Jumat, 29 November 2013

Epos Mahabharata : Kematian Jayadrata

Wayang Kulit Jayadrata
JAYADRATA
Kata Duryudana; "Karna, sekarang adalah saat-saat yang sangat menentukan. Jika malam tiba dan Jayadrata masih tetap hidup, Arjuna akan malu besar. Dia akan bunuh didi karena tidak bisa memenuhi sumpahnya. Kematian Arjuna sama saja dengan kehancuran Pandawa. Kerajaan ini mutalk akan menjadi milik kita. Dananjaya mengucapkan sumpah yang mustahil ketika pikirannya masih kalut. Takdir telah menentukan Arjuna hancur di tangannya sendiri. Rupanya hari ini bintangku sedang bersinar terang. 

Kita harus memanfaatkan kesempatan ini sebaik-baiknya. Segalanya sekarang ada di tanganmu. Buktikan kesanggupanmu hari ini. Lihatlah, matahari sudah condong ke barat. Tidak lama lagi malam akan turun menyelimuti bumi, aku yakin Partha tidak akan bisa mencapai Jayadrata. Kau, Aswatama, Salya, Kripa dan aku sendiri harus melindungi Jayadrata. Kita harus melakukan semua yang kita bisa untuk memastikan Jayadrata tidak jatuh ke tangan Arjuna selama beberaoa saat sebelum matahari terbenam"

Jawab Karna: "Tuanku Raja, sekujur badanku penuh luka karena Bima. Badanku sudah sangat kepayahan hingga sulit untuk bergerak. Meskipun demikian, aku akan kerahkan semua tenaga yang tersisa untuk menjalankan titahmu. Aku akan lakukan perintahmu"

Sementara Duryudana dan Karna merancang pertahanan Kurawa, Arjuna terus menyerang. Dia kerahkan semua kemampuan menjebol pertahanan pasukan Kurawa.


Krishna meniup Panchajanya untuk memanggil sais keretanya, Daruka. Ketika Daruka tiba, Satyaki langsung naik kereta dan langsung menyerang Karna. Memang, Satyaki ditugaskan untuk membuat perhatian Karna teralih dari Jayadrata.

Kemampuan Daruka mengendalikan kereta dan ketangkasan Satyaki menggunakan panah membuat para dewa turun dari kahyangan untuk menyaksikan jalannya pertarungan. Keempat kuda yang menarik kereta Karna berhasil dilumpuhkan, demikian pula dengan sais keretanya. Panji-panji dan kereta Karna dihancurkan. Terpaksa Karna melompat ke kereta Duryudana. Sanjaya yang mengisahkan pertarungan itu kepada Destarata mengatakan demikian: "Hanya Partha dan Krishna yang bisa mengimbangi ketangkasan memanah Satyaki!"


Arjuna menerjang pasukan Kurawa dan berhasil mendekati Jayadrata. Pikirannya penuh dengan bayangan kematian Abimanyu dan kejahatan-kejahatan yang dilakukan para Kurawa. Arjuna terus menerjang maju. Seperti Sawyasasin, dia lepaskan hujan anak panah ke arah pasukan Kurawa. Pasukan Kurawa kacau balau melihat keganasan Arjuna yang seperti dewa kematian turun ke medan perang.

Hanya pengarang Mahabharata sendiri yang bisa menggambarkan kedahsyatan pertarungan antara Arjuna dengan Aswatama dan para kesatria besar lain yang melindungi raja Sindhu. Mereka berusaha keras menahan Arjuna tapi akhirnya mereka terpukul mundur.

Maka, dimulaikan serangan pada Jayadrata. Pertarungan seru itu berlangsung lama. Mereka yang bertempur sebentar-bentar melihat ke arah barat, karena saat itu hari sudah hampir berakhir. Saindhawa bukanlah lawan sembarangan. Arjuna harus mengerahkan seluruh kemampuan. Matahari mulai tenggelam di balik cakrawala. Langit menjadi merah. Meskipun demikian pertempuran terus berlangsung.

Kata Duryudana dengan gembira: "Sebentar lagi hari akan menjadi gelap. Tampaknya Jayadrata selamat dan Arjuna gagal memenuhi sumpahnya. Arjuna pasti malu besar."

Tiba-tiba langit menjadi gelap. Terdengar seruan dari sana-sini : "Matahari sudah terbenam. Jayadrata masih hidup. Arjuna gagal memenuhi sumpahnya!" Para Pandawa menunduk sedih. Sementara itu, pasukan Kurawa bersorak-sorai.


Jayadrata melihat ke cakrawala barat dan pikirnya" "Aku selamat!" Ia tidak melihat bahwa matahari belum terbenam. Pikirnya batasan wakttu yang ditetapkan Arjuna telah lewat.

Namun demikian, saat itu Krishna berkata kepada Arjuna: "Dananjaya, Raja Sindhu sedang melihat ke cakrawala. Akulah yang menyebabkan kegelapan ini. Matahari masih di atas sana. Lakukan apa yang harus kau lakukan. Sekaranglah saatnya. Mumpung Jayadrata tidak ada yang menjaga."

Sebatang anak panah melesat dari Gandewa dan menyambar kepala Jayadrata seperti burung elang menyambut anak ayam.
Seru Krishna: "Arjuna, lepaskan anak panahmu secara berurutan sehingga kepala Jayadrata tidak jatuh ke tanah dan jatuh di pangkuan Wridakshastra."
Dan Arjuna melontarkan panah-panahnya sehingga kepala itu tidak jatuh ke tanah. Lontaran panah Arjuna sambung menyambung membawa kepala itu.
Waktu itu, Wridakshastra sedang khusuk bersemadi. Raja tua itu selesai bermeditasi ketika kepala itu jatuh terguling didepannya. Dan, akibat kutukan yang dulu dia lontarkan, kepala raja tua itu sendiri yang meledak berkeping-keping. Jayadrata dan ayahnya tewas pada hari yang sama.

Kesawa, Dananjaya, Bima, Satyaki, Yudhamanyu, dan Uttamaujas meniup terompet kerang mereka. Dharmaraja yang mendengar suara terompet mereka tahu bahwa Arjuna berhasil memenuhi sumpahnya. Jayadrata telah tewas. Kemudian, Yudhistira memimpin pasukannya untuk menyerang Durna. Waktu itu hari sudah gelap, tapi pertempuran hari keempat belas terus berlanjut. Kedua belah pihak mengabaikan aturan bahwa perang mesti berakhir pada akhir hari. Seiring dengan menggelegaknya nafsu dan amarah, satu demi satu aturan yang mesti dihormati dilanggar.

Sumber buku Mahabharata dan Ramayana Kitab Epos Terbesar Sepanjang Masa oleh C. Rajagopalachari. (RANBB)


Rabu, 20 November 2013

Pahlawan Pulau Dewata

Perang Bali
"Kalau pelurumu habis, gunakan bayonetmu! Kalau bayonetmu patah, gunakan tanganmu untuk memukul! Kalau tanganmu patah, gunakan gigimu untuk menggigit! Dan kalau gigimu patah, gunakan matamu untuk mematahkan semangat musuh !"

Sebuah buku Perang Bali Sebuah Kisah Nyata yang ditulis oleh I Gusti Ngurah Pindha, beliau adalah seorang prajurit muda yang mengiringi I Gusti Ngurah Rai dalam perang gerilya mempertahankan tanah Bali dari pendudukan Belanda di awal kemerdekaan. I Gusti Ngurah Pindha lahir di Denpasar 1924, beliau menjadi anggota Kesatuan Resimen Sunda Kecil di bawah pimpinan I Gusti Ngurah Rai.

Secara umum masyarakat Bali dewasa ini  mengenal I Gusti Ngurah Rai sebagai pemimpin perjuangan, namun rekan-rekan seperjuangan I Gusti Ngurah Rai perlu pula kita ketahui. Pejuang-pejuang Bali yang tidak kalah penting perannya dalam mempertahankan kemerdekaan, harus kita ketahui baik. 

Disebutkan dalam buku Perang Bali karya I Gusti Ngurah Pindha ini ada I Gusti Putu Wisnu, Pak Wisnu ini diangkat menjadi Komandan Batalyon I TKR (Tentara Keamanan Rakyat) Sunda Kecil. Ada Sugeriwa pemimpin pasukan Beruang Hitam yang bertempur di Blahkiuh, I Nyoman Sueca Atmanadi dan Tiaga yang memimpin perjuangan di Singapadu dan Kutri (Gianyar). Pemimpin-pemimpin perjuangan antara lain (rare-angon tidak menulis pangkat) ; I Nyoman Sayan, I Gusti Ngurah Bagus Sugianyar, Ida Bagus Japa, I Nyoman Suraja, I Made Pugeg, I Gusti Ngurah Agung Kusumayudha, I Ketut Dangga, I Nyoman Sarja, I Gusti Made Oka, I Nyoman Dhiasa, I Ketut Jedog, I Ketut Kandel, I Made Sueta, I Wayan Rendah, I Gede Deger, I Gusti Putu Tiaga, I Wayan Sukerta, I Made Sukri dan I Gusti Ngurah Pindha. 


Tidak kalah penting perjuangan Perang Bali yang dipimpin oleh I Gusti Ngrah Rai ini adalah peran dari unsur pemuda seperti I Made Wijayakusuma, I Made Regog, Ida Bagus Ngurah, I Gusti Ketut Suji, I Made Kerti, I Wayan Likes, I Made Mega, I Wayan Rana, I Made Wena, I Made Mardia, I Made Dama, I Gede Pik, dan I Made Kara. 

Pertempuran atau peperangan dalam mempertahankan kemerdekaan terjadi di seluruh pelosok pulau Bali, seperti pertempuran Tanah Aron, pertempuran Pesagi, pertempuran Sekumpul, pertempuran di Batukaang, dan tentunya pertempuran di desa Marga, yang dikenal sebagai Puputan Margarana.

Pertempuran di desa Marga dengan pasukan Ciung Wanara yang dipimpin I Gusti Ngurah Rai, tidak terjadi dalam satu hari, namun puncak pertempuran 20 November 1946 setelah gugurnya Kapten Sugianyar, Pak Rai menjadi sangat murka dan berpesan kepada anak buahnya supaya menuntut balas sampai titik darah penghabisan. Pasukan Ciung Wanara bergerak maju sambil berteriak, "Puputan! Puputan! Puputan!"

Buku Perang Bali setebal 450 halaman ini sangat penting dibaca oleh kita, agar kita mengetahui sejarah perjuangan para pahlawan. Tentunya buku-buku lain dari pelaku sejarah sangat dibutuhkan oleh generasi bangsa ini. Artikel singkat dalam blog Rare Angon ini tentunya tidak dapat mewakili secara keseluruhan isi buku Perang Bali karya I Gusti Ngurah Pindha (pelaku sejarah) perjuangan rakyat Bali. Marilah membaca buku Perang Bali, agar informasi semakin jelas. (RANBB)

Minggu, 17 November 2013

Dharma Wacana : Hubungan Keluarga Berdasarkan Pravara

Agama dan Politik
Kata Pravara dalam bahasa Sanskerta artinya yang paling diutamakan. Kata 'Vara' artinya yang terutama atau yang paling terkemuka. Dalam pergaulan sehari-hari sering kita mendengar istilah Warga Waisnawa, Warga Siwa atau Siwa Paksa, Budha Paksa, atau para Sakta, Sampradaya dan seterusnya. Itu artinya menggambarkan kewarganegaraan berdasarkan nama Tuhan yang paling utama dipuja. 

Dalam kitab Rgveda sudah sangat jelas dinyatakan bahwa Tuhan itu Esa namun sebutan yang diberikan oleh para Rsi yang berbeda-beda. Sebutan atau nama itu diberikan oleh para Vipra atau orang suci. Tuhan itu memiliki ribuan nama atau disebut Sahasra nama. Untuk memuja Tuhan umat dapat memilih nama Tuhan yang paling sesuai dengan selera rohaninya. 

Nama yang manapun digunakan untuk memuja Tuhan itu asalkan pemujaan berdasarkan konsep pemujaan kepada Tuhan hal itu tidak ada bedanya. Tuhan itu Maha Sempurna manusia tidak berhak memberikan hanya satu sebutan dan melarang orang lain menyebutkan Tuhan yang Esa itu dengan sebutan yang lain. Umat yang memuja Tuhan dengan nama Sri Krsna tentunya boleh saja. Tentunya mereka tidak berhak melarang orang lain memuja Tuhan dengan nama Dewa Siwa atau Dewa Wisnu. Demikian juga sebaliknya.

Dari sinilah muncul ada sekelompok orang yang menyembah Tuhan dengan nama Siwa atau yang menyembah Tuhan dengan nama Wisnu, Brahma atau Krsna, Rudra, Parwati dan lain-lain. Proses inilah yang melahirkan keluarga berdasarkan kesamaan yang dipuja. Jadi Pravara adalah penguyuban ikatan kewargaan berdasarkan kesamaan yang dipujanya.

Hindu mengenal adanya kebebasan memuja. Yang penting tujuannya menuju jalan Tuhan Yang Maha Esa. Nama Tuhan yang berbeda-beda itu hanyalah jalan yang berbeda dengan tujuan yang sama yakni berbhakti pada Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Kuasa. Ajaran Hindu yang maha luhur ini sangat berbeda dengan kesamenisme. Baca tentang Kesamenisme daan Ajeg Bali.


Kalau konsep Pravara ini benar-benar dipahami dengan baik maka tidak ada yang perlu dipertentangkan mengenai perbedaan pilihan nama Tuhan itu. Dalam umat Hindu sendiri terdapat Pravara yang mayoritas dan minoritas. Janganlah karena merasa mayoritas lalu yang lain dianggap aliran sesat. Sikap yang tidak loyal pada perbedaan itu bukanlah ciri penganut Hindu yang baik. 
Sumber bacaan buku Mengapa Bali disebut Bali oleh Kt. Wiana. (RANBB)

Insert Photo : Agama dan Politik, semoga umat Hindu di Bali tetap bersatu seperti ajaran luhur kita konsep Pravara, dimana walaupun "Pravara" politik kita berbeda-beda tetapi tujuan utamanya adalah satu, mensejahterakan rakyat Bali. Awighnamastu.

Senin, 11 November 2013

Kehidupan Cinta Orang Bali

uang kepeng cina dewi bulan
Pis Bolong Bulan
Pis Arjuna lan Pis Bulan. Romantisme hanya subur di mana batas-batas tradisional bagi hubungan alamiah dan bebas antara lelaki dan perempuan paling kuat. Akibatnya, orang Bali yang praktis dan tidak dikekang di dalam cinta tidak mengidolakan perempuan yang didambakan, tetapi dia langsung menuju ke persoalan. Bilamana dia merasa tertarik dengan kuat oleh seorang gadis, dia tidak berpura-pura mempunyai minat platonis atau persaudaraan dan harus memuncakkan hasratnya dengan tidur dengannya. Sebuah permohonan langsung menyusun pernyataan cintanya "Kamu mau ? (kayun, nyak?)". Satu-satunya kata di dalam bahasa Bali untuk "cinta" kayun, suka, demen, nyak bermakna "hasrat", "untuk menyukai" dan "untuk menghendaki", sementara istilah-istilah yang lebih keras seperti lulut dan tresna mempunyai konotasi tidak sah, seperti dalam perzinahan (mamitra).


Bilamana sang lelaki diterima, percintaan mungkin dikembangkan ke dalam keterikatan yang pada kebanyakan kasus mengarah pada pernikahan. Tidak jarang pasangan tersebut hidup bersama - gendak - sebelum pernikahan, walaupun tidak benar-benar dosa, sebab gendak diijinkan sebagai pernikahan percobaan, belum disahkan di depan khalayak ramai dan di depan dewa-dewa. 
Sikap ini harus tidak ditafsirkan sebagai satu persetubuhan dengan siapa saja, orang Bali suka kawin muda, dan seorang lelaki setelah cinta biasanya pernikahan kelihatan.



Orang-orang yang malu yang mengejar sukses di dalam cinta bisa atau mungkin menggunakan pelayanan dari mak comblang profesional (ceti) atau menggunakan dukun untuk membuat seorang gadis yang enggan mau. Untuk tampil cantik di mata seorang yang dikehendaki, jimat-jimat dipakai, paling sering cakram perunggu dari Jawa Kuno dengan sebuah lubang di tengahnya seperti uang logam Cina, yang dibawa di dalam ikat pinggang.


Yang digunakan oleh lelaki Uang Kepeng Arjuna (pipis Arjuna) mempunyai sebuah gambar di dalam cukilan dari Arjuna pahlawan setengah dewa yang romantis, sementara jimat yang digunakan oleh perempuan  adalah apa yang disebut "mata uang logam bulan" (pipis bulan).

Dalam kasus-kasus yang lebih sulit seorang yang tergila-gila mempunyai jalan lain pada magis cinta yang kuat (guna pengasih-asih), mantera yang mirip macam-macam magis rahasia yang  terdiri atas sebuah daray tarik / pesona (serana) dan rumus yang diucapkan (mantra). Pesona yang khas adalah kelapa kembar atau pisang kembar, bahkan lebih ampuh adalah air liur ular, air mata anak-anak, minyak dari kelapa yang sudah diseret berkeliling oleh seorang bocah, atau yang berasal dari batang kelapa yang dibawahnya seorang wanita hamil duduk. "Jaring sutera" ( i jarring sutra ), "ular merangkak" ( i naga bilad ) dan "tangis terus menerus" ( i tungtung tangis ) adalah diantara nama-nama rumus untuk memperoleh gadis yang sulit.

Sumber bacaan buku Pulau Bali Temuan yang Menakjubkan oleh Miquel Covarrubias. Perlu Rare Angon sampaikan bahwasannya inilah budaya yang pernah ada di pulau Bali, apakah saat ini masih ada? Tentunya jaman telah berubah, mungkin Pis Arjuna sudah digantikan oleh mobil mewah, atau Pis Bulan telah digantikan oleh kecantikan yang alami. (RANBB)
insert picture http://piswayang.blogspot.com/p/pis-bolong-dewi-bulan.html

Jumat, 08 November 2013

4 Catur Dalam Agama Hindu

4 Hal dalam agama Hindu
Catur Bali
Bangsa Indonesia mengenal istilah 4 (empat) Pilar yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 45), Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Bhinneka Tunggal Ika. 
 
Dalam Agama Hindu 4 (empat) adalah Catur / Cadu, dapat dikatakan Empat Pilar dalam Agama Hindu  atau Catur dalam Agama Hindu atau empat hal utama dalam Agama Hindu adalah sebagai berikut :

Catur Asrama, Empat (4) tahapan hidup manusia menurut Agama Hindu, yaitu :
  1. Brahmacari Asrama ; Masa menuntut ilmu pengetahuan
  2. Grihasta Asrama ; Masa hidup berumah tangga
  3. Wanaprastha Asrama ; Masa hidup mengasingkan diri di hutan untuk ketenangan lahir dan bathin, belajar ilmu agama. (disesuaikan dengan keadaan jaman)
  4. Biksuka / Sanyasin ; Masa hidup mengelana mengamalkan ilmu suci.
Catur Abhawa, Empat (4) macam ketiadaan, dapat diterangkan sebagai berikut :
  1. Pragabhawa ; Ketiadaan dari suatu benda sebelum benda itu diproduksi. Misalnya tidak ada periuk sebelum periuk itu diproduksi oleh tukang periuk.
  2. Dhwamsabhawa ; Ketiadaan setelah dihancurkan. Misalnya tidak akan ada periuk sesudah periuk itu dihancurkan, karena dalam pecahan itu tidak ada periuk.
  3. Athyantabhawa ; Selama-lamanya tidak terdapat sesuatu pada suatu benda baik dari dulu maupun pada waktu kini. Misalnya tidak terdapat warna pada udara atau udara tidak berwarna sejak dulu.
  4. Anyonyabhawa ; Perbedaan suatu benda antara benda-benda lain diantaranya kedua sifat tersebut tidak ada persamaan. Misalnya Guci dengan pakaian, Guci bukanlah pakaian itu bukanlah Guci.
Catur Arya Satyani, Empat kejujuran yang utama. Kalau kejujuran yang utama kita gunakan sebagai landasan menghayati sesuatu maka terdapatlah :
  1. Bahwa kesengsaraan itu memang ada
  2. Bahwa kesengsaraan itu ada sebabnya
  3. Bahwa kesengsaraan itu bisa dibuktikan
  4. Bahwa kesensaraan itu ada jalan untuk membuktikannya.
Catur Angga, 4 (empat) badan. Dimaksudkan ada empat macam sarana yang diperlukan dalam mencapau tujuan, yaitu :
  1. Bala ; Rakyat
  2. Koca (baca; Kosa) ; Perbekalan
  3. Wahanam ; Kendaraan / alat angkut
  4. Astra ; Senjata
Catur Bhojana, empat (4) macam makanan. Dalam Yadnya ada disebut empat macam makanan, yaitu :
  1. Ajuman ; Persembahan untuk para Dewa-Dewa.
  2. Sodaan ; Persembahan untuk para arwah
  3. Caru ; Persembahan untuk Bhuta dan Kala. Klik disini.
  4. Tarpana ; Persembahan untuk para Pitara
Catur Bhuta, Ada empat (4) unsur yang bersifat abstrak yang bisa mendatangkan kesulitan atau kebahagiaan, tergantung dari sikap kita. Ke empat hal itu adalah :
  1. Sang Drmbha Moha ; Ini berpengaruh dalam pembantaian (pejagalan)
  2. Sang Kala Ngandang ; Ini berpengaruh di jalan raya (marga agung)
  3. Sang Kala Katung ; Ini berpengaruh dalam pasar
  4. Sang Kala Wiyasa ; Ini berpengaruh dalam judian.
Catur Bekel Dumadi, Empat (4) macam bekal manusia sejak lahir yang tidak bisa dihindari, yaitu :
  1. Suka. Siapapun dalam hidup ini pasti menikmati rasa suka.
  2. Dukha. Demikian pula tak seorang pun terhindar dari rasa dukha.
  3. Lara. Bila orang sudah lanjut usia, dimana indriyanya sudah tak berfungsi dengan baik, sempurna, laralah / sengsaralah dia.
  4. Pati. Akhirnya manusia itu pasti akan mati.

Selasa, 05 November 2013

Selalulah Hidup dalam Kebahagiaan Jiwa

Kebahagiaan Jiwa 
Ketika engkau merasa senang adalah hari yang suci. Kasih adalah sifat Tuhan. Resapi kasihmu dengan prinsip ketuhanan. Penuhi hatimu dengan kasih untuk selama-lamanya. Kemudian setiap hari akan menjadi hari tahun baru bagimu.

Artikel Terkait Lainnya :
Apakah tahun baru ?. Perayaan tahun baru tidak terletak pada makanan payasam (bubur nasi manis) dan hidangan lezat lainnya. Ketika engkau dipenuhi kebahagiaan jiwa adalah hari tahun baru. Selalulah hidup dalam kebahagiaan jiwa. Bila engkau menghadapi kesulitan, singkirkan. Sebenarnya penderitaan dan kesulitan itu tidak benar-benar ada. Jadi mengapa engkau cemas ? Pupuklah sikap tidak terpengaruh. Dengan demikian engkau tidak akan menderita dan tidak cemas. Ingatkan dirimu sendiri, " Aku seorang manusia. Kesulitan dan penderitaan ini bukan milikku." Bila engkau meningkatkan ketidakterikatan pada tubuhmu, engkau tidak akan terpengaruh oleh penderitaan apapun.

Penyakit-penyakit ringan seperti sakit perut, sakit kepala, atau pegal-pegal itu wajar bagi badan. Mengapa engakau mencemaskan hal yang wajar ? Engkau menderita karena tertali melekat pada badan. Meskipun demikian, engkau harus mengurus badanmu sehingga engkau tidak tergantung pada orang lain. Engkau harus menyadari sifatmu yang sejati. Atur diet dan kebiasaanmu. Engkau mempunyai segala macam masalah karena keinginanmu terlalu banyak. Bila engkau makan terlalu banyak, engkau akan menderita gangguan pencernaan. Karena itu kendalikan seleramu. Makanlah secara ugahari dan jaga kesehatanmu. Itulah yang selalu Kunasehatkan kepada anak-anak.

Bangunlah dini hari waktu ayam berkokok
Mandilah setelah membersihkan diri di pagi hari
Kenakan pakaian yang sopan
Makan sebagaimana mestinya dengan ugahari
Pergilah ke sekolah dan belajarlah dengan rajin
Dapatkan nama yang baik


(Puisi bahasa Telugu)
Usahakan agar kesehatanmu baik, pupuk berbagai kebiasaan yang baik. Jaga agar sikap serta tingkah lakumu baik, dan dapatkan nama yang baik. Bila engkau mempunyai semua ini, engkau tidak akan membutuhkan apapun lainnya dalam hidupmu. Selalulah hidup dalam kebahagiaan jiwa. 

Sumber bacaan buku Kesehatan dan Meditasi Matahari Terbit (tingkat lanjut) oleg Gede Arsa Dana. (RANBB)

Sabtu, 02 November 2013

Topeng Monyet Tidak Lagi Hibur Jakarta.

Topeng monyet di jakarta
Topeng Monyet
Monyet Mengucapkan Terima Kasih Kepada Jokowi.

Sebentar lagi masyarakat Jakarta, baik yang tinggal di pemukiman maupun pengguna jalan, tidak akan melihat atraksi topeng monyet. Atraksi sirkus dari monyet yang dipawangi oleh seorang itu menampilkan adegan monyet naik sepeda motor, main reog, membawa bedil, atau membawa ember. Dengan diiringi musik tradisional atau langsung dari tape, monyet itu melenggang lenggong jalan ke sana dan kemari.

Sirkus itu dipertontonkan di gang-gang pemukiman atau perempatan dan pertigaan jalan. Suguhan itu tidak gratis namun orang yang merasa menonton diharapkan memberi uang seikhlasnya. Dari uang yang dikumpulkan selama pertunjukkan itulah pawang topeng monyet dan monyetnya mendapat penghidupan. Sehari mereka bisa mendapat antara Rp40.000 hingga Rp80.000.

Masyarakat Jakarta sebentar lagi tidak bisa menonton pertunjukkan itu sebab Pemerintah Jakarta melarang topeng monyet, bebas topeng monyet tahun 2014, karena sirkus itu dirasa tidak berperikemanusiaan di mana ada kesan menyakiti binatang. Menyakiti binatang memang benar adanya sebab dalam sebuah unggahan youtube divisualkan bagaimana untuk menjadikan monyet bisa berjalan tegak dan mau melaksanakan perintah sang pawang, monyet itu diikat tangannya dan digantung lebih dahulu. Dari unggahan youtube itulah yang membuat keprihatinan banyak pihak sehingga memicu pelarangan topeng  monyet.

Tak hanya faktor penyiksaan terhadap monyet yang membuat pertunjukkan itu diharamkan namun juga alasan monyet sebagai sumber penyebaran penyakit rabies dan hepatitis maka semakin kuatlah aturan agar topeng monyet jangan berkeliaran di mana-mana.

Aturan yang dikeluarkan Gubernur Jokowi itu bukan main-main. Razia kepada topeng monyet sudah digelar. Tentunya Satpol PP Jakarta harus bekerja keras sebab jumlah topeng monyet itu tidak sedikit. Bila anda sering melintasi jalan di Jakarta, anda bisa menemukan topeng monyet di pertigaan atau perempatan jalan besar, seperti perempatan Jl. Matraman dan perempatan Jl. Imam Bonjol.

Dalam setiap penggusuran harus kita akui Jokowi orangnya berperikemanusiaan. Artinya ia tidak menggusur begitu saja namun juga memberikan tempat gantinya. Seperti penggusuran pemukiman penduduk di Waduk Pluit, Ria Rio, dan berbagai tempat lainnya, warga diberi tempat pemukiman di Rusun Marunda atau Cakung. Dalam hal topeng monyet ini, disebut Jokowi akan membeli monyetnya dan monyet itu akan ditempatkan di Taman Marga Satwa Ragunan, Jakarta.


Lalu pawangnya bagaimana? Nah itu mungkin belum dibahas. Kalau kita lihat, pawang topeng monyet adalah pekerjaan yang turun temurun, dari orangtuanya atau kakeknya. Menjadi pawang topeng monyet bisa jadi merupakan sebuah kebiasaan di sebuah daerah. Ada sebuah daerah di mana rata-rata penduduknya menjadi pawang topeng monyet. Para pawang topeng monyet itu tentu saat ditanya mengapa dirinya memilih pekerjaan yang demikian, mereka akan menjawab tidak ada pekerjaan yang lain dan sudah menjadi tradisi di lingkungannya.

Biasanya mereka pawang topeng monyet berasal dari daerah-daerah yang minus atau dari kalangan yang tak mempunyai apa-apa (miskin). Kalau meski mereka memiliki lahan mereka enggan menggarapnya sebab hasilnya tak sepadan dengan tenaga yang dikeluarkan. Hal demikian semakin parah ketika mereka enggan untuk bersekolah. Perpaduan itulah yang menimbulkan mereka pada terbatasnya pikiran. Penulis sering menjumpai rombongan topeng monyet dalam usia yang relatif masih muda. Kalau kita lihat sepertinya mereka lulusan sekolah dasar atau SMP tidak tamat.

Maka di sinilah pemerintah daerah khususnya yang penduduknya banyak bekerja menjadi pawang topeng monyet untuk meningkatkan taraf kualitas penduduknya. Masyarakatnya harus didorong untuk bersekolah. Pemerintah daerahnya juga harus kreatif menciptakan lapangan pekerjaan yang tepat dan berperikemanusiaan buat mereka. Maka di sini perlunya sinergisitas antar kementerian dan institusi untuk mengentaskan berbagai problem kemiskinan dan kebodohan. Bila kebodohan dan kemiskinan bisa dientaskan maka masyarakat akan memilih dan bekerja pada sektor yang lebih manusiawi, baik kepada dirinya atau makhluk lainnya.

Tak hanya pawang yang perlu diperhatikan oleh pemerintah. Sang monyet pun juga harus mendapat perhatian yang sama. Selama ini sudah banyak kawasan habitat monyet yang beralih fungsi menjadi tempat perumahan, perkebunan, tempat industri, atau sarana manusia lainnya. Bila habitat itu sudah beralih fungsi maka membuat monyet kebingungan. Mereka ada yang melakukan migrasi ke hutan lainnya atau menyerbu dan masuk ke rumah-rumah penduduk. Di sinilah terjadi konflik antara manusia dan monyet.

Para monyet itu tidak hanya kehilangan tempat tinggal aslinya namun mereka juga kesulitan mencari makan. Dari susahnya mencari makan inilah membuat para monyet memilih ‘mencari pekerjaan’ kepada manusia agar bisa tetap hidup. Para monyet itu berpikir nggak papa deh ditonton manusia untuk berjoget atau beradegan pergi ke pasar asal dirinya bisa makan. Para monyet itu tidak akan berpikir pulang kampung sebab kampungnya sekarang sudah menjadi tempat pemukiman, perkebunan, atau tempat industri.

Kesimpulannya, apa yang dilakukan oleh Jokowi untuk membebaskan daerahnya dari topeng monyet adalah tindakan yang manusiawi namun akan lebih manusiawi bila pawang topeng monyet diberdayakan dalam segi pendidikan dan pekerjaan. Dan para monyet itu juga akan berterima kasih kepada Jokowi bila Jokowi mengingatkan kepada pemerintah dan swasta agar kawasan habitat monyet tidak dialihfungsikan. Hilangnya habitat monyet membuat para monyet mencari ‘pekerjaan’ kepada manusia untuk bersirkus dalam topeng monyet.

Dari artikel Sahabat Ardi Winangun @ http://kompasiana.com