Rare Bali Anak Bali Belog Ngiring Ngajegang Bali dengan berbahasa Bali sane becik, senang ring Tembang Bali tur sekancan sastra lan Budaya Bali sane sampun kaloktah ring jagate mangda sumingkin jangkep tur paripurna #Bahasabali #AjegBudayaBali #RareBali

Breaking

Translate

Selasa, 17 Januari 2023

Malam Ciwa, Malam Penebusan Dosa, Pemujaan terhadap Ciwa

Malam Ciwa, Malam Penebusan Dosa, Pemujaan terhadap Ciwa

Kapan dilaksanakan Hari Suci Siwaratri ?

Purwaning Tilem Kapitu atau Panglong 14 Tilem Kepitu, setahun sekali

Apa makna Hari Suci Siwaratri ?

Hari Suci Siwaratri diperingati sebagai hari permohonan kekuatan pengendalian diri kehadapan Sang Hyang Siwa, merupakan hari malam Siwa atau Siwaratri.

Apa arti kata Siwaratri ?


Kata Siwa berasal dari bahasa Sanskerta yang artinya Baik Hati, Suka Memaafkan, Memberi Harapan, dan Membahagiakan. Dalam hal ini kata Siwa adalah sebuah gelar atau nama kehormatan untuk salah satu manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang diberi nama Dewa Siwa, dalam fungsi Beliau sebagai pamrelina atau pelebur segala yang patut dilebur untuk mencapai kesucian atau kesadaran diri yang memberikan harapan untuk bahagia.

Kata Ratri artinya Malam, Malam disini juga dimaksudkan kegelapan. Jadi Siwaratri artinya malam untuk melebur atau mem-prelina (melenyapkan) kegelapan hati menuju jalan yang terang.

Apa arti hari Catur Dasi Krsnapaksa ?

Panglong ping 14 sasih Kapitu. Sehari sebelum bulan mati pada bulan Magha (kepitu), yaitu malam hari yang paling gelap di dalam satu tahun.

Bagaimana petunjuk sastra agama mengenai Hari Siwaratri ?

Menurut petunjuk dari isi sastra-sastra agama Hindu, hari Siwaratri adalah merupakan pengaplikasian dari ajaran Weda yang bersifat nyata karena pelaksanaannya sungguh-sungguh tercermin adanya nilai-nilai ajaran Samkhya Yoga, sebagai fundament dari ajaran Raja Yoga.

Apa Tujuan pelaksanaan hari Siwaratri ?

Untuk menuntun spiritual umat Hindu, agar setiap saat mampu berintrospeksi diri sehingga dapat memacu meningkatkan pengendalian diri, dapat menggugah kesadaran (Cetana) umat akan dirinya bahwa hidup di dunia adalah berada dalam belenggu kekuatan Samsara.

Apa yang dimaksud dengan Brata Siwaratri ?

Brata dalam bahasa Sanskerta berarti Janji, Sumpah, Pandangan, Kewajiban, Laku Utama, Keteguhan Hati. Jadi disini dapat disimpulkan bahwa Brata Siwaratri artinya kewajiban sebagai laku utama atau janji untuk teguh hati melaksanakan ajaran Siwaratri.

Apa saja Brata Siwaratri yang utama ?

1. Upawasa

2. Monobrata

3. Jagra

 

Bagaimana adat budaya Bali mengenai Brata Siwaratri ?

1. Upawasa artinya berpuasa tidak makan dan minum dari pukul 06.00 pagi pada pangelong ping 14 sampai pukul 18.00 Tileming sasih Kepitu atau selama 36 jam. Sebelum Upawasa melaksanakan penyucian diri (mesuci laksana), menghaturkan banten, bersembahyang dan metirtha.

2. Monobrata artinya pantang bicara atau berdiam diri tanpa bicara, lamanya sama dengan Upawasa.

3. Jagra artinya berjaga, bangkit, maksudnya tidak tidur selama 36 jam sama dengan Upawasa.

 

Bagaimana tatanan pelaksanaan Hari Suci Siwaratri

Sekitar pukul 04.00 dauh Biomantara melaksanakan mesuci laksana, menghaturkan banten Pejati ring Kemulan Rong Tengah (nyejer), bersembahyang, metirtha dan mebija. Selanjutnya melaksanakan Brata Siwaratri bisa di Merajan atau Pura Kahyangan. Malam Siwa dimulai pukul 19.00 dauh Dewa, dengan persembahyangan “Utpheti Bhakti”, metirtha dan mebija. Brata Jagra dapat dilaksanakan dengan kegiatan Dharma Gita, Dharma Tula, Dharma Santhi hingga pukul 02.00 dauh Yoga. Kemudian melaksanakan persembahyangan “Stiti Bhakti”, inilah yang disebut Dauh Penciptaan. Dengan sarana daun Bila yang kemudian dimasukkan ke Toya Pengajum untuk Tirtha Siwaratri, setelah metirtha umat melaksanakan Yoga Samadhi. Selesai Yoga Semadhi dilaksanakan persembahyangan “Pralina Bhakti” pukul 19.00 sebagai akhir atau pengelebaran Brata Siwaratri.

Benarkah Hari Siwaratri untuk melebur atau menebus dosa ?

Sesungguhnya pengertian yang demikian adalah keliru, namun makna dan tujuannya adalah sebagai tonggak hari perenungan atau introspeksi diri atas perbuatan-perbuatan yang telah lalu apakah perbuatannya itu lebih banyak kebajikan atau keburukan, hal itulah yang menjadi neraca renungan tersebut. Pada malam Siwa ini kita memerlukan tuntunan dan waranugraha Dewa Siwa sebagai pemrelina segala sesuatu yang menghalangi tujuan suci.

Apakah dasar sastra Siwaratri bukan menebus dosa ?

Dalam Padmapurana maupun dalam Siwaratrikalpa si pemburu dinyatakan sebagai orang yang papa (tidak dengan kata dosa) dan dengan melaksanakan Brata Siwaratri segala papa-nya menjadi sirna. “ Sapapa niki nasa de nikin atanghi manuju Siwaratri kottama

Bagaimana seorang yang papa dapat terlepas dari papa naraka ?

Dalam kaitannya dengan Siwaratri disebutkan “ yan matutur ikang atma ri jatinya “ yaitu tercapainya Kesadaran akan Sang Diri.

Apa dasar sastra agama mengenai Hari Siwaratri ?

Purana yaitu Padma Purana, Siwa Purana, Skanda Purana dan Garuda Purana, menguraikan tentang Siwaratri, upacaranya, sekaligus si pemburunya yang naik sorga yaitu anugrah Siwa di Siwa Loka. (lebih lengkap mengenai purana disampaikan pada akhir bahasan Siwaratri)

Sastra agama yang bersifat Epos yaitu Lubdhaka Tattwa atau Lontar Kekawin Lubdhaka (Siwaratrikalpa) karya Mpu Tanakung merupakan yang terkenal di Bali

Apa makna kata Lubdhaka ?

Kata Lubdhaka (Sanskerta) berarti ‘Pemburu’ . Pemburu adalah orang yang selalu mengejar dan mencari sesuatu. Yang diburunya adalah binatang, nama lain binatang adalah Sattwa. Kata Sattwa berasal dari kata Sat yang berarti ‘inti yang mulia atau hakikat’ . Kata Twa berarti ‘sifat’ . Jadi kata Sattwa berarti ‘bersifat inti atau bersifat hakikat’. Dengan demikian yang bernama Lubdhaka itu adalah pelukisan orang yang selalu mengejar atau mencari inti hakikat yang mulia.

Apa makna si Lubdhaka bertempat tinggak di puncak gunung yang indah ?

.... sthiyangher i puncak nikang acala sobhatyanta ramyalango ....

Di dalam bahasa Sanskerta, gunung itu disebut acala yang artinya tidak bergerak. Gunung juga disebut lingga-acala artinya lingga yang tidak bergerak atau tetap. Si Lubdhaka bertempat tinggal di puncak gunung adalah melukiskan orang yang taat dan tekun memuja Dewa Siwa (Siwa-Lingga) sebagai manifestasi Hyang Widhi Wasa, juga melukiskan seorang Yogi (Samkhya-Yoga yang disebut Siwatattwa).

Apa makna kata Panglong pada Kekawin Lubdhaka ?

Kata Panglong berasal dari suku kata Pang yang artinya Supaya (bhs.Bali) dan suku kata Long yang artinya Berkurang, dengan demikian kata Panglong dapat diartikan Supaya Cepat Berkurang.

Apa makna kata Empat Belas pada Kekawin Lubdhaka ?

Kata Empat artinya Yang Menyumbat, kata Belas (bhs.Bali) artinya Terlepas. Jadi kata Empat Belas mengandung maksud Agar penyebab dari kegelapan hatnya (awidya) secepatnya musnah sehingga berubah menjadi Widya.

Apa makna Si Lubdhaka Pergi Ke Hutan pada Kekawin Lubdhaka ?

Si Lubdhaka pergi ke hutan atau Alas mengandung maksud Alas diarikan Dasar, di dalam hutan banyak pohon-pohonan, kata pohon memiliki nama lain Kayu, dari kata Kayu menjadi Kayun. Sehingga Pergi Ke Hutan mengandung maksud Banyak Menimba Ilmu Pengetahuan.

Apa makna kalimat “Mamating Wek, Mong, Gajah dan Warak (Badak)” pada Kekawin Lubdhaka ?

Kata Mamating berarti Memati-mati, kata dasarnya Pati, akar katanya Pat yang memiliki arti Sumber. Kata Wek (Babi Hutan) dalam bahasa Jawa Kuna menjadi kata Wraha yang diartikan Wahyu atau Anugerah. Kata Mong (Macan) dalam bahasa Jawa Kuna adalah Wyagra, berasal dari kata Wi dan Yagra, kemudian kata Yagra menjadi Jagra, yang dapat diartikan Tidak Tidur, mengandung tujuan kebenaran adalah Kesadaran Mutlak atau Cetana.

Binatang Gajah dalam bahasa Sanskerta adalah disebut Asti, dijadikan kata ulang menjadilah Astiti yang memiliki arti Yasa Kerthi atau Berbhakti.

Kata Warak (Badak) adalah termasuk binatang suci menurut keyakinan dan kepercayaan Hindu seperti dituliskan dalam Lontar Empulutuk banten Bahem Warak artinya Darah Badak biasanya dipakai tetandingan banten. Oleh karena itu Kata Warak mengandung makna Kesucian.

Apa makna Ada Sebuah Telaga pada Kekawin Lubdhaka ?

Simbul Bathiniah

Apa makna Waktu Si Lubdhaka Menuju Hutan Hingga Kembali Ke Rumah pada Kekawin Lubdhaka ?

Simbul pelaksanaan Brata Siwaratri selama 36 jam

Apa makna Munculnya Sebuah Linggam dari Telaga pada Kekawin Lubdhaka ?

Merupakan simbul keberhasilan seorang Yogi, melihat kekuatan Sang Hyang Widhi secara Spiritual

Apa makna si Lubdhaka naik ke pohon Bila ?

....irika tikang nisada mamenek pang ing maja....

Mengandung arti simbolik yang menggambarkan bahwa ia adalah bertumpu pada atau berpangkal tolak dari keteguhan hati atau ketekunan.

Apa makna Pohon Bila (Maja) pada Kekawin Lubdhaka ?

Kata Bila mengalami perubahan menurut hukum perubahan bunyi pbw atau drl sehingga menjadi Wira yang artinya Teguh, Tapa atau Satya.

Apa makna Memetik Daun Bila 108 pada Kekawin Lubdhaka ?

Melaksanakan introspeksi diri, mencari pengetahuan yang tiada henti hingga mencapai titik kesucian ( Yoga 108, bila dijumlahkan = 9 ). Angka 9 adalah angka terbesar, sebagai simbolik dari perbuatan baik si Lubdhaka yang didasari oleh keteguhan hati atau ketekunan memuja Dewa Siwa adalah telah mencapai puncaknya.

Apa makna Peperangan Laskar Sang Hyang Siwa Dengan Sang Hyang Yamadipati pada Kekawin Lubdhaka ?

Merupakan simbul akan selalu ada “pertempuran” dalam diri manusia, diantara Subhakarma dengan Asubhakarma.

Apa yang dapat disimpulkan dari Lontar Kekawin Lubdhaka ?

Bahwa Siwa Ratri bertitik berat pada latihan bathin sebenarnya, bukan pada upacara. Secara mythologi, secara kedewaan dinyatakan bahwa pada Purwaning Tilem Kepitu, Sang Hyang Ciwa melakukan yoganya, selama semalam penuh. Yoga Sang Hyang Ciwa atau kehendak suci dari Ida Sang Hyang Widhi untuk berhubungan dengan Jiwa-atma dari manusia, hanya akan berhasil bilamana mendapat reaksi dari umat-Nya. Umat hendaklah mempunyai kesiapan bathin untuk menyongsong serta menampung tibanya pengestu pada dirinya masing-masing yang dipancarkan oleh Hyang Ciwa dalam yoganya pada malam itu.

Bagaimana kita menyongsong Siwaratri ?

Dimulai pada pagi hari panglong ping 14 melaksanakan suci laksana, kemudian puasa, latihan bathin. Dilanjutkan dengan melaksanakan Bhatara Siwaratri Sambang yaitu duduk dalam samadhi, menenangkan hati semalam suntuk. Atau dapat pula dilakukan dengan hiburan suci; mapepawosan, membaca lontar, pustaka, Dharma Sastra, Itihasa sehingga selama 12 jam (1 malam) itu benar-benar kita tidak tidur.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Buku Tamu

Cari Blog Ini

Pengikut

Blog Archive