Malam Ciwa, Malam Penebusan Dosa, Pemujaan terhadap Ciwa
Kapan dilaksanakan Hari Suci
Siwaratri ?
Purwaning Tilem Kapitu atau
Panglong 14 Tilem Kepitu, setahun sekali
Apa makna Hari Suci
Siwaratri ?
Hari Suci Siwaratri diperingati
sebagai hari permohonan kekuatan pengendalian diri kehadapan Sang Hyang Siwa,
merupakan hari malam Siwa atau Siwaratri.
Apa arti kata Siwaratri ?
Kata Siwa berasal dari bahasa Sanskerta yang artinya Baik Hati, Suka Memaafkan, Memberi Harapan, dan Membahagiakan. Dalam hal ini kata Siwa adalah sebuah gelar atau nama kehormatan untuk salah satu manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang diberi nama Dewa Siwa, dalam fungsi Beliau sebagai pamrelina atau pelebur segala yang patut dilebur untuk mencapai kesucian atau kesadaran diri yang memberikan harapan untuk bahagia.
Kata Ratri artinya Malam, Malam
disini juga dimaksudkan kegelapan. Jadi Siwaratri artinya malam untuk melebur
atau mem-prelina (melenyapkan) kegelapan hati menuju jalan yang terang.
Apa arti hari Catur Dasi
Krsnapaksa ?
Panglong ping 14 sasih
Kapitu. Sehari sebelum bulan mati
pada bulan Magha (kepitu), yaitu malam hari yang paling gelap di dalam satu
tahun.
Bagaimana petunjuk sastra
agama mengenai Hari Siwaratri ?
Menurut petunjuk dari isi
sastra-sastra agama Hindu, hari Siwaratri adalah merupakan pengaplikasian dari
ajaran Weda yang bersifat nyata karena pelaksanaannya sungguh-sungguh tercermin
adanya nilai-nilai ajaran Samkhya Yoga, sebagai fundament dari ajaran Raja
Yoga.
Apa Tujuan pelaksanaan hari
Siwaratri ?
Untuk
menuntun spiritual umat Hindu, agar setiap saat mampu berintrospeksi diri
sehingga dapat memacu meningkatkan pengendalian diri, dapat menggugah kesadaran
(Cetana) umat akan dirinya bahwa hidup di dunia adalah berada dalam
belenggu kekuatan Samsara.
Apa yang dimaksud dengan
Brata Siwaratri ?
Brata dalam bahasa Sanskerta
berarti Janji, Sumpah, Pandangan, Kewajiban, Laku Utama, Keteguhan Hati. Jadi
disini dapat disimpulkan bahwa Brata Siwaratri artinya kewajiban sebagai laku
utama atau janji untuk teguh hati melaksanakan ajaran Siwaratri.
Apa saja Brata Siwaratri
yang utama ?
1.
Upawasa
2.
Monobrata
3. Jagra
Bagaimana adat budaya Bali
mengenai Brata Siwaratri ?
1.
Upawasa artinya berpuasa tidak makan dan minum dari pukul 06.00 pagi pada
pangelong ping 14 sampai pukul 18.00 Tileming sasih Kepitu atau selama 36 jam.
Sebelum Upawasa melaksanakan penyucian diri (mesuci laksana), menghaturkan
banten, bersembahyang dan metirtha.
2.
Monobrata artinya pantang bicara atau berdiam diri tanpa bicara, lamanya sama
dengan Upawasa.
3. Jagra artinya berjaga,
bangkit, maksudnya tidak tidur selama 36 jam sama dengan Upawasa.
Bagaimana tatanan
pelaksanaan Hari Suci Siwaratri
Sekitar pukul 04.00 dauh
Biomantara melaksanakan mesuci laksana, menghaturkan banten Pejati
ring Kemulan Rong Tengah (nyejer), bersembahyang, metirtha dan
mebija. Selanjutnya melaksanakan Brata Siwaratri bisa di Merajan
atau Pura Kahyangan. Malam Siwa dimulai pukul 19.00 dauh Dewa, dengan
persembahyangan “Utpheti Bhakti”, metirtha dan mebija. Brata Jagra dapat
dilaksanakan dengan kegiatan Dharma Gita, Dharma Tula, Dharma Santhi hingga
pukul 02.00 dauh Yoga. Kemudian melaksanakan persembahyangan “Stiti
Bhakti”, inilah yang disebut Dauh Penciptaan. Dengan sarana daun Bila
yang kemudian dimasukkan ke Toya Pengajum untuk Tirtha Siwaratri,
setelah metirtha umat melaksanakan Yoga Samadhi. Selesai Yoga
Semadhi dilaksanakan persembahyangan “Pralina Bhakti” pukul 19.00
sebagai akhir atau pengelebaran Brata Siwaratri.
Benarkah Hari Siwaratri
untuk melebur atau menebus dosa ?
Sesungguhnya pengertian yang
demikian adalah keliru, namun makna dan tujuannya adalah sebagai tonggak hari
perenungan atau introspeksi diri atas perbuatan-perbuatan yang telah lalu
apakah perbuatannya itu lebih banyak kebajikan atau keburukan, hal itulah yang
menjadi neraca renungan tersebut. Pada malam Siwa ini kita memerlukan tuntunan
dan waranugraha Dewa Siwa sebagai pemrelina segala sesuatu yang menghalangi
tujuan suci.
Apakah dasar sastra
Siwaratri bukan menebus dosa ?
Dalam Padmapurana
maupun dalam Siwaratrikalpa si pemburu dinyatakan sebagai orang yang papa
(tidak dengan kata dosa) dan dengan melaksanakan Brata Siwaratri segala papa-nya
menjadi sirna. “ Sapapa niki nasa de nikin atanghi manuju Siwaratri kottama “
Bagaimana seorang yang papa
dapat terlepas dari papa naraka ?
Dalam kaitannya dengan
Siwaratri disebutkan “ yan matutur ikang atma ri jatinya “ yaitu
tercapainya Kesadaran akan Sang Diri.
Apa dasar sastra agama
mengenai Hari Siwaratri ?
Purana yaitu Padma Purana,
Siwa Purana, Skanda Purana dan Garuda Purana, menguraikan tentang
Siwaratri, upacaranya, sekaligus si pemburunya yang naik sorga yaitu anugrah
Siwa di Siwa Loka. (lebih lengkap mengenai purana disampaikan pada akhir
bahasan Siwaratri)
Sastra agama yang bersifat Epos
yaitu Lubdhaka Tattwa atau Lontar Kekawin Lubdhaka (Siwaratrikalpa) karya Mpu
Tanakung merupakan yang terkenal di Bali
Apa makna kata Lubdhaka ?
Kata Lubdhaka (Sanskerta)
berarti ‘Pemburu’ . Pemburu adalah orang yang selalu mengejar dan mencari
sesuatu. Yang diburunya adalah binatang, nama lain binatang adalah Sattwa. Kata
Sattwa berasal dari kata Sat yang berarti ‘inti yang mulia atau
hakikat’ . Kata Twa berarti ‘sifat’ . Jadi kata Sattwa berarti
‘bersifat inti atau bersifat hakikat’. Dengan demikian yang bernama Lubdhaka
itu adalah pelukisan orang yang selalu mengejar atau mencari inti hakikat yang
mulia.
Apa makna si Lubdhaka
bertempat tinggak di puncak gunung yang indah ?
.... sthiyangher i puncak
nikang acala sobhatyanta ramyalango ....
Di dalam bahasa Sanskerta,
gunung itu disebut acala yang artinya tidak bergerak. Gunung juga disebut
lingga-acala artinya lingga yang tidak bergerak atau tetap. Si Lubdhaka bertempat
tinggal di puncak gunung adalah melukiskan orang yang taat dan tekun memuja
Dewa Siwa (Siwa-Lingga) sebagai manifestasi Hyang Widhi Wasa, juga melukiskan
seorang Yogi (Samkhya-Yoga yang disebut Siwatattwa).
Apa makna kata Panglong pada
Kekawin Lubdhaka ?
Kata Panglong berasal
dari suku kata Pang yang artinya Supaya (bhs.Bali) dan suku kata Long
yang artinya Berkurang, dengan demikian kata Panglong dapat
diartikan Supaya Cepat Berkurang.
Apa makna kata Empat Belas
pada Kekawin Lubdhaka ?
Kata Empat artinya Yang
Menyumbat, kata Belas (bhs.Bali) artinya Terlepas. Jadi kata Empat
Belas mengandung maksud Agar penyebab dari kegelapan hatnya (awidya)
secepatnya musnah sehingga berubah menjadi Widya.
Apa makna Si Lubdhaka Pergi
Ke Hutan pada Kekawin Lubdhaka ?
Si Lubdhaka
pergi ke hutan atau Alas mengandung maksud Alas diarikan Dasar,
di dalam hutan banyak pohon-pohonan, kata pohon memiliki nama lain Kayu,
dari kata Kayu menjadi Kayun. Sehingga Pergi Ke Hutan mengandung
maksud Banyak Menimba Ilmu Pengetahuan.
Apa makna kalimat “Mamating
Wek, Mong, Gajah dan Warak (Badak)” pada Kekawin Lubdhaka ?
Kata Mamating berarti Memati-mati,
kata dasarnya Pati, akar katanya Pat yang memiliki arti Sumber.
Kata Wek (Babi Hutan) dalam bahasa Jawa Kuna menjadi kata Wraha yang
diartikan Wahyu atau Anugerah. Kata Mong (Macan) dalam
bahasa Jawa Kuna adalah Wyagra, berasal dari kata Wi dan Yagra,
kemudian kata Yagra menjadi Jagra, yang dapat diartikan Tidak
Tidur, mengandung tujuan kebenaran adalah Kesadaran Mutlak atau Cetana.
Binatang Gajah dalam bahasa
Sanskerta adalah disebut Asti, dijadikan kata ulang menjadilah Astiti
yang memiliki arti Yasa Kerthi atau Berbhakti.
Kata Warak (Badak)
adalah termasuk binatang suci menurut keyakinan dan kepercayaan Hindu seperti
dituliskan dalam Lontar Empulutuk banten Bahem Warak artinya Darah
Badak biasanya dipakai tetandingan banten. Oleh karena itu Kata Warak mengandung
makna Kesucian.
Apa makna Ada Sebuah Telaga
pada Kekawin Lubdhaka ?
Simbul Bathiniah
Apa makna Waktu Si Lubdhaka
Menuju Hutan Hingga Kembali Ke Rumah pada Kekawin Lubdhaka ?
Simbul pelaksanaan Brata
Siwaratri selama 36 jam
Apa makna Munculnya Sebuah
Linggam dari Telaga pada Kekawin Lubdhaka ?
Merupakan simbul keberhasilan
seorang Yogi, melihat kekuatan Sang Hyang Widhi secara Spiritual
Apa makna si Lubdhaka naik
ke pohon Bila ?
....irika tikang nisada mamenek
pang ing maja....
Mengandung arti simbolik yang
menggambarkan bahwa ia adalah bertumpu pada atau berpangkal tolak dari
keteguhan hati atau ketekunan.
Apa makna Pohon Bila (Maja)
pada Kekawin Lubdhaka ?
Kata Bila mengalami
perubahan menurut hukum perubahan bunyi pbw atau drl sehingga
menjadi Wira yang artinya Teguh, Tapa atau Satya.
Apa makna Memetik Daun Bila
108 pada Kekawin Lubdhaka ?
Melaksanakan introspeksi diri,
mencari pengetahuan yang tiada henti hingga mencapai titik kesucian ( Yoga 108,
bila dijumlahkan = 9 ). Angka 9 adalah angka terbesar, sebagai simbolik dari
perbuatan baik si Lubdhaka yang didasari oleh keteguhan hati atau ketekunan
memuja Dewa Siwa adalah telah mencapai puncaknya.
Apa makna Peperangan Laskar
Sang Hyang Siwa Dengan Sang Hyang Yamadipati pada Kekawin Lubdhaka ?
Merupakan
simbul akan selalu ada “pertempuran” dalam diri manusia, diantara Subhakarma
dengan Asubhakarma.
Apa yang dapat disimpulkan
dari Lontar Kekawin Lubdhaka ?
Bahwa Siwa Ratri bertitik berat
pada latihan bathin sebenarnya, bukan pada upacara. Secara mythologi, secara
kedewaan dinyatakan bahwa pada Purwaning Tilem Kepitu, Sang Hyang Ciwa
melakukan yoganya, selama semalam penuh. Yoga Sang Hyang Ciwa atau kehendak
suci dari Ida Sang Hyang Widhi untuk berhubungan dengan Jiwa-atma dari manusia,
hanya akan berhasil bilamana mendapat reaksi dari umat-Nya. Umat hendaklah
mempunyai kesiapan bathin untuk menyongsong serta menampung tibanya pengestu
pada dirinya masing-masing yang dipancarkan oleh Hyang Ciwa dalam yoganya pada
malam itu.
Bagaimana kita menyongsong
Siwaratri ?
Dimulai pada
pagi hari panglong ping 14 melaksanakan suci laksana, kemudian puasa, latihan
bathin. Dilanjutkan dengan melaksanakan Bhatara Siwaratri Sambang yaitu duduk
dalam samadhi, menenangkan hati semalam suntuk. Atau dapat pula dilakukan
dengan hiburan suci; mapepawosan, membaca lontar, pustaka, Dharma Sastra,
Itihasa sehingga selama 12 jam (1 malam) itu benar-benar kita tidak tidur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Buku Tamu