HARI RAYA GALUNGAN SEBAGAI MOMENTUM PENINGKATAN KUALITAS DIRI
Hari ini Rabu, 4 Januari 2023, mayoritas Umat Hindu di Indonesia merayakan Hari Raya Galungan. Hari yang secara tradisional dimaknai sebagai hari kemenangan. Kemenangan dharma atas adharma, atau kebajikan melawan kebathilan. Sebagai sebuah peringatan atas kemenangan,maka sangat wajar akhirnya hari Galungan diberikan predikat sebagai hari raya, yang mengandung makna perayaan terhadap kemenangan. Yang menjadi pertanyaan adalah, kemenangan melawan apa, dan siapakah yang harus dikalahkan?
Berkaitan dengan Hari Raya Galungan, banyak tafsir
baik secara mitologi maupun historis. Tafsir mitologi yang sering kita
dengarkan adalah tentang Maya Denawa, dan tafsir secara historisnya yaitu
kemenangan antara Pandava melawan Kaurava. Tafsir historis yang lainnya adalah
perayaan kemenangan Sri Rama yang berhasil membawa kembali Sita Dewi dari
cengkeraman Rahwana di Alengka Pura. Kemudian di antara tafsir- tafsir tersebut
manakah yang benar?
Sebuah pertanyaan yang wajar, yang biasa
ditanyakan oleh orang pencari kebenaran dengan membabi buta, yang menganggap Agama adalah hitam dan putih,
semua harus didasarkan atas fakta empiris.
Bagi saya, agama merupakan jalan hidup. Begitu
kita memiliki prinsip itu, maka hal pertama kita sadari adalah harus mengetahui
tujuan hidup. Tujuan hidup akan berhasil kita raih dan temukan apabila kita
mengenal dan mengikuti "rambu- rambu jalan hidup". Itulah agama, yang
memberikan rambu-rambu kehidupan melalui sloka-sloka/ ayat sucinya. Yang jelas
kesemuanya harus diterjemahkan, baik secara tekstual maupun konstekstual. Tidak
harus membabi buta.
Kembali mengenai Hari Raya Galungan, Sastra Suci
kita,khususnya Kekawin Ramayana memberi pesan tersurat dan tersirat:
"Ragadi musuh maparo, ri hati yo tonggwania tan mafoh ring hawak..."
yang artinya: musuh yang sebenarnya adalah terletak di dalam diri, tidak jauh
dari diri kita. Selain itu sastra yang lain, yaitu Nitisastra menyebutkan:
"Nora na satru manglwihane heleng ri hati", yang secara pemaknaan
tidak jauh berbeda dengan tafsir Kek. Ramayana di atas. Pesan tersurat dan tersirat
dari Sastra Suci tersebut, ditegaskan lagi oleh Pancamo Veda kita yaitu
Bhagavad Gita XVI.21:
Trividham narakaye'dam
dvaram nasanam atmanah
kamah krodhas tatha lobhas
tasmad etat trayam tyajet
Artinya:
Ini pintu gerbang menuju neraka, jalan menuju kehancuran
diri ada 3, yaitu kama (keinginan jasmaniah), krodha (kemarahan) dan lobha
(ketamakan), oleh karenanya
ketiga-tiganya harus ditinggalkan.
Berkaitan dengan Hari Raya Galungan, secara
tradisional diberikan pemaknaan simbolis pada saat 'penampahan' sehari sebelum Galungan, yaitu dimaksudkan
agar kita dapat membunuh sifat kebinatangan (nafsu/ keinginan yang liar, dan
keangkara murkaan) sehingga kita benar- benar bisa memahami hakikat kebenaran
dengan merayakan Galungan, dan sehari setelah Hari Raya Galungan kita dapat
merasakan bagaimana 'Manisnya Galungan'.
Sebagai manusia,kita diberikan manah atau pikiran
yang merupakan kelebihan dari makhluk lain, sehingga semestinya kita dapat
menjadikan pikiran sebagai alat pengontrol dan pengendali panca indera kita,
bukan sebaliknya. Semua yang ada dan yang akan ada bisa menjadi baik,indah dan
harmoni berawal dari pikiran, demikian pula sebaliknya akan hancur dan
disharmoni juga disebabkan oleh pikiran kita, sehingga semestinya kita mampu
mengendalikan pikiran kita agar tidak dikuasai oleh amarah, karena amarahlah
yang akan membawa kehancuran. Seperti pesan yang disiratkan oleh Bhagavad Gita
II. 63:
'Krodhah bhavati samohah
samohah smrtivi bramah
smrtibramah budhinaso
budhinasat pranasyati"
Artinya:
Dari kemarahan muncullah kebingungan, dari
kebingungan menjadikan hilang ingatan, dan dari hilang ingatan menghancurkan
segalanya.
Itulah pesan sesungguhnya dari perayaan Hari RayaGalungan, yakni menjadikan manusia menjadi Manava Madhava, yaitu makhluk yang
dapat berpikir bijak dan bajik, bijaksana dan penuh kebajikan sesuai dengan
karakter dan sifat Brahman/ 'Daivi Sampad', bukan manusia yang berkecenderungan
memiliki sifat angkara murka Para Asura (Manava Danava) atau 'Asuri Sampad'.
Dengan kesadaran tersebut, mari bersama- sama turut mewujudkan Umat Hindu yang
sejahtera, dengan semangat Satyam (jujur), Sivam (bijak dan bajik) dan Sundaram
(indah)
"Selamat Merayakan Hari Kemenangan Galungan,
Suro diro Jayaningrat lebur dening pangastuti, Satyam Eva Jayate Namrtam..."
Naskah Oleh Bapak Surono
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Buku Tamu