Pasrah Dengan Kemajuan Jaman
“Nah
kudiang men, anak jamane keto kone jani“. Sebuah ungkapan
sepuluh tahun terakhir yang sering disampaikan oleh orang Bali disekitar kita.
Terutama mereka yang telah berusia setengah abad, di saat-saat mereka berkumpul
dengan sesama, baik itu di Pura, Bale Banjar atau bertemu di suatu pesta
pernikahan.
Ungkapan ini tidak lain
bila mereka membicarakan mengenai anak-anak mereka sendiri atau membincangkan
cucu mereka. Sebuah ungkapan kepasrahan terhadap kemajuan jaman yang mereka
hadapi.
Jangankan makna dari
ungkapan tersebut, bisa jadi rasanya menterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesiapun anak-anak mereka tidak akan paham. Ada pula ungkapan lain yang
senada, seperti “Jamane suba berubah,
sing patuh cara ipidan”.
Sebelum kita memahami
arti ungkapan-ungkapan diatas, kita coba terjemahkan terlebih dahulu basa
Baline “Nah kudiang men, anak jamane keto
kone jani” yang secara sederhana dalam Bahasa Indonesia dapat ditulis,
“Yach mau apalagi, jamannya memang seperti saat ini”.
Dan yang kedua “Jamane suba berubah, sing patuh cara
ipidan” dapat ditulis sebagai
“Jamannya sudah berubah, tidak sama seperti dulu”. Lalu apa makna dari ungkapan
orangtua kita ?
Kita ketahui bahwa tak
ada yang akan mampu untuk lari menjauh dari perubahan jaman, semua akan terbawa
oleh keadaan, terdorong secara alami oleh kemajuan-kemajuan jaman.
Perubahan jaman yang
telah berlangsung sejak dahulu tidak begitu saja terjadi, semua bermula dari
kecerdasan manusia dalam memahami alam, memahami ilmu pengetahuan yang mereka
pelajari, sehingga membuat manusia semakin berpikir, bagaimana suatu proses
bisa efektif tetapi berhasil guna.
Kemajuan pulalah yang
telah merubah pola hidup manusia, usia manusia, tubuh manusia, pikiran, sosial
budaya, ekonomi, tidak ada yang terbebas dari perubahan itu. Terbukti dengan
penemuan-penemuan manusia dalam bidang teknologi seperti listrik, komputer,
alat komunikasi dan lain sebagainya, yang kesemuanya itu juga membuat manusia
berubah.
Ungkapan diatas hanyalah
untuk orangtua usia 60-an keatas yang sudah pasrah dengan kemajuan teknologi
itu, otake be sing sanggup melajah buin, otak
sudah tidak sanggup untuk mempelajarinya lagi.
Sangat beruntung pula
kita usia 40-an hingga 50-an masih dapat mengikuti perkembangan teknologi,
tidak pasrah-pasrah amat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Buku Tamu