkan tenaga. Dan Sang Hyang Siwa memberikan angrah-Nya kepada Dewa Iswara, tentang Katikelaning Genta Pinara Pitu, untuk menguatkan tekad dan jiwa.
Jika seorang Balian ingin memberikan jiwa kepada obatnya, maka Sang Hyang Tiga ini harus dijadikan satu. Caranya ialah dengan ngeregep atau bersemadhi. Tarik dan keluarkan napas secara perlahan-lahan melalui lubang hidung. Pikiran ditenangkan, jangan mendengarkan bunyi sekeliling dan mata dimeremkan, tidak boleh melihat ke kiri dan ke kanan, arahkan pandangan kepada ujung hidung. Setelah tercapai ketenangan, keluarkan Sang Hyang Mantera, dan kemudian akan diikuti oleh keluarnya Sang Hyang Tiga.
Ciri-ciri Sang Hyang Tiga ini telah keluar adalah terasa kemelut atau sesak di pangkal hidung, air mata meleleh keluar, badan terasa kosong, raga lelah, karena Sang Hyang Tiga telah keluar meninggalkan badan, bersama dengan Sang Hyang Mantera. Mantera ANG Brahma berjalan di lubang hidung kanan. Mantera UNG Wisnu berjalan di lubang hidung kiri. Dan Mantera MANG Iswara berjalan di tengah-tengah, di tungtunging ujung hidung. Mereka keluar bersama dengan Dewa Nawa Sanga dan Wija Aksara.
Sang Hyang Tiga ini juga merupakan guru dari Bhatari Durga, Bhuta Kala Dengen, Pemala-pamali, dan berbagai penyakit lainnya. Sang Hyang Nini atau Ida Bhatara Dalem yang merupakan guru Bhatari Durga, berada pula di dalam Bhuana Alit, di dalam tubuh manusia. Tempat Beliau di bibir atas tepatnya dibawah ujung hidung. Bila Sang Hyang Nini ini bergerak ke atas ke tempat diantara kedua alis mata (selaning lelata), maka Beliau berfungsi menjadi Balian.
Balian Wadon (feminim) bertempat di siksikkan ( antara puser dan kemaluan ) dapat ngelukat (menyembuhkan) penyakit panes (panas). Balian Lanang (maskulin) bertempat di balung (tulang) dapat ngelukat (menyembuhkan) penyakit nyem (dingin). Balian Kedi (banci) bertempat di Siwadwara (ubun-ubun) dapat ngelukat (menyembuhkan) penyakit sebeha atau penyakit lainnya.
Ada juga penyakit yang sulit ditolong. Bila si sakit menangis tidak ada hentinya. Perhatikanlah bunyi tangisnya. Bila suara tangisnya agak goro (besar) disertai badag (gawung), ini adalah penyakit yang mempunyai kemungkinan hidup dan mati. Tanyakanlah sejak kapan dia menderita penyakit seperti ini. Jika sudah sejak 10 hari yang lalu, maka dia akan mati. Kalau dalam 20 hari dia masih hidup, maka dia boleh ditolong.
Bagaimana cara mengetahui kalau seseorang itu sakit akibat kena pepasangan atau desti guru ? Demikian Balian Kalimosada dan Kalimosadi bertanya kepada gurunya.
I Balian Putus menjawab:" Ada banyak tanda yang diperhatikan oleh orang yang terkena desti. Ada yang tenaganya (bayu) kecil, jalan sebentar sudah capai, badan kurus. Ada pula dengan segala bayu amancur ajeg (keluar tenaga tetap), tetapi pikirannya tidak menentu, kaki panas dan uyang, tidak dapat tidur. Kalau bayunya terpancar (mesrambyagan) serta pegat-pegat (terputus-putus), badan lemah, merupakan gejala terkena leak. Kalau bayu runtag serta amancur dan kebiah-kebiuh, tandanya diserang penyakit tiwang. Kalau bayunya terasa tipis di kulit, badan terasa sakit, merupakan penyakit akibat kena pepasangan. Apalagi bayunya kecil, kencang, gemetaran, tangan dan kaki lemah, merupakan ciri khas penyakit terkena pepasangan rarajahan.
Dan selain daripada itu anakku, perlu juga diketahui adanya Sang Hyang Purusha-Pradana. Pradana adalah Brahma dan Purusha adalah Wisnu. Keduanya berupa ageni dan banyu, api dan air di dalam Bhuana Alit dan Bhuana Agung, dalam diri manusia dan dalam alam semesta. Purusha adalah Atman, suksma sarira, sedangkan Pradana adalah badan wadag, raga sarira. Keduanya harus bersatu agar mahluk dapat hidup. Dalam kehidupan di sekala (kenyataan, dibunia ini), Sang Hyang Atma di dalam tubuh manusia berwujud Bayu (energi vitas, kekuatan hidup), Sabda (suara) dan Idep (pikiran).
Bayu berarti loba, sabda bermakna moha (bingung) dan idep itu murka. Itulah sebabnya manusia disebut Sang Hyang Kawitan dari loba moha dan murka. Dan jika mati akan tenggelam di Walukarnawa lautan racun. Karena itu semasa hidup hendaklah selalu astiti bhakti kepada Sang Hyang Widhi. Selalu melakukan dharma agama, sehingga nantinya tidak akan menjalani punarbhawa, reinkarnasi atau manumitis. Karena telah senang bersama Sang Hyang Pramesti Guru Tunggal. Dia telah berada di sorga, tidak berada di walukarnawa, kawah neraka.
Jangankan para Dewa anakku, Sang Hyang Panca Mahabhuta pun amat senang jika umat manusia selalu menghaturkan sembah bhakti. Beliau tahu bahwa Sang Hyang Widhi sebenarnya berada di tungtunging sembah di dalam hati yang paling dalam dari sembah bhakti.
Sang Hyang Ongkara selalu memancarkan sinarnya berupa Sang Hyang Swetakamala (kumala putih, permata putih). Sinar ini terus tembus ke Acintya Loka (bunia atau tempat yang tak dapat dibayangkan), yang dapat menyadarkan para Dewa, sehingga meninggalkan Tirtha Kamandalu, diikuti oleh para Resi, Bhuta, Kala untuk merebut Amertha yang berada didalam sembah, karena di sanaah berada Sang Hyang Ongkara. Sembah bhakti itu berbadan atau bersarira dua, yaitu Banyu Mahapawitra dan Tirtha Kamandalu. Sang Hyang Tirtha Kamandalu inilah yang menyatukan sembah, oleh karena itu disebut Sang Hyang Tunggal.
Karena itu, pahamilah dengan seksama anakku, inilah ajaran tentang mati dan hidup, pati lawan urip. Ketika sedang melakukan bhakti, Sang Hyang Sukma berawak lanang (jantan), Sang Hyang Sarira (awak sekala) adalah wadon ( betina). Sang Hyang Sukma awak niskala berjaga, dan Sang Hyang Sarira (awak sekala) tidur. Bila tidak menghaturkan bhakti, terjadi sebaliknya. Sang Hyang Sarira jantan dan Sang Hyang Sukma betina, Sang Hyang Sukma tidur dan Sang Hyang Sarira jaga.
Silakan baca Bimbinglah dari kematian klik disini
Ini berarti bahwa manusia harus selalu berbhakti, senantiasa berada dalam keadaan berbhakti kepada Sang Hyang Widhi. Selalu ingat kepada Dia, dalam segala aktivitas kehidupan, agar Sang Hyang Sukma atau jiwa kita selalu jaga, selalu waspada serta berawak lanang. Jika manusia selama hidupnya terus melakukan dharma, maka dia akan terbebas dari neraka. Bila tidak demikian maka dia akan menemui duka, sakit dan sengsara. Manusia yang tidak berbhakti jiwanya tidur, hanya raganya yang jaga. Berbuat tanpa diatur oleh manah, tidak pernah berpikir, atau tidak menggunakan pikirannya dengan benar. Dia seakan-akan mati. Mati Sukma. Dalam bahasa awam disebut manusia tanpa otak, seperti binatang yang berbadan manusia.
Oleh sebab itu anakku, barang siapa yang selalu memuja terhadap Sang Hyang Aji Saraswati karena Dia lahir (utpati), tumbuh-kembang (sthiti) dan mati (pralina) setiap hari, merupakan prilaku manusia yang bhakti terhadap gurunya, Sang Hyang Aji Sabda Tunggal, dan selalu memperhatikan Sang Hyang Pertiwi Jati. Maka jika dia mati, atmanya akan dianggap anak oleh Sang Hyang Kalawasan.
Dan bila sembah ini dilakukan secara tetap setiap hari, maka akan ketemu rasa ning tanpawak, rasa tanpa raga, karena semua regeding sarira, kekotoran tubuh telah hilang, diganti oleh Sukma Yang Suci. Idep (pikiran) harus selalu dikendalikan selama hidup. Jika mampu mengendalikan pikiran (idep), maka dia akan menjadi manusia utamaning utama. Bila selalu astiti Bhakti kepada Sang Hyang Tunggal, maka sepanjang hidupnya akan mendapatkan kebahagiaan.
Nah sekarang, kembali kepada usada anakku, sebagai usada maka bayu adalah usada Pustaka Cemeng (kitab hitam) disebut Kalimo Sada. Sabda adalah usada Pustaka Petak (kitab putih) bernama Kalimo Sadi. Dan Idep adalah usada Pustaka Suci (kitab suci) dijuluki Usada Sari.
Bila seorang Balian telah mendapat anugerah dari Sang Hyang Widhi, karena tekun melakukan tapa brata yoga samadhi, maka akan mampu menggunakan Bayu-Sabda-Idep ini dalam pengobatan, keampuhannya jangan ditanya, nanging pomo aja wera !
Dan, ingat-ingatlah anakku, bahwa Pustaka Cemeng yang keluar dari bayu, bernama Kalimosada menjadi pangurip Atma. Pustaka Putih yang keluar dari Sabda, disebut Kalimosadi, menjadi pangurip sarira. Dan Pustaka Suci yang keluar dari Idep, dijuluki Usada Sari, menjadi pangurip angen-angen dan pangurip rasa (angen=hati, perasaan kasihan, angen-angen= cita-cita, kemauan). Rasa inilah sebenarnya pangurip (menghidupkan) semuanya, Bayu-Sabda-Idep, jika tidak kemasukan rasa, tidak akan urip, tidak akan hidup alias mati.
Usada tiga tersebut, dinamakan pula Pamateluning Adnyana. Pama berarti luwih, baik, luhur. Telu adalah tiga, dan Adnyana bermakna Idep, pikiran. Ketiganya merupakan Idep atau pikiran yang baik dan luhur, terdiri dari Bayu, Sabda dan Idep.
Usada itu dinamai Kalima Usada adalah kerena ada dua hal penyebab yakni rasa dan angen-angen. Rasa merupakan perwujudan dari Usada, dan Angen-angen merupakan isi dari Usada. ereka disebut pula dengan Ongkara Mulya, Ongkara yang maha luhur, yang merupakan asal dari hidup dan mati.
Asal dari obat adalah sama dengan penyakit, yang keberadaannya selalu berlawanan, bertempur. Penyakit merupakan wujud aturu (tidur) dan tamba (obat) merupakan wujud atangi (jaga). Keduanya mempunyai kekuatan yang seimbang.
Barang siapa yang tahu tentang keadaan antara tidur dengan jaga tahu tentang kesesuaian antara agering (sakit) dengan tamba (obat), maka dia adalah Balian Adikara Paramarta. Adi berarti luhur, kara bermakna pangaskara Weda, berpengetahuan kitab suci Weda. Para adalah tahu jalan ke niskala, dan marta ialah mendapat wahyu, kepandaian. Balian seperti ini adalah Balian yang tahu tentang Kastagina atau Manik Astagina, sudah pasti Sakti Mandraguna. Maka dialah I Balian Putus. Mengertilah engkau anakku". Demikian I Balian Putus menutup ajarannya.
Sumber bacaan" " Dokter Bali Spesialis Penyakit Leak - I Balian Putus Mengobati Tanpa Obat Menyembuhkan Tanpa Kambuh " oleh Mangku Alit Pekandelan Drs. I Wayan Yendra.
Ini berarti bahwa manusia harus selalu berbhakti, senantiasa berada dalam keadaan berbhakti kepada Sang Hyang Widhi. Selalu ingat kepada Dia, dalam segala aktivitas kehidupan, agar Sang Hyang Sukma atau jiwa kita selalu jaga, selalu waspada serta berawak lanang. Jika manusia selama hidupnya terus melakukan dharma, maka dia akan terbebas dari neraka. Bila tidak demikian maka dia akan menemui duka, sakit dan sengsara. Manusia yang tidak berbhakti jiwanya tidur, hanya raganya yang jaga. Berbuat tanpa diatur oleh manah, tidak pernah berpikir, atau tidak menggunakan pikirannya dengan benar. Dia seakan-akan mati. Mati Sukma. Dalam bahasa awam disebut manusia tanpa otak, seperti binatang yang berbadan manusia.
Oleh sebab itu anakku, barang siapa yang selalu memuja terhadap Sang Hyang Aji Saraswati karena Dia lahir (utpati), tumbuh-kembang (sthiti) dan mati (pralina) setiap hari, merupakan prilaku manusia yang bhakti terhadap gurunya, Sang Hyang Aji Sabda Tunggal, dan selalu memperhatikan Sang Hyang Pertiwi Jati. Maka jika dia mati, atmanya akan dianggap anak oleh Sang Hyang Kalawasan.
Dan bila sembah ini dilakukan secara tetap setiap hari, maka akan ketemu rasa ning tanpawak, rasa tanpa raga, karena semua regeding sarira, kekotoran tubuh telah hilang, diganti oleh Sukma Yang Suci. Idep (pikiran) harus selalu dikendalikan selama hidup. Jika mampu mengendalikan pikiran (idep), maka dia akan menjadi manusia utamaning utama. Bila selalu astiti Bhakti kepada Sang Hyang Tunggal, maka sepanjang hidupnya akan mendapatkan kebahagiaan.
Nah sekarang, kembali kepada usada anakku, sebagai usada maka bayu adalah usada Pustaka Cemeng (kitab hitam) disebut Kalimo Sada. Sabda adalah usada Pustaka Petak (kitab putih) bernama Kalimo Sadi. Dan Idep adalah usada Pustaka Suci (kitab suci) dijuluki Usada Sari.
Bila seorang Balian telah mendapat anugerah dari Sang Hyang Widhi, karena tekun melakukan tapa brata yoga samadhi, maka akan mampu menggunakan Bayu-Sabda-Idep ini dalam pengobatan, keampuhannya jangan ditanya, nanging pomo aja wera !
Dan, ingat-ingatlah anakku, bahwa Pustaka Cemeng yang keluar dari bayu, bernama Kalimosada menjadi pangurip Atma. Pustaka Putih yang keluar dari Sabda, disebut Kalimosadi, menjadi pangurip sarira. Dan Pustaka Suci yang keluar dari Idep, dijuluki Usada Sari, menjadi pangurip angen-angen dan pangurip rasa (angen=hati, perasaan kasihan, angen-angen= cita-cita, kemauan). Rasa inilah sebenarnya pangurip (menghidupkan) semuanya, Bayu-Sabda-Idep, jika tidak kemasukan rasa, tidak akan urip, tidak akan hidup alias mati.
Usada tiga tersebut, dinamakan pula Pamateluning Adnyana. Pama berarti luwih, baik, luhur. Telu adalah tiga, dan Adnyana bermakna Idep, pikiran. Ketiganya merupakan Idep atau pikiran yang baik dan luhur, terdiri dari Bayu, Sabda dan Idep.
Usada itu dinamai Kalima Usada adalah kerena ada dua hal penyebab yakni rasa dan angen-angen. Rasa merupakan perwujudan dari Usada, dan Angen-angen merupakan isi dari Usada. ereka disebut pula dengan Ongkara Mulya, Ongkara yang maha luhur, yang merupakan asal dari hidup dan mati.
Asal dari obat adalah sama dengan penyakit, yang keberadaannya selalu berlawanan, bertempur. Penyakit merupakan wujud aturu (tidur) dan tamba (obat) merupakan wujud atangi (jaga). Keduanya mempunyai kekuatan yang seimbang.
Barang siapa yang tahu tentang keadaan antara tidur dengan jaga tahu tentang kesesuaian antara agering (sakit) dengan tamba (obat), maka dia adalah Balian Adikara Paramarta. Adi berarti luhur, kara bermakna pangaskara Weda, berpengetahuan kitab suci Weda. Para adalah tahu jalan ke niskala, dan marta ialah mendapat wahyu, kepandaian. Balian seperti ini adalah Balian yang tahu tentang Kastagina atau Manik Astagina, sudah pasti Sakti Mandraguna. Maka dialah I Balian Putus. Mengertilah engkau anakku". Demikian I Balian Putus menutup ajarannya.
Sumber bacaan" " Dokter Bali Spesialis Penyakit Leak - I Balian Putus Mengobati Tanpa Obat Menyembuhkan Tanpa Kambuh " oleh Mangku Alit Pekandelan Drs. I Wayan Yendra.
sangat bermanfaat sobatku ... :)
BalasHapus