Sabtu, 29 Juni 2013

11 Nama Lain Gunung Batur : Gunung Cala Lingga Bali

Nama lain Gunung Batur adalah Gunung Cala Lingga
Kaldera Gunung Batur Bali
Gunung Cala Lingga, Cala artinya tidak bergerak dan tidak dibuat oleh manusia, dan Lingga artinya Linggih Abadi tempat para Dewa. Gunung Cala Lingga adalah nama dari Gunung Batur.


KRONOLOGIS PEMBENTUKAN KALDERA BATUR
Gunung Bumbulan (Bubulan, Dungulan, Penulisan), Gunung Payang dan Gunung Abang menjadi satu dengan Gunung Batur Purba yang ketinggiannya 3500 meter dari permukaan laut. Amblasnya bagian atas kerucut yang membentuk Kaldera Satu, kira-kira 29.300 (SM) sebelum Masehi dimana Gunung Abang berdiri sendiri lebih kurang 2152 meter dari permukaan laut dan merupakan sisa kerucut tubuh dari Gunung Batur Purba.

Amblasnya yang kedua kali kira-kira 20.150 (SM) sebelum Masehi dimana kerucut Gunung Payang, kerucut Gunung Bumbulan/Penulisan membentuk undag (teras) Kintamani. Inilah yang membentuk Kaldera Batur, kaldera terindah dan berair (danau). Menurut Penglingsir desa Pakraman Batur, Danau Batur merupakan danaunya / tamannya Ida Bhatari Dewi Danu sampai ke Penelokan. 
Lalu Timbul Gunung Kecil berpucak dua (anak Gunung Batur Purba) di tengah Danau Batur, yaitu Pucak Kanginan dengan desa Pakraman Batur, Jro Gede Kanginan dan Pucak Kawanan dengan desa Pakraman  Batur , Jro Gede Kawanan.

11 Nama Lain Gunung Batur

  1. Gunung Cala Lingga, Cala artinya tidak bergerak dan tidak dibuat oleh manusia, dan Lingga artinya Linggih Abadi tempat para Dewa.
  2. Gunung Sinarata, artinya Merata Kena Sinar
  3. Gunung Tampurhyang / Tempuh Hyang, artinya Tampak Ida Betara, tanda Ida Betara dalam perjalanan yang di Gogong oleh Pamucangan.
  4. Gunung Lebah, artinya rendah
  5. Gunung Ederan, artinya dikelilingi bukit
  6. Gunung Lekeh, artinya melingkar
  7. Gunung Sari, artinya inti atau utama
  8. Gunung Indrakila, artinya dikelilingi oleh munduk
  9. Gunung Kembar, artinya pucak (puncak) dua
  10. Gunung Catur, artinya merepat (bersegi empat)
  11. Gunung Batur, artinya suci.

Gunung Batur Meletus
Menurut isi Lontar Raja Purana Pura Ulun Danu Batur, pada bagian Babad Pati Sora dijelaskan pada tahun Candra Sangkala :
  1. Angeseng Sasi Wak yaitu Tahun Saka 110 ( 188 Masehi ) Gunung Batur meletus
  2. Wak Sasi Wak yaitu Tahun Saka 111 ( 189 Masehi ) Gunung Batur meletus
  3. Tahun Saka 112 ( 190 Masehi ) Gunung Tuluk Biyu meletus
  4. Wedang Sumiranting, Ksiti yaitu Saka 114 ( 192 Masehi ) Gunung Batur meletus lagi
  5. Dari tahun 1804 sampai tahun 2000 Gunung Batur meletus sebanyak 30 kali, dan yang paling dahsyat meletus pada tanggal 2 Agustus - 21 September 1926 yang laharnya menimbun Desa Batur dan pura Ulun Danu Batur.

Pada tanggal 2 Agustus dan berakhir tanggal 21 September 1926 , terjadi letusan yang dahsyat dan besar namun gerakan laharnya lambat, walaupun seluruh desa Batur terendam lahar, namun berkat Batun Sendi Ida Batara ; Bayung Gede, Sekardadi, Bonyoh, Selulung, Sribatu, Buahan, edisan, Abang, Trunyan dan lainnya Pralingga Ida Batara serta Gong Gede, Semar Kirang Bale Pelinggih Mamas-mamas (Tombak Lerontek) dapat diselamatkan dan diungsikan ke desa Bayung Gede. Selama di Bayung Gede pernah diadakan pujawali sebanyak dua kali. 
Masyarakat Batur berkeinginan untuk membangun kembali Pura Ulun Danu Batur pada tempat semula, namun pemerintahan saat itu memberikan tempat baru yang disebut Kalanganyar, sehingga Pura Batur yang dibangun seperti saat ini sangat sama keadaan, posisi pelinggih dan lainnya seperti saat masih berada di sisi Danau Batur.  Pada bulan April 1935 dilaksanakan Ngusaba Kedasa pertama kali di Pura Danu Batur.

Sumber bacaan, Selayang Pandang Pura Ulun Danu Batur, Desa Pakraman Batur, Kintamani - Bangli.

Selasa, 25 Juni 2013

YayurVeda : Sivasamkalpa Mantra

Pikiran yang mempunyai kekuatan
Pemusatan Pikiran
 Sivasamkalpa Mantra 

 Yaj jagrato duram udaiti daivam tad u suptasya tathaiva iti, Duram gamam jyotisam jyotir ekam tanme manah siva samkalpam astu. (Yayurveda :34.1)

Pikiran yang dengan kekuatan (yat devam) pada saat sedang bangun (jagratah) pergi jauh ke mana-mana (duram udaiti), demikian juga pada waktu tidur (tad u suptasya) pergi atau berjalan ke mana-mana (tatha eva eti). Pikiran yang demikian (tat) yang pergi ke mana-mana (duram gamam) dan paling bercahaya atau bersinar dalam semua cahaya (jyotisam jyoti) adalah hanya satu, yaitu pikiran (ekam), dengan demikian "oh Tuhan, pikiran seperti itu (tan me mana) akan menjadi tenang, damai, dan memiliki pikiran yang baik atau positif dalam lindungan-Mu (siva samkalpam astu)"
'Pikiran yang mempunyai kekuatan, pada saat bangun demikian pula pada waktu tidur pergi mengembara, pikiran yang demikian bercahaya pada segala cahaya adalah satu. Dengan demikian oh Tuhan pikiran seperti itu semoga menjadi tenang, damai, dan baik berdiam dalam lindungan-Mu'.
 

Dalam mantra tersebut dimohon supaya pikiran (manas) selalu tenang. Dalam seluruh Veda dan Upanisad serta dalam filsafat juga dijelaskan bahwa jika seseorang bisa mengendalikan pikiran maka dia sudah "menang" di dunia ini dan dia disebut jitendriya. Hal tersebut dijelaskan dalam yoga filsafat oleh Rsi Patanjali dalam sutra (yogascittavrtti-nirodhah) bahwa mengendalikan pikiran adalah yoga. Semua masalah di dunia ini diakibatkan oleh pikiran kita sendiri. Kita selalu mengikuti pikiran kita yang suka pergi ke mana-mana pada waktu kita sadar dan juga pada waktu kita sedang tidur, impian kita selalu pergi berkeliaran dan membuat kita pusing.

Dalam filsafat Vedanta dijelaskan bahwa ada tiga jenis pikiran, yaitu jagrat (pada waktu kita sedang sadar/aktif), Svapna (pada waktu kita mimpi), susupti (pada waktu kita tidur tanpa mimpi). Di sini kita bisa melihat bahwa pikiran selalu aktif dalam posisi pada waktu kita sadar dan juga pada waktu mimpi, sehingga dalam mantra tersebut dimohonkan supaya pikiran tidak ke mana-mana dan kita dapat tidur dengan tenang atau dalam posisi yang ketiga yaitu susupti.

Pada saat semua indria beristirahat, hanya atma yang tetap terjaga, dan pada waktu itulah atma bergabung dengan Tuhan. Setelah kita bangun, kita merasa segar dan sehat. Dimohon juga supaya kita tidak mendapatkan mimpi pada waktu kita tidur karena mimpi itu tidak baik bagi kesehatan.

Bahkan dalam Atharvaveda dikatakan seseorang yang banyak mimpi tidak akan hidup lama. Oleh karena itu, mantra tersebut begitu penting dan selalu perlu diucapkan sebelum tidur.

Pikiran dianggap begitu hebat sehingga dalam veda terdapat banyak mantra mengenai hal itu, karena pikiran mengetahui tentang keadaan sekarang, keadaan dulu dan keadaan yang akan datang (yenedam bhutam bhuvanam bhavisyat ..../ Yayurveda:34-4). Juga disampaikan bahwa seperti seorang sarathi atau seorang penunggang kuda yang memegang tali bisa mengatur kuta dengan baik (susarathi asvaniva yan manusyanneyate.../Yayurveda : 34-6), demikian juga seseorang perlu mengendalikan pikiran karena pikiran adalah "tali kekang" tersebut dan indria-indria itu ibarat "kuda" serta penunggang kuda adalah 'buddhi".

Seseorang akan dapat hidup teratur dan tenang, karena pikiran jugalah yang menyebabkan kelahiran dan kematian serta yang menyebabkan moksa. Kehadiran mantra tersebut diperlukan dalam pikiran kita agar tidak menjadi "nakal" dan diusahakan untuk selalu tenang. Walaupun seseorang mempunyai kekayaan berlimpah dan mendapatkan posisi atau jabatan tinggi, jika pikirannya kacau, dia tidak bisa hidup tenang dengan fasilitas duniawi yang hanya sementara. Supaya pikiran kita mendapatkan ketenangan dalam hidup ini, kita hendaknya mengendalikan pikiran dan berusaha menyatukannya dengan Tuhan melalui mantra tersebut.

 sumber bacaan 108 Mutiara Veda Untuk Kehidupan Sehari-hari  Oleh DR. Somvir , Penerbit Paramita Surabaya, 2001

Rabu, 19 Juni 2013

Ampas Kehidupan

Masa Paling Indah
Bukan Sorga Bukan Neraka  
Dalam tubuh manusia terdapat rupa nan indah, sedangkan di bagian dalam mungkin perutnya berisi makanan dan di usus besarnya tersimpan kotoran busuk. 
Begitu juga dalam kehidupan seseorang, dimana yang terkesan baik dan terlihat buruk bersatupadu dalam satu wadah. Semuanya merupakan suatu proses, suatu kesatuan unit yang mesti dipahami dengan cerdas sebelum menolak sesuatu dan sebelum memvonis diri hidup menderita.

Bayangkanlah, dimana setiap hari lidah menikmati hidangan lezat atau mungkin berciuman dengan lawan jenis yang begitu menggiurkan dan mengundang selera, sementara saban pagi orang harus jongkok di WC (termasuk masturbasi-red) untuk buang kotoran. Dapatkah orang mengatakan si lidah bernasib mujur dan si anus menanggung aib dan derita ? Apakah dengan demikian lantas dengan bernafsu dan marah berkilat mencungkil anusnya supaya tidak ada lagi kotoran yang keluar tiap pagi ? Baca Rumus Kedamaian

Demikianlah dalam kehidupan ini orang terlalu cepat terburu nafsu ingin melenyapkan gejala keburukan dalam hidupnya dan dilain pihak memanjakan setengah mati apa yang dianggapnya bernilai. Semuanya hendaknya dilihat dari tatanan fungsi dan seyogyanya setiap fungsi dipelihara dengan baik. Seperti halnya tubuh setiap hari memproduksi kotoran sebagai sisa makanan yang tidak diserap tubuh, atau ampas. Maka apa yang kita sangka penderitaan boleh jadi merupakan ampas atau sisa makanan mental yang tidak sanggup diserap oleh mental. Kebusukan yang banyak dibenci dalam hidup ini seperti kemiskinan, kehinaan, penyakit.

Sebagai halnya tubuh yang secara teratur memproduksi kotoran, daki di kulit dan ketombe di kepala, demikian juga mental memproduksi bagian buruk setiap waktu. Perasaan suka, gembira, toleran, dan beragam sensasi positif lainnya sebagai bagian pertumbuhan mental. Sedangkan sisanya terbentuk menjadi kesedihan, kekecewaan, marah, malu, gelisah dan berbagai tanda penderitaan lain. Pikiran Membangun Karakter


Dalam proses regenerasi tubuh maupun mental, otomatis selalu ada zat buangan, sehingga hal itu sangat alami dan perlu. Ada kalanya ada gangguan dari proses tersebut, seperti orang diare yang terus menerus membuang zat buangan tanpa menyerap. Dalam kondisi seperti ini tindakan pengobatan harus segera ditempuh supaya tenaga hidup tidak terkuras.

Diare mental ditunjukkan dengan munculnya perasaan menderita terus menerus secara berkepanjangan atau depresi. Ada dua jenis obat yang bisa dimanfaatkan untuk menghentikan amukan virus dukalara ini. Pertama dengan memenuhi keinginan atau berjuan memuaskan setiap keinginan dan kedua dengan membersihkan pikiran dari cara pandang yang menyumbat kecerdasan.

Cara pertama biasanya agak sulit dilakukan, sebab mustahil setiap keinginan dapat terpenuhi seberapapun besarnya kuasa anda di muka bumi ini. Sedangkan cara kedua bisa dilatih perlahan dan kalau berhasil tahap demi setahap akan berguna sepanjang hidup untuk menangani semua kasus penyakit mental. Tekniknya adalah dengan meningkatkan kemampuan menyerap makanan mental yang bisa diwujudkan dengan memperbaiki kualitas pencernaan mental. Orang menderita cenderung mengeluh,"Kok hidup ini begini-begini saja?. Kebahagiaan Bukanlah Rekasi
 
Cobalah mengubah sumbatan berpikir itu dengan mengarahkan kemampuan dan meneliti dengan cermat dan tenang sambil berujar,"Saya harus tetap dapat Saya menikmati dalam keadaan seperti ini ? Dimana letak hikmah maupun kenikmatan hidup dalam kemiskinan, sakit, tertindas dan sebagainya. Ini bukan bermaksud membiarkan diri berkubang selamanya dalam situasi seperti itu, namun sambil berjuang memperbaiki kondisi mental harus tetap mengonsumsi energi suka cita. Gairah harus terus diproduksi lebih banyak, sebab orang bisa bertahan hidup berkat semangat dan gairah.

Pandangan pesimis terhadap jalan kehidupan merupakan suatu penyakit nyata dari pencernaan mental. Dalam situasi mental demikian, maka peluang terbaikpun bisa terlewatkan begitu saja dan menjadi ampas derita. Masalahnya semua terdapat sensasi perasaan. Merasa menderita, karena semangat membandingkan diri dengan orang lain dalam hal kemujuran yang dilihat dari kesan panca indra. Munculnya kecemburuan membuat hilanganya kesabaran dan kecermatan, padahal ibarat sebatang pohon kelapa tidak bisa menyontek metode pertumbuhan yang dikembangkan pohon beringin. Setiap orang paling mengetahui hidupnya, sehingga ia harus berjuang menemukan metodenya sendiri. Ada hal yang bisa ditiru, namun itu kebanyakan model-model materi berupa kesan luar saja. Sedangkan kita semua tahu, kebahagiaan itu berkolam di perasaan dan perasaan bisa dikondisikan dengan melatih pikiran serta mengembangkan kecerdasan tentang kehidupan dan mencari teknik efektif untuk mampu menikmatinya.

sumber bacaan buku "Bukan Sorga bukan Neraka" oleh Nyoman Putrawan, ditulis dalam blog oleh Rare Angon Nak Bali Belog.

Jumat, 14 Juni 2013

Ilmu Pengeleakan Leak Bali

orang bali leak
Bog-Bog Bali Cartoon
  Leak lan Pangiwa Matiosan ? Kocap, leak lan aji pangiwa nika mabinayan ? Napike patut asapunika ? olih : Juliana taman bali ring blog Sutha Abimanyu

Liak kebaosang tuah Lina Aksara (Aksara Mati); Laya Aksara (Papitehan Aksara); Linging Aksara (Kecap Aksara/Munyin Aksara); 

suksemannyane pateh sakadi tiuk, yan tiuke ada ring tangan ibu-ibu sane majejahitan pastika lakar ngawetuang canang anggen ngrastitiang jagat. Kewala yaning tiuke ento wenten ring tangan para garong/penjahat pacang dados penyabut nyawa, sane puniki  kabaosang liak matah. Nah ada nak wikan maosang yen suba bisa ngidupang saananing aksarane ane mati ento, kone anake suba madan bisa ngeliak.

indik liak utawi leak, desti, teluh naranjana, aji wugig, pelet (bukan celak-red) maka miwah sane lian-lianan kawiaktiannyane pateh sakadi kabaos ring ajeng inucap, sakemawon indik tatuek maka miwah pangaptiannyane matiyosan. Indike punika meweh kabuktyang kawentenannyane. Yening pacang uning indike punika mangdane mlajahin sastra maka miwah ngelarang tapa brata yoga samadhi sane pingit turmaning mauttama. mawinan sampunang pisan nyugjagang indike punika duaning nenten pacang mikolihang dharma pamutus, samaliha wenten kode etik-nyane, kocap.

Aji pangiwa matiyosan ring sane kabawos leak. aji pangiwa punika identik ring sane mapakardi nenten rahayu utawi jadig, satata nyakitin, ngawe grubug. Sakemawon yening leak, ipun identik ring sane kabawos nyuti rupa. wenten sane iseng, wenten sane hobby. Kawiaktiannyane leak punika wenten kakalih. Wenten sane ngardi rahayu taler wenten sane ngardi kawon. 

Sane patut ajerihin boya ja rikalaning ipun ngalengse sakemawon rikalaning ipun kantun marupa manusa dahat nyakitin, ipun pacang ngamargiang aji wugig. Mawinan patut yatna utawi plapanin ngambel urip iraga. Rikalaning ipun marupa leak nyuti rupa, sadurungnyane ipun masang pangeres utawi pagaan utawi panangkeb, pelindung radius sekian meter. Mangdane anake sane nyingak pacang makesyab utawi takut. Sakemawon ipun nenten nyakitin. 
Sakemawon, sameton sami yening nyingak kadi sapunika mangdane nenten ngorta, nenten mekarya satua indike sapunika duaning wenten kode etik-nyane. sapasira sane dados leak mangdane dirahasiakan. duaning ratun sarwa leak wantah tunggil inggih punika tabih pakulun Ida Bhatari Uma (Ida Bhatari Durgha).

Kategesang malih, Pengiwa sampun janten pakaryan ala, Yening liak utawi leak nika kantun medaging rwa bhineda (kaon kelawan becik), kari wenten kasinahane.

Ungkuran puniki kruna leak sampun sosod artos ipun. Liak mangkin, sekancan ne jele kabaos liak. Liak ilang sandal kaine; Liak iba, batis akene jekjeka; Leak apa, liwat socane. Miwah liak-liak sane tiosan. Kasujatiane liak nak becik maosang sastra.



Artikel siosan parindikan leak Bali

Selasa, 11 Juni 2013

29 Jenis Planet Planet Neraka

upacara pitra yadnya
Prosesi Ngaben Bali **
Neraka Bagi Roh-Roh Berdosa. Neraka adalah tempat bagi roh-roh yang berdosa mendapatkan hukuman demi mempertanggungjawabkan hasil-hasil perbuatan semasa hidupnya. Orang yang bodoh akibat dipengaruhi oleh 3 sifat alam material, yaitu satvam (kebaikan), rajah (kenafsuan) dan tamah (kebodohan/kegelapan) sendrung berpikir dirinya sendiri adalah pelaku dari kegiatan-kegiatan. 

Mereka beranggapan bahwa tidak ada Tuhan yang mengatur dan menyaksikan apa yang mereka lakukan sehingga mereka sibuk dalam bermacam-macam kegiatan berdosa dan akibatnya mereka ditempatkan dalam neraka yang berbeda-beda setelah meninggal.

Planet-planet neraka terletak di angkasa pertengahan, di antara 3 dunia dan lautan Garbhodaka. Pitraloka juga terletak di daerah ini. Penduduk Pitraloka dikepalai oleh Agnisvatta yang bersemadi dengan khusuk kepada Tuhan agar keluarga mereka selamat. Planet Neraka (nerakaloka) terletak di antara Patalaloka dan lautan Garbhodaka, dengan rajanya bernama Yamaraja. Pembantu Yamaraja disebut Yamaduta, bertugas membawa roh orang-orang berdosa untuk diadili. Yamaraja sangat adil memberi hukuman pada roh yang berdosa. Semuanya didasarkan pada karma, vikarma dan akarma.
 

Planet-planet Neraka :

  1. Tamisra; Planet gelap di mana roh dipukul, kehausan dan kelaparan. Roh orang yang mencuri uang, anak dan istri atau hak orang lain.
  2. Andhatamisra; Roh disiksa seperti sebatang pohon yang akarnya sedang dipotong-potong. Roh orang yang memperdaya atau menipu orang lain. Roh orang yang menikmati istri dan anak-anak orang lain.
  3. Raurawa; Neraka penuh dengan mahluk yang dulu pernah disakiti (disebut ruru), yang akan menggigitnya. Roh orang yang bekerja siang dan malam demi memelihara badang sendiri dan keluarganya, bahkan hingga melakukan kekerasan pada mahluk lain. Rong orang yang terikat pada istri dan anak-anaknya, tanah airnya dan lain-lain.
  4. Maharaurawa; Ruru di neraka ini bernama kraviada, yang akan menggigiti roh berdosa. Roh orang yang memelihara badannya sendiri dengan menyakiti mahluk-mahluk hidup yang lain.
  5. Kumbhipaka; Roh dimasak dalam minyak mendidih. Rong orang yang membunuh dan memasak binatang-binatang lemah dan burung-burung untuk memelihara badan dan kepuasannya.
  6. Kalasutra; Roh dibakar di neraka seluas 80.000 mil terbuat dari tembaga yang dipanaskan dari bawah dengan api dan dari atas dengan matahari. Rong orang yang membunuh Brahmana. Rong orang yang tidak peduli pada orang tua atau orang yang lebih tua umurnya.
  7. Asi Patravana; Roh dipecut dengan cemeti. Roh orang yang menyimpang dari jalan Veda. Roh orang yang membunuh orang tuanya.
  8. Sukaramukha; Roh diremukkan seperti memeras tebu. Roh raja/pejabat pemerintah yang berdosa karena menghukum orang yang tidak bersalah.
  9. Andhakupa; Roh diserang oleh burung, binatang buas, binatang melata, serangga dan lain-lain yang dulu pernah disakiti. Roh orang yang menyakiti atau membunuh mahluk-mahluk yang tidak berarti/rendah, padahal manusia sudah dibekali wiweka.
  10. Krmibhojana; Roh berubah menjadi ulat di danau selebar 800.000 mil dan memakan ulat-ulat lain di sana yang juga balik memakannya. Roh orang yang tidak membagi makanannya pada tamu, orang tua dan anak-anak, tapi memakan makanan itu sendirian. Roh orang yang tidak melakukan 5 macam korban suci (ber Yadnya)
  11. Sandamsa; Roh dikuliti dan dikoyak dengan bola dan jepitan besi panas membara. Roh orang yang mencuri permata dan emas dari Brahmana atau orang lain.
  12. Taptasurmi; ROh laki-laki dipaksa memeluk besi panas membara berbentuk perempuan, dan roh perempuan dipaksa memeluk besi panas membara berbentuk laki-laki. Roh lelaki dan perempuan yang melakukan hubungan seks tidak sah (berzina). Roh laki-laki yang berhubungan seks denga istri orang lain, ibu, saudara perempuan dan putrinya.
  13. Vajrakantaka Salmali; Roh digantung di pohon kapas sutra penuh duri setajam petir. Roh orang yang berhubungan seks dengan binatang.
  14. Vaitarani; Roh dilempar ke sungai penuh kotoran, air kencing, nanah, darah, kuku, ramput, lemak, daging, tulang sumsum, dan di sana ia dimakan oelh binatang-binatang air. Roh orang yang lalai dengan kewajibannya, roh raja atau pejabat yang diktator dan lalim.
  15. Puyoda; Roh dilempar ke laut penuh nanah, kotoran, ludah dan air kencing. Roh orang yang hidup seperti binatang, yaitu tidak berkelakuan baik, hidup kotor dan tidak teratur.
  16. Pranarodha; Roh dijadikan sasaran perburuan dan ditusuk dengan anak panah oleh pembantu Yamaraja. Roh orang dari golongan Brahmana, Ksatrya dan Waisya yang gemar berburu dan membunuh binatang-binatang secara sia-sia di hutan, bahkan ada yang menggunakan anjing kesayangannya, bagal atau keledai.
  17. Wisasana; Roh disiksa, lalu dibunuh oleh pembantu Yamaraja. Roh orang yang sangat bangga kedudukannya yang tinggi dan membunuh binatang-binatang dengan mengatasnamakan Yajna demi mendapat penghargaan di masyarakat.
  18. Lalabhaksa; Roh dilempar ke sungai air mani yang mengalir dan dipaksa meminum air mani itu. Roh orang dari golongan tinggi yang memaksa istrinya untuk meminum air maninya.
  19. Sarameyadana; Roh dimakan oleg anjing-anjing neraka bergigi setajam petir sebanyak 720 ekor. Roh orang yang memaksa dengan cara membakar rumah orang lain atau meracuni mereka, Roh raja atau pejabat pemerintah yang merampas para pedagang agar mau membayar pajak di luar batas.
  20. Avicimat; Roh dilemparkan berulang-ulang dari puncak gunung setinggi 800 mil dengan kepala menghadap ke bawah. Roh orang yang memberikan kesaksian palsu atau berdusta dalam usaha transaksi atau memberikan sumbangan.
  21. Ayahpana; Wakil-wakil Yamaraja berdiri diatas dada roh berdosa dan menuangkan besi panas cair ke mulut mereka. Roh orang yang kecanduan minuman keras, apalagi bagi mereka yang berasal dari golongan Brahmana, Ksatria dan Waisya.
  22. Ksarakardama; Roh disiksa dengan beraneka siksaan yang dahsyat. Roh orang yang tidak hormat pada orang yang lebih tua atau yang lebih tinggi golongannya karena keangkuhannya.
  23. Raksogana bhojana; Roh dipotong-potong, dimakan dagingnya dan diminum darahnya oleh raksasa yang dulu semasih hidupnya menjadi korbannya. Roh orang yang mengorbankan manusia kepada Bhairawa, lalu memakan daging korbannya, Orang yang mempersembahkan manusia sebagai tumbal.
  24. Sulaprota; Roh ditusuk dengan jarum-jarum tajam seperti tombak, menderita kelaparan dan kehausan, dan dikoyak oleh burung-burung berparuh tajam. Roh orang yang membunuh binatang-binatang yang dulu pernah disayanginya, Roh orang yang membunuh hewan piaraan.
  25. Dandasuka; Roh digigit oleh ular-ular berkepala 5 atau 7, seperti sedang memakan tikus. Roh orang yang memberikan penderitaan kepada mahluk-mahluk hidup lain karena selalu merasa dengki dan marah.
  26. Avata Nirodhana; Roh didorong ke dalam sumur gelap penuh asap beracun yang mencekik leher. Roh orang yang mengurung atau menahan mahluk hidup lain di dalam gua di gunung, lumbung, sumur gelap dan sangkar.
  27. Paryawartana; Roh disambar oleh burung-burung ganas dan dicongkel matanya. Roh orang yang marah dan kasar tanpa alasan kepada tamu, khususnya bagi orang yang telah berumah tangga.
  28. Sucimukha; Roh dijahit seluruh badannya dengan benang seperti menenun kain. Roh orang yang sangat bangga akan kekayaannya, sampai-sampai dia takut kehilangan hartanya sehingga ia mencurigai semua orang. Ia akan melakukan apa saja demi menambah hartanya, walaupun dengan jalan yang tidak benar.
  29. Karambhawaluka; Roh dipaksa berbaring di atas pasir panas membara. Roh orang yang membunuh mahluk lain dengan cara membakarnya.

Sumber bacaan " Dosa Menurut Hindu " Batasan Umat Dalam Bertingkah Laku Demi Mencapai Moksha, Oleh Ayu Rini. Ditulis dalam blog oleh Rare Angon Nak Bali Belog.

Jumat, 07 Juni 2013

SURYA SEVANA

Kembang Sembahyang Hindu
SURYA SEVANA

Pratarjitam bhagamugram huvema vayam putramaditeryo vidharta Addhrascidyamannyamanasturascidraja cidyam bhagam bhaksityaha.

(Yayurveda: 34-35)

Di Waktu pagi (pratah) yang penuh dengan kejayaan (jitam), penuh dengan kekayaan (bhagam), yang bercahaya terang (ugram) putranya antariksa yaitu Surya (aditehputram). Dan kepada Tuhan yang mengendalikan loka-loka (ya vidharta) kepada-Nya kami memuja dalam hati kami (vayam havema). Engkau yang mengendalikan seluruh lapisan (adhrah), Engkau mengetahui semuanya (yascit manyamana) yang memberikan hukuman kepada yang jahat (tirascit). Engkau rajanya semua mahluk (raja). Tuhan yang kita sembah (yam bhagam) saya menerima-Mu (ecitbhaksi) yang memberikan pesan kepada semua umat manusia bahwa semua menyembah Dia dan mengikuti peraturan-peraturan-Nya.

Artikel terkait Surya Sevana
'Oh Tuhan, yang terwujud dalam aspek surya di pagi hari. Engkau penuh kejayaan, kekayaan, dan cahaya terang. Kepada-Mu, wahai Putra Antariksa, kami memuja. Kami juga memuja di dalam hati pada yang mengendalikan loka-loka, karena Engkau sesungguhnya pengendali seluruh lapisan. Engkau mengetahui semuanya, sehingga bisa memberikan hukuman kepada yang jahat'


Mantra tersebut khusus diucapkan pada pagi hari. Dalam prabhat veta atau brahma muhurta, pagi hari adalah waktu sebelum matahari terbit. Di dalam Yayurveda terdapat lima mantra khusus untuk memuja Tuhan pada waktu pagi dalam manifestasinya sebagai Dewa Surya, yaitu yang dinamakan Surya Sevana atau Surya Namaskar, yang berarti memuja Dewa Surya.
Dalam mantra di atas dimohon kepada Dewa Surya, yaitu putranya Antariksa, yang mempunyai cahaya yang agung untuk memberikan kekuatannya kepada manusia supaya bisa melihat alam ini. Jadi dari kekuatan Surya itulah manusia bisa melihat dan beraktivitas, dan bila tidak ada kekuatan Surya, sulit bagi manusia untuk melakukan tugasnya sehari-hari.

Konsep pemujaan terhadap Surya banyak terdapat di negara-negara Eropa maupun Asia. Surya disimbulkan sebagai sumber rezeki bagi umat manusia. Pagi-pagi kita memohon kepada Dewa Surya yang selalu menampakkan diri, sehingga dari sini manusia dapat belajar tentang ajaran satya (kebenaran) yang abadi. Dengan selalu memuja Surya, kita sudah mempunyai konsep diri untuk selalu bertekad dan berjalan pada jalan kebenaran.

Dalam mantra tersebut juga dijelaskan, bahwa Tuhan memberikan perintah kepada umat manusia agar selalu memuja-Nya dan mengikuti ajaran-Nya. Kita percaya bahwa Dia akan menghukum para penjahat yang tidak mengikuti perintah atau mengikuti jalan Dharma (Kebenaran). Dengan mantra tersebut seseorang memuja dewa Surya supaya bisa melakukan tugas dan kewajibannya dengan penuh tanggung jawab, dan berada pada jalan yang benar. Jadi, pada waktu yang begitu mulia, yaitu pagi hari, saatnya manusia bangun dan pertama-tama memohon kepada Tuhan supaya kita selalu ingat pada-Nya, sebelum melanjutkan kesibukan sehari-hari.

Artikel terkait Ekajati Pemangku Bali

Sumber bacaan " 108 Mutiara Veda Untuk Kehidupan Sehari-hari " oleh DR. SOMVIR, Penerbit Paramita Surabaya. Ditulis dalam blog oleh Rare Angon Nak Bali Belog.

Rabu, 05 Juni 2013

Nitidharma, Sakamadharma dan Niskamadharma

Bhimasena
Nitidharma, Spirit kepemimpinan dari serat Mahabharata

Adakah di antara kita yang tak mengenal Mahabharata ? Epos Mahabharata salah satu itihasa yang disebut sebagai Weda kelima mengisahkan perebutan "kekuasaan" di antara keluarga Bharata jaman Bharata warsa. 

Maha Rsi Vyasa, menggubah kisah kuru itu menjadi karya sastra yang indah dengan inti filsafat kehidupan, sarat nilai-nilai adiluhung yang tak lekang didera zaman. Untaian mutiara nilai itu telah merasuki setiap relung kehidupan masyarakat. Bahkan mengilhami dan memperkaya imajinasi serta kreativitas bangsa dalam membangun kebudayaannya. Betapapun arus perubahan melanda, menggoyahkan sendi-sendi eksistensi budaya bangsa, dimana-mana terjadi krisis mental kepemimpinan, degradasi nilai moral spiritual, serat Mahabharata tetap memberi inspirasi dalam semua aktifitas catur warna, sudra, waisya, ksatria dan brahmana.

Adakah serat Mahabharata untuk para pemimpin?

Di antara keresahan berbagai kalangan tentang merosotnya nilai-nilai kepemimpinan dewasa ini, penting kiranya kita membuka kembali lembaran epos Mahabharata untuk memperkokoh keyakinan yang mendalam terhadap kebenaran ajaran Dharma, terutama bagi para pemimpin sebagai "Nithi" dalam menjalankan Dharma sebagai kewajiban dan hukum kodrati yang sangat diperlukan dalam menata kehidupan masyarakat. Ajaran utama Mahabharata, menyarankan setiap manusia terlibat dalam simbiosis kerja tiada henti dengan Dharma sebagai pijakan. Dalam kondisi itu bila Dharma diingkari, maka akan tergelincir ke jurang kenistaan.

'yajnarthat karmano ' nyatra
lolo 'yam karmabandhanah
tadartham karma kaunteya
muktasangah samacara'


kecuali untuk tujuan berbakti
dunia ini debelenggu oleh hukum kerja
karenanya bekerjalah demi bakti
tanpa kepentingan pribadi, oh Kuntiputra
(Bhagawadgita, sloka III.9)

Pengabdian, Yajnyaartha harus dilaksanakan dengan semangat pengabdian berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa. Walaupun dunia ini (dan manusia termasuk di dalamnya) dibelenggu oleh hukum kerja, namun bila kerja itu dilaksanakan dengan tulus iklas demi bakti dan pengabdian, bukan untuk kepentingan diri sendiri, maka belenggu itu tidak lagi mempunyai kekuatan mengekang.

Nitidharmasastra
Niti berarti "Kemudi, pimpinan, etika sosial politik, pertimbangan, kebijakan" Cara menjalankan sesuatu yang benar, ilmu tata negara atau politik, kebijaksanaan duniawi Mahabharata memberi dua pengertian inti hakikat Dharma.

Pertama Dharma merupakan perangkat untuk mendapatkan dhana, yaitu sesuatu yang bernilai, baik berwujud material maupun aspek spiritual. Yang kedua, berarti yang memelihara dan melindungi dari bahaya dan memberikan kebaikan. Makna terdalam dari inti hakikat Dharma ialah hukum eksistensi jati diri manusia maupun non manusia. Inti hakikat tersebut selaras dengan makna rta seperti terkandung di dalam Rg Veda.

Maka Dharma menjadi alat untuk kesejahteraan material dan kebaikan spiritual, sehingga Dharma digunakan sebagai jalan, landasan kerja yang mengarahkan tercapainya artha dan kama. Jika digunakan sebagai jalan, maka disebut Sakamadharma, yaitu ketaatan terhadap Dharma yang memunculkan keinginan mendapatkan artha dan kama. Sebagai landasan kerja yang dianjurkan, Dharma disebut Niskamadharma, yaitu kerja tanpa keinginan untuk kepentingan nafsu atau ego. Sakamadharma merupakan wujud yang memberikan, sedangkan yang melaksanakannya disebut punia. Dengan demikian, Niskamadharma menghantarkan manusia yang melaksanakannya pada pembebasan (moksa).Keduanya itu-


Sakamadharma dan Niskamadharma : merupakan nitidharma yang dianjurkan dan patut diterapkan oleh pemimpin yang kemudian akan diikuti oleh masyarakat yang dipimpinnya.

Nitidharma Dalam Mahabharata
Sakamadharma dan Niskamadharma berkolerasi dengan triwarga dan berakhir pada moksa yang merupakan capaian tertinggi setiap insan manusia. Kemudian melahirkan siklus nilai relatif yang disebut Catur Purusartha yang terdiri dari Dharma, Artha, Kama dan Moksa.
Yudhistira pernah menanyakan kedudukan Dharma, Artha dan Kama sebagai penyangga kehidupan manusia sehari-hari. Bila triwarga itu demikian penting, maka "di antara ketiganya, yang manakah lebih tinggi kedudukannya?", demikian Yudhitira kepada Vidura.
 
Vidura menjawab bahwa belajar, meditasi (tapasya), kerendahan hati, kesederhanaan, keramahtamahan, kebenaran dan pengendalian diri merupakan elemen-elemen Dharma tertinggi. Artha, menempati posisi lebih rendah dari Dharma. Sedangkan Kama lebih rendah kedudukannya dari keduanya.

Arjuna, Sang Mahartha menimpali bahwa Artha memiliki nilai utama karena membantu realisasi Kama. Perburuan Kama direalisasikan dalam kehidupan melalui bekerja dengan tekun, seperti bertani, beternak, sehingga menghasilkan Artha. Dengan Artha seseorang dapat menikmati kesenangan di dunia ini, terutama dapat melaksanakan anjuran Dharma, yaitu melaksanakan Yadnya.

Bhimasena, Sang Susatya angkat bicara, bahwa Kama atau keinginan merupakan daya kekuatan penggerak dalam kehidupan. Adanya keinginan itu, menyebabkan para rsi melakukan kewajiban religius, pengendalian diri, tapa, para seniman melakukan kreatifitas, para petani tekun bekerja, para pedagang tekun berdagang. Dharma dan Artha tiada bernilai tanpa kehadiran Kama.

Nakula dan Sahadewa, Sang Aswin menyatakan bahwa Dharma dan Artha harus digerakkan secara bersamaan. Manusia wajib memegang teguh Dharma dan menghasilkan Artha tanpa melanggarnya. Keduanya menyublim bagaikan tirta amrta bercampur dengan madu. Dharma dan Artha di tangan seseorang merengkuh kenikmatan hidup dalam keadaan ekstase.
 
Terakhir Yudhistira menyatakan bahwa moksa merupakan nilai tertinggi yang harus diusahakan. Setiap insan manusia harus melaksanakan kewajibannya tanpa dosertai motif pribadi. Dharma harus dilaksanakan dengan kegigihan sikap sama terhadap penolakan dosa dan memegang teguh kebenaran, mencari kekayaan dan menyirnakan kemelaratan, memburu kenikmatan dan meniadakan penderitaan. Kegiatan tersebut disebut Niskamadharma yang mampu memutus lingkaran kelahiran dan kematian, mengantarkan menuju tercapainya yang absolut (moksa, brhamaprapti)

Kakek Bhisma mengatakan bahwa moksa merupakan nilai tertinggi yang harus dicapai (parama purusartha). Baik penderitaan maupun kenikmatan sifatnya sementara, yang satu mengikuti yang lainnya dalam siklus kausal yang dikendalikan oleh keinginan (Kama). Di antara keduanya, Kama lebih disukai karena membebaskan manusia dari siklus kebahagiaan dan penderitaan. Di mana di dalamnya terimplisit doktrin

 "Kebahagiaan diperoleh dengan upaya pengendalian keinginan dan kebahagiaan diperoleh dengan meninggalkan keinginan".


Ajaran yang terkandung di dalam doktrin tersebut iadalah, seseorang dapat mengikuti Niskamadharma pada samnyasa (penolakan kenikmatan dunia) dan melaksanakan yoga. Atau seseorang dapat merengkuh Niskamadharma pada seorang grhi (orang yang hidup berumah tangga) yang diterapkan oleh Vidura.

Yang tertinggi ialah Dharma dalam artian menerapkan Sakamadharma dan Niskamadharma. Ajaran tersebut merupakan ajaran kepemimpinan Hindu kepada Yudhistira agar menjadi seorang penguasa ideal. Ajaran ini merupakan ajaran yang fundamental bahwa seorang raja diikat oleh Dharma. Segala titahnya harus sesuai dengan landasan aturan hukum (dharma), seorang pemimpin harus mengusahakan;
  1. Kesejahteraan seluruh lapisan rakyantnya
  2. Mengamankan negara dari serangan musuh
  3. Menjaga rakyatnya agar senantiasa melaksanakan kewajibannya
  4. Memutuskan dengan hati-hati kebijakan perang atau damai
  5. Mengusahakan bala tentara, polisi dan intelegen yang terlatih dan profesional

Mahabharata juga mengajarkan bahwa seorang pemimpin negara wajib melaksanakan ajaran triwarga yang dikendalikan oleh Dharma, bukan oleh Kama seperti dinyatakan oleh Bhimasena. Karena doktrin yang dipegang oleh Bhimasena ialah doktrin kepala keluarga ideal.
  1. Mahaguru Bhisma kemudian menyarankan agar seorang pemimpin menghindari sifat-sifat sebagai berikut :
  2. Mendapatkan kekayaan dengan kekejaman
  3. Keberanian dengan membual
  4. Berderma kepada orang-orang rakus
  5. Mempercayai orang berhati jahat
  6. Pemenuhan nafsu seksual yang salah
  7. Berpura-pura bersahabat dengan musuh yang kuat, kemudian pada saat yang sama secara rahasia mempersiapkan perang pada saat yang tepat terhadap musuh.

Kepada Yudhistira, Mahaguru Bhisma memberi nasehat Nitidharma agar seorang raja:
  1. Menolak kemarahan
  2. Setia kepada kebenaran
  3. Membagi artha dengan tepat
  4. Rendah hati
  5. Mempunyai anak dari istri sendiri
  6. Menjaga kesucian pikiran dan tindakan
  7. Tidak melakukan kekerasan
  8. Senatiasa hidup sederhana
  9. Memperhatikan orang yang lemah

Nitidharma yang wajib dilaksanakan seorang pemimpin adalah melaksanakan kewajiban tanpa didorong oleh motif pribadi dan tidak mengikatkan diri pada hasil kerja. Bila Niskamadharma dilakukan dengan tekun dan intens oleh pemimpin, akan mengantarkannya menuju moksa atau menjadikannya Brhamaprapti. Nitidharma sebuah ajaran yang wajib bagi pemimpin, menjaga diri untuk menghindari sifat-sifat terlarang, seperti nasehat Bhisma kepada Yudhistira, Sang Dharmaraja. Dan pemimpin menurut kepemimpinan Hindu ialah Dharmaraja.

Sumber tulisan Kalender Bali 2013 yang disusun oleh I Kt. Bambang Gde Rawi (Alm) dan putra-putranya. Ditulis dalam blog  rare-angon.blogspot.com oleh Rare Angon Nak Bali Belog.
insert picture Bhimasena by Sutadi on deviantart

Senin, 03 Juni 2013

Sastra Jawa Kuno : Kawin Paksa

Arjuna
Sekarang raja menginginkan menjadikan Abimanyu menantunya, tapi menyembunyikan pikiran itu di dalam hatinya,
Tidak ingin dia mengatur pernikahan dengan putrinya karena takut akan konvensi duniawi,
Jika mereka datang bersama-sama itu harus tanpa karena mereka diberitahu, dan mereka harus menanggung harga kepahlawanan,
Itu akan menjadi yang terbaik, pikirnya, karena dia juga pernah mengalami suka cita cinta yang dimenangkan melalui kekuatan senjata.
[...]
Lebih-lebih dulu raja sering berkata,
Bahwa ia memuji kebanyakan pahlawan yang menculik wanita yang dicintainya,
Kualitas ilahi pada wanita harus dibayar dengan keberanian,
Tentu saja dasarnya bahwa cinta yang dimenangi dengan kemampuan sebagai sarana.

(Mpu Panuluh, Ghatotkacasraya 3:2, 21:8, abad ke-12, jawa)

Kawin Paksa adalah bentuk perkawinan paling umum yang digambarkan dalam kakawin- baik itu dengan cara melarikan atau penculikan. Satu-satunya kawin paksa yang digambarkan dalam kakawin adalah sebuah penculikan dalam arti yang sebenarnya yaitu penculikan Arjuna terhadap Suprabha. Penculikan ini adalah tema yang paling disukai baik dalam karya sastra  dan tradisi budaya Jawa dan Bali.