MULANG PEKELEM KE LAUT
Umat Hindu membuang “Sampah” ke laut, itulah petikan kalimat yang saya dengar saat selesai upacara Melasti di Tanjung Pasir Tangerang Provinsi Banten dalam rangkaian Hari Raya Nyepi awal tahun kemarin. Dalam hati kecil saya, saya jawab “Itu bukan sampah, tetapi upacara/sesajen yang bertujuan untuk keselamatan kita bersama”. Tetapi, saya merasa akan sia-sia untuk memberi jawaban sesingkat itu kepada masyarakat pesisir yang berprofesi sebagai nelayan, dimana keyakinan kita berbeda, tentu membutuhkan pemahaman yang lebih mendalam.
Masalah
sampah sisa persembahyangan yang muncul di media sosial semakin mengganggu kita
sebagai umat Hindu. Walaupun sebenarnya dari dahulu juga sudah ada sampah, sisa
Kwangen atau Canang Sari, dan lain-lain.
Masih sangat jelas dalam ingatan saya, saat masih usia anak-anak di desa,
setiap piodalan selalu berebut untuk mencari sisa kwangen atau canang sari,
barangkali ada sesari yang luput
diambil oleh pemangku. Dapat terkumpul
hingga 100 rupiah sangatlah besar pada
tahun 70-an. Lalu kenapa setelah informasi global seperti saat ini, sampah
tersebut menjadi sangat mengganggu ?
Dua
hal diatas memiliki kesamaan permasalahan, sama-sama membutuhkan pemahaman
secara interen maupun ektern. Walaupun dalam ajaran agama kita sudah sangat
jelas disampaikan mengenai Tri Hita
Karana, dan semua sudah memahaminya. Termasuk pula lembaga-lembaga keumatan
kita seperti Parisada, Bimas Hindu yang berperan dalam menyampaikan fungsi
upakara kepada masyarakat di luar kita atau ekstern.
Dalam
kesempatan ini, saya selaku umat berpandangan bahwa upacara Melasti disaat Mulang Pekelem dan Ngamet Tirtha Katengahing Segara, tidak harus semua upakara itu
dihanyutkan ke laut, setelah upacara meatur-atur
yang dilakukan oleh pemangku, cukup yang dihanyutkan adalah hal-hal yang
bersifat cepat hancur atau segera tenggelam, seperti buah-buahan, telor, beras,
sedangkan janur, slepan dan hal keras
lainnya, kembali di bawa ke darat serta
dibakar di tepi pantai.
Lalu
mengenai sampah sisa upakara secara umum, dapat saya sampaikan pandangan bahwa
harus ada gerakan yang terpadu dan berkesinambungan yang memberikan pemahaman
bahwa membuang sisa upakara adalah hal yang tidak terpuji. Perlu ada suatu hal
yang dapat menyentuh hati umat secara mendalam dan mudah diingat. Saya
berpendapat, buatlah tulisan “KEBERSIHAN ADALAH BAGIAN DARI KARMA BAIK” yang
dipasang didepan candi bentar sebelum para pemedek
untuk melakukan persembahyangan.
Dengan
adanya penekanan bahwa Kebersihan bagian dari sebuah Karma baik, tentunya akan
memberi efek yang sangat baik pula. Kita ketahui bersama bahwa, umat Hindu
sangat percaya dengan Hukum Karma, baik yang kita lakukan, baik pula yang akan
kita terima, demikian sebaliknya. Hukum Karma menjadi suatu hal yang perlu
mendapatkan peningkatan pemahaman dan penerapan di lapangan, lebih-lebih kita
sudah memahami tentang TRI HITA KARANA. (admin blog)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Buku Tamu