ESSAY : STRATEGI MENANGANI SAMPAH SISA UPAKARA
Masalah sampah sisa persembahyangan yang muncul di media sosial semakin mengganggu kita sebagai umat Hindu. Tak peduli pura sebesar dan semegah Pura Kita, juga tidak luput dari sampah dari pemedek, yang berupa Canang Sari, kwangen, kulit tipat, kulit buah jeruk ataupun gelas plastik minuman. Terkadang adapula kulit daksina, kelapa, ceper, tamas, taledan yang berserakan disudut-sudut pura. Walaupun sebenarnya dari dahulu juga sudah ada sampah, sisa Kwangen atau Canang Sari, dan lain-lain. Masih sangat jelas dalam ingatan saya, saat masih usia anak-anak di desa, setiap piodalan selalu berebut untuk mencari sisa kwangen atau canang sari, barangkali ada sesari yang luput diambil oleh pemangku. Dapat terkumpul hingga 100 rupiah sangatlah besar pada tahun 70-an. Lalu kenapa setelah informasi global seperti saat ini, sampah tersebut menjadi sangat mengganggu ?
Yang
manakah sampah upakara dan yang mana pula sisa upakara ? terlebih dahulu harus kita sepakati bersama
antara sampah dan sisa upakara, walau dari segi bentuk rupa kedua hal ini sama.
Sisa Upakara adalah Upakara yang telah dihaturkan kepada Tuhan dan segala
manifestasiNya termasuk kepada sang Bhutakala, terletak pada tempat-tempat
tertentu. Seperti di pelinggih dan di sor pelinggih, ada pula di tengah-tengah
pemedal, kori agung atau candi bentar.
Seperti
kita ketahui, salah satu fungsi Upakara adalah sebagai alat konsentrasi dan
sebagai persembahan kurban suci. Dengan melihat upakara, pikiran manusia sudah
teringat dan terarah pada yang dihadirkan untuk dipuja. Teringat akan sang
Bhutakala atau mahluk lain yang berada diantara kita, yang patut kita
persembahkan kurban suci agar mereka selalu senang, tenang, tentram sehingga
tidak mengganggu kegiatan kita. Sisa persembahan atau upakara ini tidak
langsung dipindahkan atau dibersihkan, sebagai tanda prosesi upacara sudah
berlangsung.
Setelah
kita memahami sisa upakara, sekarang kita kembali ke sampah. Sampah adalah
sesuatu yang dibuang, yang telah tidak berguna. Sampah pada umumnya tidak
berada di tempat-tempat tertentu seperti pelinggih atau pintu masuk/pemedal. Di
lingkungan pura, sampah yang walau bentuknya sama dengan sisa upakara ini dapat
dijumpai pada tempat-tempat umum, seperti lapangan parkir kendaraan atau tempat
teduh dibawah pohon yang rindang.
Strategi
menangani sampah dan sisa upakara tentunya dengan cara yang berbeda, karena
kedua hal tersebut memang berbeda. Sisa upakara akan dibersihkan setelah
kegiatan selesai atau Nyineb, semua akan dilungsur
kemudian dinikmati sebagai prasadam. Dipilah-pilah kembali, mana buah,
tumpeng, dan mana yang janur, bunga dan lainnya yang tidak bisa dimakan.
Kegiatan ini sudah berlangsung secara turun-temurun pada setiap perhelatan
pujawali atau piodalan. Semua berlengsung dengan baik, sehingga sampah yang
dihasilkan tidak akan mengganggu keindahan lingkungan pura.
Kemudian
masalah sampah perlu penanganan secara fisik maupun mental. Fisik, berupa
kegiatan pembersihan langsung oleh petugas kebersihan, dengan menyapu secara
berkala dan menyediakan tempat-tempat sampah ditempat-tempat umum. Membuat
papan peringatan, agar umat menjaga kebersihan, salah satunya seperti
“KEBERSIHAN ADALAH BAGIAN DARI KARMA BAIK”. Papan peringatan dengan menyentuh
hati umat, bahwa kebersihan adalah bagian dari karma baik, dimana hukum karma
yang sangat dipercaya oleh umat kita. Sehingga selain secara fisik, ini pula
merupakan cara penanganan secara mental.
Satu hal yang dapat kita kerjakan sebagai pemedek adalah dengan menyiakan plastik kantong kresek sendiri saat akan nangkil. Bila diperlukan adanya upaya Panitia piodalan untuk menyediakan kantong kresek gratis bagi umat yang akan melaksanakan persembayangan sehingga ada rasa tanggungjawab, bahwasanya selain melaksanakan persembahyangan juga melaksanakan karma baik dengan tidak membuang atau meninggalkan sampahnya di lingkungan pura.
Dengan
adanya penekanan bahwa Kebersihan bagian dari sebuah Karma baik, tentunya akan
memberi efek yang sangat baik pula. Kita ketahui bersama bahwa, umat Hindu
sangat percaya dengan Hukum Karma, baik yang kita lakukan, baik pula yang akan
kita terima, demikian sebaliknya. Hukum Karma menjadi suatu hal yang perlu
mendapatkan peningkatan pemahaman dan penerapan di lapangan, lebih-lebih kita
sudah memahami tentang TRI HITA KARANA.
Penulis : Admin Blog
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Buku Tamu