Rare Bali Anak Bali Belog Ngiring Ngajegang Bali dengan berbahasa Bali sane becik, senang ring Tembang Bali tur sekancan sastra lan Budaya Bali sane sampun kaloktah ring jagate mangda sumingkin jangkep tur paripurna #Bahasabali #AjegBudayaBali #RareBali

Breaking

Translate

Senin, 09 Januari 2023

ESSAY : STRATEGI MENANGANI SAMPAH SISA UPAKARA

ESSAY : STRATEGI MENANGANI SAMPAH SISA UPAKARA


Masalah sampah sisa persembahyangan yang muncul di media sosial semakin mengganggu kita sebagai umat Hindu. Tak peduli pura sebesar dan semegah Pura Kita, juga tidak luput dari sampah dari pemedek, yang berupa Canang Sari, kwangen, kulit tipat, kulit buah jeruk ataupun gelas plastik minuman. Terkadang adapula kulit daksina, kelapa, ceper, tamas, taledan yang berserakan disudut-sudut pura. Walaupun sebenarnya dari dahulu juga sudah ada sampah, sisa Kwangen atau  Canang Sari, dan lain-lain. Masih sangat jelas dalam ingatan saya, saat masih usia anak-anak di desa, setiap piodalan selalu berebut untuk mencari sisa kwangen atau canang sari, barangkali ada sesari yang luput diambil oleh pemangku. Dapat terkumpul hingga 100 rupiah sangatlah  besar pada tahun 70-an. Lalu kenapa setelah informasi global seperti saat ini, sampah tersebut menjadi sangat mengganggu ?

Yang manakah sampah upakara dan yang mana pula sisa upakara ?  terlebih dahulu harus kita sepakati bersama antara sampah dan sisa upakara, walau dari segi bentuk rupa kedua hal ini sama. Sisa Upakara adalah Upakara yang telah dihaturkan kepada Tuhan dan segala manifestasiNya termasuk kepada sang Bhutakala, terletak pada tempat-tempat tertentu. Seperti di pelinggih dan di sor pelinggih, ada pula di tengah-tengah pemedal, kori agung atau candi bentar.

Seperti kita ketahui, salah satu fungsi Upakara adalah sebagai alat konsentrasi dan sebagai persembahan kurban suci. Dengan melihat upakara, pikiran manusia sudah teringat dan terarah pada yang dihadirkan untuk dipuja. Teringat akan sang Bhutakala atau mahluk lain yang berada diantara kita, yang patut kita persembahkan kurban suci agar mereka selalu senang, tenang, tentram sehingga tidak mengganggu kegiatan kita. Sisa persembahan atau upakara ini tidak langsung dipindahkan atau dibersihkan, sebagai tanda prosesi upacara sudah berlangsung.

Setelah kita memahami sisa upakara, sekarang kita kembali ke sampah. Sampah adalah sesuatu yang dibuang, yang telah tidak berguna. Sampah pada umumnya tidak berada di tempat-tempat tertentu seperti pelinggih atau pintu masuk/pemedal. Di lingkungan pura, sampah yang walau bentuknya sama dengan sisa upakara ini dapat dijumpai pada tempat-tempat umum, seperti lapangan parkir kendaraan atau tempat teduh dibawah pohon yang rindang.

Strategi menangani sampah dan sisa upakara tentunya dengan cara yang berbeda, karena kedua hal tersebut memang berbeda. Sisa upakara akan dibersihkan setelah kegiatan selesai atau Nyineb, semua akan dilungsur kemudian dinikmati sebagai prasadam. Dipilah-pilah kembali, mana buah, tumpeng, dan mana yang janur, bunga dan lainnya yang tidak bisa dimakan. Kegiatan ini sudah berlangsung secara turun-temurun pada setiap perhelatan pujawali atau piodalan. Semua berlengsung dengan baik, sehingga sampah yang dihasilkan tidak akan mengganggu keindahan lingkungan pura. 

Kemudian masalah sampah perlu penanganan secara fisik maupun mental. Fisik, berupa kegiatan pembersihan langsung oleh petugas kebersihan, dengan menyapu secara berkala dan menyediakan tempat-tempat sampah ditempat-tempat umum. Membuat papan peringatan, agar umat menjaga kebersihan, salah satunya seperti “KEBERSIHAN ADALAH BAGIAN DARI KARMA BAIK”. Papan peringatan dengan menyentuh hati umat, bahwa kebersihan adalah bagian dari karma baik, dimana hukum karma yang sangat dipercaya oleh umat kita. Sehingga selain secara fisik, ini pula merupakan cara penanganan secara mental.

Satu hal yang dapat kita kerjakan sebagai pemedek adalah dengan menyiakan plastik kantong kresek sendiri saat akan nangkil. Bila diperlukan adanya upaya Panitia piodalan untuk menyediakan kantong kresek gratis bagi umat yang akan melaksanakan persembayangan sehingga ada rasa tanggungjawab, bahwasanya selain melaksanakan persembahyangan juga melaksanakan karma baik dengan tidak membuang atau meninggalkan sampahnya di lingkungan pura.

Dengan adanya penekanan bahwa Kebersihan bagian dari sebuah Karma baik, tentunya akan memberi efek yang sangat baik pula. Kita ketahui bersama bahwa, umat Hindu sangat percaya dengan Hukum Karma, baik yang kita lakukan, baik pula yang akan kita terima, demikian sebaliknya. Hukum Karma menjadi suatu hal yang perlu mendapatkan peningkatan pemahaman dan penerapan di lapangan, lebih-lebih kita sudah memahami tentang TRI HITA KARANA.

Penulis : Admin Blog


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Buku Tamu

Cari Blog Ini

Pengikut

Blog Archive