Cinta Kasih Dalam Perspektif Hindu
Sudah menjadi kata yang terpadu antara cinta dan kasih. Tentu
makna kasih lebih dalam dari pada cinta. Dalam mengasihi sudah terkandung makna
mencintai. Cinta adalah perasaan pada kesenangan, kesetiaan, kepuasan terhadap
suatu obyek. Sedangkan kasih adalah perasaan cinta yang tulus lascarya terhadap
suatu obyek. Kenapa dalam mengekspresikan sikap ini selalu digunakan gabungan kata
cinta dan kasih? Pertanyaan ini menjadi menarik ketika seseorang baru sanmpai
sebatas cinta. Lalu apa yang menjadi kebutuhan yang lebih tinggi lagi dari
cinta? Dapat dipastikan jawabannya adalah kasih.
Ternyata perbedaannya terletak pada kesanggupan dan kemampuan memahami hakikat cinta dan kasih. Adapun yang menjadi obyek dari cinta kasih itu adalah semua ciptaan Sanghyang Widhi Wasa. Tuhan Yang Maha Esa. Ciptaan Tuhan dapat digolongkan dalam tingkatan sesuai eksistensinya atau kemampuannya yaitu “eka pramana” ialah makhluk hidup yang hanya memiliki satu aspek kemampuan berupa bayu/tenaga/ hidup, seperti tumbuh-tumbuhan. “Dwi pramana” ialah makhluk hidup yang memiliki dua aspek kemampuan berupa bayu dan sabda/bicara, seperti hewan/binatang. “Tri pramana” ialah makhluk hidup yang memiliki tiga aspek kemampuan berupa bayu, sabda dan idep/pikiran, seperti manusia. .
Tri Hita Karana. Untuk dapat menghayati lebih luas lagi, ajaran
cinta kasih dapat diwujud-nyatakan dalam interaksi sosial religius yaitu antara
sesama manusia (pawongan), antara manusia dengan alam lingkungan (palemahan),
dan antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa (parahyangan). Ketiga hal ini
dikenal dengan istilah Tri Hita Karana.
Tat Twam Asi.
Adapun yang mendasari cinta kasih adalah ajaran yang menyatakan
bahwa aku adalah kamu. Maknanya dikembangkan lagi: engkau adalah dia, dia
adalah mereka dan seterusnya. Inilah yang sering disebut dengan ”Tat Twam Asi”
yang dinyatakan dalam kitab Chandogya Upanisad VI. 14. 1.
Refleksi Cinta Kasih.
Cinta kasih bukanlah sekedar penghias bibir atau buah bibir yang
berbunga-bunga, akan tetapi sebuah realita yang tulus lascarya tanpa pamrih.
Sesungguhnya bagi siapa saja yang telah mencapai tahap ini dapat dipastikan
kehidupannya semakin tenteram, tenang, damai dan bahagia. Cinta kasih yang
tulus lascarya memberikan dampak yang sangat fundamental dalam memberikan arti
dan makna kehidupan ini dan kehidupan yang akan datang. Dimensi waktu yang
lampau, yang sekarang dan yang akan datang merupakan perputaran cakra kehidupan
yang harus dilalui dengan semangat cinta kasih nan kunjung padam kepada semua
ciptaan Sanghyang Widhi Wasa.
Dalam Brhadaranyaka Upanisad I. 4. 10. dinyatakan : “Aham
Brahman Asmi” yang artinya Aku adalah Brahman/Tuhan. Sedangkan dalam Chandogya
Upanisad III. 14. 3. dinyatakan : “Sarwam khalu idam Brahman” yang artinya
semua ini adalah Brahman/Tuhan.
Dengan demikian tidak ada satupun di dunia ini yang lepas dari
Dia. Menyadari bahwa asal dan tujuan kembalinya semua yang ada di dunia ini
adalah sama, maka tidak ada satupun di dunia ini yang memiliki kekuatan hukum
yang abadi, kecuali Tuhan. Yang berbeda hanyalah jasad materi yang
sewaktu-waktu bisa berubah atau tidak kekal. Lalu apa yang harus
dibangga-banggakan yang mengarah pada rusaknya perdamaian, kerukunan,
ketenteraman, ketenangan, kebahagiaan dan kesejahteraan umat manusia di dunia
ini? Sejatinya kebanggaan sebagai umat manusia yang religius, karena berbudi
luhur dan prestasi. Mengekspresikan kebanggaan hendaknya dengan arif dan
bijaksana serta menampilkan simpati. Hal ini hendaknya menjadi renungan bagi
tumbuhnya spiritualitas, moralitas dalam rangka meningkatkan sraddha kepada
Sanghyang Widhi Wasa. Percaya kepada Tuhan sudah termasuk di dalamnya cinta
kasih pada sesama manusia dan cinta kasih kepada alam lingkungan.
Keseimbangan Cinta Kasih. Untuk mencapai keseimbangan cinta
kasih dapat diwujudkan dalam hubungan garis vertikal dan horizontal. Terlebih
lagi memasuki abad modern dan global dibutuhkan pemikiran secara arif dan
bijaksana. Di satu sisi dituntut bersikap rasional, namun di sisi lain masih
diperlukan curahan emosi spiritual terutama dalam hubungan manusia dengan Tuhan
sebagai Maha Pencipta alam semesta beserta isinya.
Jalan terbaik adalah bagaimana mensinergikan emosi spiritual
dengan sikap rasional. Dalam hal ini relevansi keseimbangan cinta kasih dengan
abad modern lebih difokuskan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia yang
memegang teguh nilai-nilai ke-Tuhanan, kemanusiaan dan kealaman.
Saling mencintai dan mengasihi satu sama lain dan kepada siapa
saja tanpa memandang perbedaan fisik akan memberikan keseimbangan cinta kasih.
Dalam Yajur Weda 32. 8 dinyatakan “Sa’atah protasca wibhuh prajasu” yang
artinya Tuhan terjalin dalam makhluk yang diciptakan.
Cinta kasih Dalam Keluarga. Yang sangat menonjol bagi manusia
modern mengenai konsep cinta dalam kehidupan berkeluarga dalam Weda adalah
keterbukaan. Masalah kehidupan rumah tangga ialah menciptakan keselarasan dan
kesesuaian seperti pada alam sesuai dengan hukum abadi (Rta).
Dalam Atharwa Weda III.30 dinyatakan perkataan Pendeta kepada
kelompok keluarga : ”Aku membuat engkau bersatu dalam hati, bersatu dalam
pikiran, tanpa rasa benci, mempunyai ikatan satu sama lain seperti anak sapi
yang baru lahir dari induknya. Agar anak mengikuti Ayahnya dalam kehidupan yang
mulia dan sehaluan dengan Ibunya. Agar si isteri berbicara yang manis,
mengucapkan kata-kata damai kepada suaminya. Agar sesama saudara, laki atau
perempuan tidak saling membenci. Agar semua bersatu dan menyatu dalam tujuan
yang luhur dan berbicara dengan sopan. Semoga minuman yang engkau minum bersama
dan makan makanan bersama.”
Konsep hubungan garis vertikal dan horizontal juga berlaku dalam
kehidupan keluarga agar mencapai satu tujuan luhur yaitu keharmonisan,
ketentraman, kedamaian dan kebahagiaan bersama. Kebersamaan yang begitu
menonjol dalam kehidupan keluarga inti menjadi parameter ke tingkat kehidupan
keluarga yang lebih besar dan kehidupan sosial kemasyarakatan.
Kesimpulan.
Dari uraian tadi dapat disimpulkan bahwa ajaran cinta kasih
adalah bersifat umum (Samana) dan universal (Sadharana). Dalam perspektif Hindu
ajaran cinta kasih diwujudnyatakan dalam hubungan garis vertikal dan horizontal
yang dikenal dengan Tri Hita Karana. Cinta kasih dapat diwujudkan apabila
manusia memahami
secara sinergi antara perasaan emosi spiritual dan sikap
rasional yang dilandasi dengan ajaran “Tat Twam Asi,” “Sarwam khalu idan
Brahman,” “Aham Brahman asmi.”
Penulis adalah Ketua PHDI Kab. Bekasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Buku Tamu